33. semakin baik

287 84 0
                                    

"Gue gak mau ah! Lo ish, nyebelin!" Ketus Linda memukul kepala Rion dengan pensil. Membuat cowok itu tertawa renyah.

"Gak fair ah,"

"Lo yang curang, Yon! Linda bener, dia gak salah." Celetuk Sean menusuk lengan Rion dengan pulpen.

"Aduh!" Rion mengaduh pelan, mengusap lengannya dengan pelan. "Lo berdua rese banget. Lagian ya Sean, apa masalahnya sih? Kok lo malah belain si Linda, udah jelas-jelas dia kalah."

"Apaan?!" Sewot Linda melotot. "Gue bener. Lo yang kalah. Lo yang salah!"

"Dih, Kok gue?" Rion mendengus tidak terima. "Sean, bilangin cewek lo, dia kalo salah sama kalah ya terima aja."

"Ish! Tau ah nyebelin!" Ketus Linda memalingkan wajah.

Sean menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, memandang kedua temannya yang bertengkar kecil. Mereka sudah besar tapi kelakuan masih seperti anak-anak. Sean mendengus pelan, menatap keduanya. Tidak ingin mendengar pertengkaran yang bisa merusak indera pendengarannya.

"Rion, ada beberapa fakta yang harus lo tau. Ada pasal dimana cewek gak pernah salah dan selalu benar." Ucap Sean meringis pelan. "Pasal satu, cewek selalu benar. Pasal dua, jika cewek salah, kembali ke pasal satu. Pasal tiga, jika cewek benar dan di salahkan, kembali ke pasal dua. Dan pasal empat, semua pasal itu sudah merangkup menjadi satu dan jadi pasal satu, yang artinya cewek selalu benar."

"Nah!" Pekik Linda menatap sinis Rion. "Dengerin tuh!"

"Idih, mana ada?!" Sewot Rion ngotot. "Kalo gitu mah jadi cowok gak ada makmurnya sama sekali."

"Ada kok," sahut Sean. "Nanti pas udah nikah, kan cowok yang jadi kepala rumah tangga."

"Nah! Pekik Rion menatap sinis Linda. "Dengerin tuh!"

"Tau ah, nyebelin!"

"Udah ah, jangan berantem mulu. Gue pusing dengernya. Lagian nih ya, Linda, lo sebagai cewek juga gak bisa seenaknya gamau salah dan kalah. Terus ya, lo juga Rion, gak usah nyalahin cewek mulu. Udah ah, kalian berdua salah." Final Sean mendengus keras.

"BODO AMAT!!" Teriak Rion dan Linda bersamaan.

*****

Bisma terbangun saat mendengar bel apartemennya berbunyi. Cowok itu melenguh pelan, mengubah posisinya menjadi duduk. Dengan wajah bantal dan mata yang masih sayup-sayup merem, Bisma mulai beranjak untuk membuka pintu.

Diraihnya gagang pintu yang masih diketuk dari luar, membuka kenop dan langsung berhadapan dengan dua orang yang tidak asing lagi baginya. Bisma mengadahkan kepalanya ke atas, manik mereka bertubrukan, Bisma lantas menegakkan tubuhnya hingga tegap.

"Ngapain?" Tanya Bisma dingin. Entah bagaimana bisa semua sikapnya menguap begitu dingin ketika melihat dua orang di depannya.

Berbeda dengan mereka, mereka malah melempar senyum pada Bisma. "Apa kabar?"

"Tumben," Bisma berdecih pelan, lalu membuka pintu apartemennya lebar. "Masuk."

Bisma melangkah lebih dulu meninggalkan dua orang itu mengikutinya di belakang. Bisma mempersilakan mereka duduk di sofa dan Bisma melengang ke dapur untuk mengambil minum dan makanan. Mereka adalah Ririn dan Andri, orang tuanya.

Dari balik dinding dapur, Bisma menatap kedua orang tuanya dengan pandangan sendu. Ia sangat rindu pada mereka dan ingin memeluknya erat seperti kebanyakan anak. Tapi, gengsi Bisma terlalu tinggi. Bahkan rasa sakit itu masih melekat dan hadir ketika melihat wajah kedua orang tuanya. Bisma tidak bisa berontak, ia sudah disuruh pulang, kembali ke rumah yang sudah seharusnya. Bahkan dengan kembarannya sendiri.

HARDEST CHOICE [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang