"Gimana?"
"Aman!"
"Bagus!" Ucap cowok bertubuh tegap itu. Sesekali ia menyesap benda beracun ditangannya.
"Gue bingung sama lo. Mau diapain dua orang itu?"
Cowok itu menggendikan bahunya acuh. Tak menjawab pertanyaan temannya yang masih saja menunggu jawaban darinya.
"Gue nanya monyed!" Sinis cowok di sebelahnya.
"Bacot!"
Cowok itu mengepulkan asap rokok tepat di depan wajah temannya membuat sang empu terbatuk dengan perbuatannya.
"Anjing!" Pekiknya. "Gue gak ikutan lebih dari ini. Selagi lo butuh gue, hubungi gue aja. Tapi kalo sampe menghilangkan nyawa, gue up!"
"Serah!"
Cowok berambut pirang itu mendengus lalu mengambil rokok yang berada di meja. Menyalakannya dan menyesapnya.
Ya. Ini sudah menjadi kebiasaan dari dua orang yang berada dalam gudang tua itu. Menyesap benda beracun dan bersantai.
"Gue cabut!"
Cowok berambut pirang itu pergi meninggalkan teman cowoknya yang masih setia dengan rokoknya. Ya. Di dalam gudang itu ada orang lain yang berpisah ruangan dengannya.
Bahkan teriakan terdengar memilukan dari dalam ruangan yang tertutup itu. Cowok itu berjalan mendekat ke arah pintu yang tertutup rapat dengan kunci yang setia menggantung disana.
Langkahnya semakin dekat. Teriakan itu pun semakin menjadi. Semakin terdengar memilukan. Padahal, mereka hanya terkurung. Bukan disiksa. Tapi rasanya sama saja, bukan?
"Diem! Gak usah banyak omong. Biar tenaga lo berdua gak habis sia-sia. Siapa tau, lo berdua besok mati kecapekan kan?"
Cowok itu beranjak dari sana dan keluar dari gedung. Malam telah menyambut. Jalanan sudah sepi dan kendaraan sudah tak ada yang berlalu lalang. Cowok itu meninggalkan mereka di dalam sana, dalam gelap.
*****
Hujan mengguyur kota metropolis yang sedang ramai. Membasahi setiap bangunan yang berdiri tegak membentang menjulang tinggi ke atas. Bahkan hawa dingin begitu menusuk permukaan kulit.
Tapi gadis itu masih saja berdiam di Cafe, menikmati secangkir coklat panas yang menemaninya di sore dingin. Padahal di luar sana, hujan semakin menjadi.
Yenaa duduk di meja paling pojok. Ia menyandarkan kepalanya di jendela. Terlihat samar-samar pemandangan luar yang tertutupi rintikan hujan. Untung saja, sore ini Yenaa menggunakan baju yang cukup tebal.
"Boleh duduk disini?" Ujar seorang gadis berdiri di hadapan Yenaa.
Yenaa menoleh lalu tersenyum. Yenaa mempersilahkan gadis itu agar duduk di sebelahnya karena saat Yenaa menelusuri penjuru Cafe, kursi sudah penuh semuanya.
"Sendirian aja?"
Yenaa mengangguk dan masih tersenyum. Gadis itu balas tersenyum. Ya. Suasana menjadi canggung karena hadirnya orang asing.
"Nama gue Raina Adriani." Ucap gadis itu mengulurkan tangannya. Masih dengan senyum manis diwajahnya.
"Yenaa." Sahut Yenaa membalas uluran tangan Raina.
"Lo sendirian aja?"
Lagi, Raina mengulang pertanyaan yang sama. Padahal sudah terlihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Yenaa hanya seorang diri. Yenaa hanya tersenyum lalu mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARDEST CHOICE [Complete]
Teen Fiction( harap follow lebih dulu, biasakan apresiasikan karya seseorang ) Hidup memang sulit sekali ditebak. Tidak bisa selalu beriringan dengan takdir dan semesta. Kadang, yang kau anggap mampu membuat senang justru yang membuatmu terluka. Begitu juga de...