Reynald berlari disepanjang lorong kelas 11 dengan kecepatan diatas rata-rata seakan sedang berlomba lari marathon.
Ia berlari untuk menghindari kejaran Pak Roni; guru BK yang setiap hari senin selalu mendapati Reynald datang terlambat dan bolos pelajaran.
Tanpa menghiraukan pandangan orang-orang, ia masih saja berlari dengan tergesa-gesa berupaya melindungi diri.
Sampai saat dirinya melewati ruangan Osis, tubuhnya langsung terhuyung masuk ke dalam ruangan laknat itu.
Seseorang yang menariknya langsung menutup pintu dan menguncinya dengan tangan satunya yang masih membekap mulut Reynald.
Kedua mata Reynald melotot, kaget. Ia melepaskan tangan yang membekapnya dengan kasar lalu beralih menatap orang yang melakukannya dengan tatapan membunuh.
Sekali lagi, matanya kembali melotot, namun kali ini benci yang ia dapat.
"Maksud lo apa narik gue kesini?" Reynald bertanya dengan nada yang tidak bersahabat.
"Bantu lo, maybe?" sahut orang itu santai.
"Gak usah sok perduli!" ketus Reynald bersedekap dada. Bersandar pada pintu yang menutup itu.
"Telat lagi? Atau bolos?"
"Bukan urusan lo!" ketus Reynald membuang pandangannya kearah lain. Menghindari kontak mata dengan lawan bicaranya.
"Gue perduli sama lo. Bukan sok perduli!" ujar lawan bicaranya mendengus sebal.
"Gak ada yang nyuruh lo buat perduli!" Reynald tersenyum miring menatap cowok yang berada dihadapannya. "Dari dulu juga gak pernah perduli, kan?"
Cowok itu mendengus menatap Reynald yang masih saja keras kepala.
"Lo yang gak pernah sadar kalau gue perduli sama lo." sahut cowok itu duduk dibangku menghadap Reynald.
"Gue gak perduli!" sinis Reynald. "Bukan urusan gue juga!"
Cowok itu menatap Reynald masih dengan kesabarannya. "Mau sampai kapan?"
"Apanya?"
"Mau sampai kapan kita kayak gini? Lo gak kasihan sama Ayah dan Ibu?" tanya cowok itu sekali lagi. Menatap sendu lawan bicaranya yang telah berubah.
"Itu urusan lo sama mereka!" Reynald menatap tajam cowok itu.
"Gue cabut! Besok-besok lo gak perlu lagi bantuin gue kabur dari kejaran Pak Roni." ketus Reynald keluar dari ruangan yang tak pernah terjamah oleh dirinya.
Pergi menjauh dari pandangan cowok itu. Cowo itu hanya bisa menghembuskan napas beratnya. Menatap sendu sosok figuran yang sudah lama tidak bersama dirinya.
*****
Reynald berjalan dengan emosi yang masih melekat pada dirinya. Kejadian beberapa saat lalu membuatnya harus membuka luka lama itu kembali.
Ia masuk kedalam kelas dengan wajah yang merongos kesal. Langsung duduk dibangku sebelah Riko yang sedang berbincang dengan Ridho.
Mereka menatap Reynald dengan kebingungan tapi tak berani bertanya. Sebab aura wajah Reynald masih menampakan emosi yang masih menggebu.
"Bagi air!" Reynald bersuara dengan mata yang memejam.
Riko melempar sebotol air mineral ke arah meja Reynald duduk. Reynald yang masih memejamkan matanya lalu membuka kedua matanya menatap botol minum yang berada dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARDEST CHOICE [Complete]
Teen Fiction( harap follow lebih dulu, biasakan apresiasikan karya seseorang ) Hidup memang sulit sekali ditebak. Tidak bisa selalu beriringan dengan takdir dan semesta. Kadang, yang kau anggap mampu membuat senang justru yang membuatmu terluka. Begitu juga de...