Bisma turun dari motor yang terpakir dibasement apartemen tempat ia tinggal. Membuka helm dan menghirup udara yang langsung menerpanya.
Turun dari motor, Bisma langsung berjalan menaiki tangga penghubung dari basement, melewati resepsionis yang tersenyum padanya dan dibalas senyum kecil oleh Bisma.
"Baru pulang?" ujar salah satu resepsionis perempuan itu.
Bisma mengangguk, "Iya, Mbak. Abis main ke rumah temen."
"Oh gitu. Malem banget pulangnya?" resepsionis itu melirik jam di dinding lalu kembali menatap Bisma.
"Hehe iya, Mbak." Bisma tersenyum kemudian melihat jam dipergelangan tangannya. "Duluan ya, Mbak."
Mbak Anggela; resepsionis itu tersenyum manis lalu mengangguk. Bisma berjalan menaiki lift dan langsung menuju lantai 15.
Didalam lift hanya ada ia seorang. Ia tak takut, ia sudah biasa. Ia menghela napas lelahnya. Semakin lama harinya semakin terasa berat.
Bunyi dentingan lift terdengar. Ia berjalan keluar lift dan langsung menuju kamarnya. Langkahnya semakin melambat saat melihat objek didepan matanya.
Tatapan Bisma semakin tajam, menusuk siapa pun yang berani menatapnya. Ia berjalan tanpa memperdulikan dua orang paruh baya yang berdiri di depan pintu apartemennya.
"Nak," ujar salah satu dari mereka. "Pulang, Nak." lanjutnya menyentuh pundak Bisma.
Aktifitas Bisma terhenti saat ingin membuka pintu apartemen nya. Menatap pintu berwarna putih itu tanpa ekspresi apapun.
Bisma mengacuhkan perkataan orang itu kemudian mendorong pintu agar terbuka sedikit lebar.
"Masuk, bicara di dalem." Bisma berkata tanpa menoleh ke belakang dan langsung berjalan masuk kedalam.
Orang itu mengangguk dan masuk kedalam. Mereka langsung duduk di sofa bersama. Bisma berjalan kearah dapur dan mengambil minum.
"Ada apa?" tanya nya keluar dari dapur membawa nampan berisi tiga gelas jus jeruk.
"Pulang, nak. Ayah sama ibu kangen." ujar wanita paruh baya itu. Dia Ririn; ibu Bisma.
"Jangan terus menjaga jarak dengan kami." sambung Andri; ayahnya.
Bisma terdiam. Menatap bergantian kedua orang tuanya. Ia bersandar pada punggung sofa yang memisahkan ia dan orang tuanya.
Memejamkan matanya sejenak, kemudian menghembuskan napas beratnya.
"Nanti, gak sekarang."
Ririn terlihat kecewa, begitu tampak jelas diwajahnya. Begitu juga dengan Andri, ia menghela napas beratnya.
Andri berjalan ke arah Bisma yang menatap mereka tanpa senyum disana. Menepuk pelan pundak anaknya itu.
"Ayah cuma mau kamu pulang. Dirumah rasanya kurang lengkap tanpa kamu." Andri tersenyum menatap anaknya yang sudah besar.
"Kami pulang, kalau ada apa-apa hubungi kami. Jangan lupa, kamu tetap anak kami." sambungnya.
Andri mengajak Ririn keluar dan pulang. Sebelumnya Ririn mencium puncak kepala Bisma dan mengelus punggungnya penuh sayang. Ia memeluk singkat anak yang disayangnya sebelum ia benar-benar pergi.
"Kami selalu sayang kamu. Bagaimana pun masa lalu yang sempat membuat kita seperti ini."
*****
Setelah kepulangan kedua orang tuanya, Bisma menjadi dilema. Berulang kali ia menghembuskan napas gusarnya.
"Arghh!! Gue gak bisa kayak gini terus!" teriaknya menjambak rambut di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARDEST CHOICE [Complete]
Teen Fiction( harap follow lebih dulu, biasakan apresiasikan karya seseorang ) Hidup memang sulit sekali ditebak. Tidak bisa selalu beriringan dengan takdir dan semesta. Kadang, yang kau anggap mampu membuat senang justru yang membuatmu terluka. Begitu juga de...