"Liam, aku harus kembali ke rumahku," pinta Cassey.
"Kau sedang meminta izin padaku?" tanya Liam. "Kalau begitu silakan."
Cassey menarik rambutnya sendiri. "Bagaimana bisa aku keluar jika kau mengunci ruangan ini?!"
"Ya, itu urusanmu."
Arggghhhh! Cassey mengentakkan kaki lalu dia berbaring di atas kursi empuk milik Liam. Sesekali ia juga memijit pelipisnya.
Cassey sudah berulang kali mencoba membuka pin yang mengunci ruangan tersebut. Namun, ... oh, c'mon! dia bukan ahli dalam bidang itu, ia juga bukan seorang dukun yang bisa menebak empat angka dengan benar sekaligus.
"Liam, please ... aku sudah berjanji pada Lensy jika aku akan pulang sebelum malam," pinta Cassey lagi, kali ini dengan nada yang sengaja ia buat semenyedihkan mungkin.
Tidak. Sebenarnya bukan Lensy yang menjadi alasan Cassey ingin pulang saat ini, tapi Deric. Walau memang Cassey terkesan menolak Deric. Namun, jujur saja, Cassey cukup merasa senang ketika mendengar Deric mengatakan cinta padanya, tapi untuk saat ini--sampai semua masalahnya sudah bisa dikendalikan--Cassey tidak bisa menganggap Deric lebih dari seorang teman. Ini semua juga demi kebaikan Deric.
"Kau orang yang sangat baik, maka carilah wanita lain. Aku sangat yakin jika kau pasti akan menemukan wanita yang lebih baik dari diriku."
"Tidak akan ada wanita yang lebih baik dari dirimu. Aku hanya ingin kau, Cassey! Tidak ada wanita lain yang kuinginkan selain dirimu."
Percapakan ketika Deric menyatakan cintanya pada Cassey tiba-tiba saja terngiang dikepalanya. Oh, Tuhan ... kata-kata yang diucapkan oleh Deric sama persis dengan kata-kata yang pernah diucapkan oleh orang yang begitu berarti di hidup Cassey dan kalimat tersebut sukses membuat Cassey jatuh hati lagi.
Walau jujur, Cassey belum benar-benar bisa melupakan orang yang begitu berarti dalam hidupnya. Ya, Cassey tidak akan pernah melupakannya walau kini orang itu tidak akan pernah bisa digapai oleh Cassey lagi, tapi dia adalah sosok yang mematahkan pemikiran Cassey tentang tidak akan ada orang yang rela memberikan nyawanya hanya untuk orang yang dicintainya.
Dulu bagi Cassey, pemikiran itu adalah sebuah omong kosong. Hell yeah! Memangnya ada orang yang mau memberikan nyawanya hanya untuk orang dicintainya? Seperti itulah yang dipikirkan Cassey pada saat itu, hingga pada akhirnya dia benar-benar mengalami hal serupa dan ia sangat tidak menyangka jika orang itu mau mengorbankan nyawanya hanya untuk menyelamatkan Cassey.
"Cassey, kau menangis?" Cassey tersentak ketika menyadari jika saat ini Liam sudah berada di sampingnya sambil mengelus pundak Cassey. Ia segera menghapus air matanya.
"Hei, kau kenapa?" tanya Liam.
Cassey hanya bisa menggelengkan kepala. Hatinya terasa sangat sakit ketika mengingat kejadian dua tahun lalu. Ia sudah berusaha melupakan itu, walaupun memang terkadang dia masih sering teringat akan kejadian tersebut. Namun, kali ini, kenapa ia harus mengenang kembali peristiwa dulu di saat yang tidak tepat?
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BAD PRINCE
Romance|FINNISHED| • MASIH LENGKAP DON'T COPY MY STORY! *** Liam Wright, 28thn, jomblo tapi tidak ngenes, pekerjaannya beragam tapi yang paling disukainya adalah menganggu para sahabatnya. Entahlah, rasanya sangat bahagia jika bisa membuat orang lain kes...