Bisma mendesah pelan, menatap nanar sosok gadis yang sudah dua bulan ini menjauhi dirinya dan juga ke-tiga temannya. Entah untuk alasan apa, Yenaa sampai tak segan menjauhi teman yang dari awal sudah menemaninya. Bisma tak masalah dengan kedekatan Yenaa dan Reynald, yang menjadi masalah hanya sikap Yenaa yang berubah setelah mengenal Reynald.
Bukankah dulu dia sangat tidak menyukai cowok itu?
Tapi, kenapa sekarang malah menjadi dekat? Apa yang sebenarnya terjadi. Bisakah seseorang memberitahunya?
Pandangan Bisma tak lepas dari Yenaa yang sedang bermain basket berdua dengan Reynald di tengah lapangan. Menjadi pusat perhatian seantero sekolah karena kedekatan yang jarang sekali terjadi. Sikap Reynald yang friendly saat bersama Yenaa, dan sikap Yenaa yang menerima bagaimana pun keadaan Reynald, tak memandang masa lalunya yang diawali dengan kejadian tidak menyenangkan. Mereka terlihat akrab, seperti sudah saling mengenal satu sama lain sejak dulu.
Bisma iri, tentu saja. Bukannya dia dulu pernah sedekat itu sampai akhirnya sejauh ini. Bisma mengembuskan napas beratnya, membuang pandangannya ke arah lain agar luka di hatinya tidak menganga terlalu lebar.
"Udah, Bro. Cewek masih banyak, kenapa juga harus terus stuck di satu titik? Selagi bisa mencari yang lebih baik, kenapa harus berhenti di tempat yang gak seharusnya?" Ucap Sean yang sedari tadi menemani Bisma duduk di bangku tepi lapangan. Menatap miris kedua cowok yang terlihat memiliki perasaan yang sama untuk satu gadis yang sama pula.
"Susah," lirih Bisma pelan, hampir tidak tertangkap telinga.
"Gak ada yang susah," ceplos Sean. "Kalo udah niat pasti bisa kok. Lagian seriusan nih perasaan lo buat Yenaa? Kalau serius mah perjuangin bukan duduk di sini sambil liatin mereka doang."
"Andai semudah itu," ucap Bisma pelan.
"Bro," tepuk Sean di pundak Bisma, "Gue tahu rasanya jadi lo. Mencintai tapi gak bisa memiliki, cinta bertepuk sebelah tangan, ya semacam itulah, gue pernah. Tapi gak seharusnya lo stuck disatu titik kayak gini, dia berhak bahagia dan lo pun juga berhak bahagia."
"Gue cuma mau jaga perasaan,"
"Terserah," pasrah Sean.
*****
"Gue capek," celetuk Yenaa duduk di tengah lapangan. Membiarkan bola basket memantul tak tentu arah. Reynald di sebelahnya mendengus sebal, menatap Yenaa kesal.
"Lebay!"
"Capek, bego!" Ketus Yenaa melirik sinis Reynald.
"Yaiyalah! Mana ada olahraga enggak capek?!" Sinis Reynald.
"Kenapa sih lo? Santai aja kali. Ribet banget, lagian masalahnya buat lo apaan? Gue aja gak ngerepotin lo."
"Justru lo malah bikin repot gue." Ceplos Reynald ikut duduk di sebelah Yenaa. "Gue yang pegang kendali atas diri lo. Gak usah bertingkah seenaknya!" Sinisnya.
"Gue tahu," sahut Yenaa memutar matanya malas. "Santai aja gue gak bakalan kabur. Selagi lo lakuin apa yang gue mau, gue bisa aja nurutin kemauan lo."
Reynald melirik pinggir lapangan yang terdapat Bisma dan Sean, menatap sinis lalu beralih kembali menatap Yenaa, "Lo udah lakuin hal sederhana yang gue mau. Baru sehari sih, gue pinta sampe batas yang gue tentuin."
"Iya..." lirih Yenaa menatap Bisma yang juga menatapnya.
Reynald melirik Yenaa sekilas lalu mendongak menatap langit, matahari langsung menyambut kedua matanya. Silau, Reynald menyipitkan kedua matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARDEST CHOICE [Complete]
Teen Fiction( harap follow lebih dulu, biasakan apresiasikan karya seseorang ) Hidup memang sulit sekali ditebak. Tidak bisa selalu beriringan dengan takdir dan semesta. Kadang, yang kau anggap mampu membuat senang justru yang membuatmu terluka. Begitu juga de...