"Gimana, sih." Decak Yenaa, kesal. Dia masih saja berdiri di depan kelas menantikan cowok galak itu. Semalam, Reynald memberitahunya jika Yenaa harus menunggu kedatangannya karena ada sesuatu yang mau diberi tahu olehnya. Yenaa menurut saja, tentu. Tapi sialnya, sampai sekarang Reynald belum juga datang. Yenaa berdecak sebal, dia lebih memilih menghentakkan kakinya, kembali masuk ke dalam kelas.
"Huh," dengus Yenaa duduk dibangkunya. Masih dalam mode kesalnya. Dia menatap sekelilingnya, teman-temannya sudah berkumpul. Hingga tiba-tiba Desi menghampiri dia.
"Hm, Na?" Panggilnya ragu.
"Hm?"
"Gue mau ngomong, bisa?"
"Bisa. Ngomong aja,"
"Gue gak mau ngomong di sini, kalo bisa, kalo mau, ngomong di luar aja."
"Kenapa?" Yenaa mengenyit, bingung.
"Sedikit rahasia." Bisik Desi, pelan.
Dengan sedikit ragu, Yenaa mengangguk menyetujui permintaan Desi. Mereka akhirnya pergi keluar kelas menuju suatu tempat yang sepi, menunggu waktu yang pas untuk membicarakan sesuatu hal yang penting.
"Lo mau ngomong apa, sih?!" Decak Yenaa, kesal. Pasalnya mereka masih saja berjalan di sepanjang koridor sekolah tanpa berniat berhenti. Desi yang diajak bicara pun mendadak diam.
"Gak jelas," celetuk Yenaa. "Gue balik lah!"
"Bentar!" Desi mencekal tangan Yenaa. Menyuruh gadis itu agar tidak pergi dari tempat mereka berhenti berjalan. Akhirnya Desi membawa Yenaa ke taman belakang sekolah.
"Ngomong apaan, buru!"
"Gue..." Ucap Desi, ragu.
"Apa?!" Seru Yenaa galak. Dia sudah cukup bersabar untuk hari ini. Belum lagi menunggu kedatangan Reynald, sekarang dia malah harus berurusan dengan Desi. Dan gadis itu dari tadi hanya diam. Membuat Yenaa semakin kesal.
"Hfft," Desi mengembuskan napasnya kasar, "Gue cuma mau ngomong sama lo. Kenapa sih, tiba-tiba lo bisa deket sama Reynald? Padahal sejak awal lo berdua itu musuhan. Gak cocok banget kalo lo berdua temenan dan akrab kayak yang sekarang terlihat."
Yenaa mengenyit, heran. Jadi, pembahasan masalah ini hanya sekadar tentang Reynald? Cowok galak yang mulai dekat dengannya. Oh, ayolah! Tidak ada orang yang benar-benar tahu apa yang sedang kita alami. Mereka hanya tahu kita yang terlihat baik-baik saja.
"Jadi, lo cuma mau ngomong itu?"
"Bukan cuma itu," bantah Desi. "Gue cuma mau bilangin, lo hidup di antara orang-orang munafik. Yang lo percaya bisa aja khianat. Yang lo benci bisa aja jadi yang paling berarti. Gue cuma mau lo ngerti, gak semua yang terlihat itu nyata adanya."
"Maksud lo apa sih, Desi?!" Celetuk Yenaa tidak mengerti.
"Hetdah!" Gerutu Desi. "Gampangnya gini, deh. Gak selamanya orang yang berada di sekitar lo itu benar-benar ada. Mereka bisa aja pergi sesukanya. Lo gak bisa nahan, lo juga gak bisa milih. Mungkin sekarang lo bisa deket sama Reynald, tapi besok atau hari ini bisa aja lo malah jauh sama dia."
"Terus hubungannya sama lo itu apa?!"
"Gak ada." Sahut Desi dengan wajah tanpa dosa. "Rahasia yang gue maksud itu, lo hidup di antara kebohongan."
Yenaa semakin tidak mengerti. Dia semakin bingung dengan ucapan Desi yang berbelit. Dia juga semakin tidak mengerti dengan inti yang Desi beri tahu. Semuanya rumit, Yenaa tidak bisa mengambil kesimpulannya.
"Udah, ah! Gue balik aja ke kelas. Nanti juga lo ngerti sama apa yang gue kasih tau. Semuanya emang butuh waktu untuk dimengerti, gak segampang yang kita anggap mudah." Ucap Desi sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan Yenaa sendirian di taman belakang sekolah. Desi pergi dengan enigma yang masih mengiang di kepala Yenaa.
"Dia ngomong apa, sih?" Gumam Yenaa.
