Yenaa masuk dengan senyum menghias wajahnya. Dia melangkah menuju meja kafe setelah memesan makanan dan minuman yang akan menemaninya duduk di kafe. Dia ingin menenangkan dirinya dahulu sebelum akhirnya kembali di bolak-balik oleh sikap orang-orang di sekitarnya.
Beberapa saat Yenaa kembali terdiam, memandang sekelilingnya yang tidak begitu ramai. Ia tersenyum hangat seperti baru merasakan sebuah kebebasan.
Ia mengedarkan pandangannya ke penjuru kafe hingga kedua bola matanya menangkap siluet seseorang yang dikenalnya. Saat orang itu menoleh, kedua mata mereka saling menatap dalam sebelum akhirnya salah satu dari mereka membuang pandangannya.
Tubuh Yenaa kembali lemas, bahkan disaat seperti ini ia masih dipertemukan dengan orang yang ingin dia hindari untuk beberapa saat ke depan. Namun, semesta memang suka menggodanya.
"Kenapa juga ada dia," gumam Yenaa.
"Permisi, pesanan anda." Ucap pramusaji tersenyum hangat dan meletakan pesanan Yenaa di meja.
"Makasih," balas Yenaa tersenyum.
Sebelum melahap makanannya, Yenaa menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Ia tidak boleh marah, tidak boleh menggebu untuk memaki seseorang. Ia harus sabar, bahkan disaat semua keadaan begitu menekannya.
Perlahan, Yenaa mulai memakan makanan yang dipesannya. Ia begitu menikmati makanan yang dia pesan tanpa memedulikan seseorang yang tadi ditemuinya. Sesekali Yenaa melirik ke arah meja itu, seseorang di sana masih berdiam sendirian.
Mungkin lagi banyak masalah, gatau deh. Yenaa membatin.
Hingga suara pergerakan bangku membuat Yenaa menghentikan kegiatan makannya. Ia melirik ke hadapannya yang sudah berdiri seseorang. Yenaa mendongak, menatap lekat mata Reynald yang berada di depannya. Wajah itu tanpa senyum, seperti Reynald biasanya.
Tanpa meminta izin, Reynald mulai duduk di seberang Yenaa. Mulai memperhatikan pergerakan gadis itu sehingga membuatnya risi.
"Ekm," deham Reynald.
Yenaa masih tidak peduli. Dia melanjutkan memakan roti panggang yang dipesannya tadi. Sesekali ia meminum jus alpukat yang sudah berada di depannya.
"Oh, gue dikacangin?"
Yenaa mendongak tanpa ekspresi. "Apa?"
"Makan tuh pelan-pelan!" Ketus Reynald mengelap sisa makan di sudut bibir Yenaa, membuat tubuh gadis itu menegang beberapa saat. "Najisin banget sih kayak bocah."
Yenaa mengerjap-kerjap matanya. Apa ini barusan?
"Eh," Yenaa memundurkan tubuhnya. Ia menahan napas sejenak sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya. "Makasih."
"Lo sendirian ke sini?"
Yenaa mengangguk singkat.
"Kenapa?"
"Apanya yang kenapa?" Tanya Yenaa memandang Reynald.
"Nggak," sergah Reynald membuang muka. "Lo nggak suka sama gue, ya?"
"Ha?"
"Lo nggak suka sama gue?" Tanya Reynald datar.
"Lo serius nanya itu?" Yenaa membulatkan kedua matanya. "Ya jelas, lah!"
"Seberapa nggak suka?"
"Dari skala 0-10 gue nggak suka sama lo ituu ngelebihin angka 10!"
"Yaudah." Balas Reynald menggendikan bahunya.
"Udah gitu doang?!" Pekik Yenaa mendelik sebal. Benar-benar menyebalkan. "Gue pikir abis lo nanya kayak gitu, lo bakalan pergi dan nggak ganggu hidup gue lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
HARDEST CHOICE [Complete]
Teen Fiction( harap follow lebih dulu, biasakan apresiasikan karya seseorang ) Hidup memang sulit sekali ditebak. Tidak bisa selalu beriringan dengan takdir dan semesta. Kadang, yang kau anggap mampu membuat senang justru yang membuatmu terluka. Begitu juga de...