*****
Yenaa menghentakkan kakinya kesal. Dia kembali ke kelas dengan mood yang semakin memburuk. Dia juga kesal dengan apa yang menimpanya hari ini.
"Gak jelas." Gumam Yenaa, sebal.
Yenaa melewati koridor yang mulai ramai dengan murid lainnya. Banyak yang menyapa Yenaa tapi gadis itu tidak menghiraukannya. Yenaa malah memasang wajah super galaknya. Membuat siapa saja yang melihat menjadi malas untuk sekadar menyapa. Tapi Yenaa tidak begitu peduli. Toh, mau disapa atau tidak, tidak begitu berpengaruh dalam hari-harinya.
"Jadi, lo di sini." Ucap seseorang, suaranya terdengar familier. Yenaa hafal betul dengan suara berat itu.
Yenaa berbalik, menatap cowok yang sudah ditunggunya sejak pagi dini hari. Akhirnya cowok itu menampakkan diri di hadapannya. Sehingga dia tidak perlu lagi capek-capek menunggu sesuatu yang tidak pasti.
"Dari mana aja, sih? Gue capek nungguin lo. Nyuruh nunggu tapi datengnya telat. Udah dicari ke sana ke sini juga enggak ada. Dikira nunggu itu enak kali!" Gerutu Yenaa saking kesalnya.
Reynald berjalan, mendekati Yenaa yang berdiri di hadapannya. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam kantung celana, Reynald berjalan dengan gaya cool nya.
"Cie nungguin." Ledek Reynald tersenyum sinis.
"Udah salah, bukannya minta maaf. Emang ya, anak jaman sekarang gak ngerti ucapan terima kasih. Gak tau diri." Hardik Yenaa sarkas.
"Emang." Ceplos Reynald. "Udah tau gue gak tau diri, masih aja ditungguin. Sekarang ikut gue!" Reynald menarik tangan Yenaa kembali menuju taman belakang sekolah.
Yenaa sudah cukup bersabar untuk hari ini. Kesialan kenapa berpihak padanya? Oh demi dewa Neptunus, tenggelamkan Yenaa sekarang juga.
"Pelan-pelan woi!" Pekik Yenaa saat tarikan tangan Reynald begitu kencang. Untung saja, Reynald membawanya melewati jalan pintas. Jadi, tidak begitu ramai orang-orang.
"Bawel." Cetus Reynald. Sepertinya cowok satu ini memang tidak bisa bersikap manis.
Yenaa mendengus sebal. Pasrah dengan keadaan yang semakin menyiksanya. Sampai di belokan depan sama, tak sengaja Yenaa menabrak seorang perempuan hingga keduanya terjatuh. Sekali lagi, Yenaa mendengus kasar.
"Goblok." Celetuk Reynald ketika melihat Yenaa jatuh.
Reynald menarik tangan Yenaa hingga dirinya berdiri dengan sempurna. Yenaa meringis, tidak bisakah Reynald membantunya berdiri dengan lembut? Setidaknya jangan terlalu kasar. Sudah cukup memerah pergelangan tangan Yenaa karena berulang kali di tarik kasar olehnya.
"Gak usah kasar." Celetuk cowok yang menemani gadis yang tabrakan dengan Yenaa. Cowok itu membantu gadis yang tertabrak sehingga tidak kelihatan rupanya. Sampai akhirnya cowok itu mendongak menatap sinis Reynald.
"Suka-suka gue." Ketus Reynald. Memandang tak suka pada cowok itu.
"Gue tahu," celetuk Bisma. "Tapi lo gak bisa kasar sama orang gitu aja. Apalagi dia cewek, hormati dia. Seenggaknya gak perlu tarik tangan dengan kasar, lo gak sadar itu tangan Kana udah luka."
Reynald tidak menghiraukan ucapan Bisma. Kedua mata Reynald malah berfokus pada gadis yang ditabrak Yenaa. Pandangan mereka bertemu, terlihat jelas mereka saling rindu. Tapi Reynald segera membuang pandangannya ke arah lain.
"Gue gak peduli," sahut Reynald. "Selagi gak berurusan sama lo, gue gak akan pernah peduli. Urus aja cewek lo, gak perlu repot-repot urusin gue sama Yenaa. Lo bukan gue, kita beda."
-----
Chapter dua empat sudah selesai. Semoga kalian suka. Jangan lupa vote dan komentar, ya.
Semoga harimu baik❤
November, 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
HARDEST CHOICE [Complete]
Novela Juvenil( harap follow lebih dulu, biasakan apresiasikan karya seseorang ) Hidup memang sulit sekali ditebak. Tidak bisa selalu beriringan dengan takdir dan semesta. Kadang, yang kau anggap mampu membuat senang justru yang membuatmu terluka. Begitu juga de...