23 - Jahil

328 86 0
                                    

Terik matahari terus menyinari bumi dan isinya. Tanpa kenal lelah, tanpa pernah berhenti. Dia terus menyinari penghuni bumi yang semakin lama semakin lupa dengan alam yang seharusnya mereka jaga. Mereka manusia yang kadang suka berbuat sesukanya. Merusak, membuang, dan membiarkan. Tak ada perawatan, menjaga dan menumbuhkan.

Berbeda dengan gadis tomboy satu itu, dia malah asik bermain sepak bola dengan anak kompleks lainnya. Bermain dengan riang di tengah teriknya matahari, memang, kalau sudah bersama teman semuanya seakan lupa, bahkan waktu saja bisa dilupakan.

Yenaa masih asik menggocek lawannya dengan skill yang dia punya, meski tidak begitu jago bermain sepak bola, tapi dia berusaha untuk membantu timnya untuk menang dari tim lawan. Dia terus mengoper kesana kemari untuk membuat musuhnya kewalahan melawan timnya.

"Na! Awass!" Teriak salah satu teman Yenaa, Akbar.

"Ap--"

DUAAAAGGGHH!!

Belum sempat Yenaa menyelesaikan ucapannya, sebuah bola sudah mendarat lebih dulu mengenai kepalanya. Yenaa terjatuh, dia langsung memegangi kepalanya yang terasa pusing. Sakit sekali, rasanya seperti tertimpa banyak beban dari atas langit, kepalanya langsung luka.

"Lo gapapa?" Tanya Akbar yang panik melihat Yenaa yang jatuh memegangi kepalanya.

Yenaa menggeleng pelan, berusaha menetralkan kembali penglihatannya. Matanya sedikit buram, mungkin efek dari kerasnya bola yang mengenai kepalanya.

"Bisa bangun gak?" Tanya Akbar membantu Yenaa berdiri.

"Bisa..." lirihnya.

"Sakit banget?"

Yenaa mengangguk lemah. Tak bisa berbohong, memang benar ini rasanya sangat sakit. Jika kalian pernah merasakannya, percayalah, ini sungguh sangat sakit. Mumet, nyut-nyutan.

"Naaa... Naaa.... Maaf ya," teriak Didit menghampiri Yenaa dan Akbar.

"Hm..." Gumam Yenaa.

"Lo gimana sih? Kan gue bilang pelan aja tendangnya. Kena Yenaa kan, sakit tuh pasti kepalanya. Sampe benjol begitu,"

"Ya kan gue gak tahu, Bar. Namanya juga lagi nendang bola, gak tahunya malah kena kepala Yenaa. Terus gimana? Mau dibawa ke rumahnya aja? Diobatin atau langsung bawa ke rumah sakit?" Cerocos Didit.

"Gak usah," potong Yenaa meringis, terus memegangi kepalanya yang sakit. "Gue gapapa, ntar juga sembuh. Gak usah pada panik lah!"

"Gimana gak panik coeg! Kepala lo sampe benjol begitu, masa iya kita cuma diem aja." Bantah Akbar cepat, "Gue obatin, ya?"

Yenaa mengangguk patuh, lalu Akbar pergi ke warung dekat lapangan untuk segera membeli obat merah dan kapas. Yenaa hanya diam membiarkan tangan Akbar dengan telaten membersihkan luka di kepalanya. Benjol itu masih cukup besar sampai membuat Yenaa terus memegangi kepalanya yang selalu nyut-nyutan.

"Sorry, Na. Gue gak sengaja," ujar Dodit duduk di sebelah Akbar. Memandangi Yenaa penuh penyesalan, sedangkan teman yang lainnya lebih memilih menyudahi permainan dan kembali ke rumah masing-masing. Jelas bisa terlihat bukan, mana yang teman dan benar-benar teman.

"Iya... Dodit, gue gak apa-apa kok, cuma ni benjol bikin nyut-nyutan aja,"

"Maaf banget, Na. Gue merasa bersalah banget,"

"Iyaa..." Lirih Yenaa.

"Udah nih," ucap Akbar selesai mengobati benjolan di kepala Yenaa. "Lain kali kalo emang lagi gak fokus main bola, gak usah ikutan main, bahaya. Nanti kepala lo isinya benjolan semua."

"Dih," sinis Yenaa memukul bahu Akbar, "Apaan dah? Masa iya lo semua lagi main bola, asik-asikan, dan gue lo suruh duduk di pinggir lapangan sambil liatin kalian main bola, bengong, diem aja gitu? Ya, bosenlah gue. Ada-ada lo!"

"Tapi Akbar ada benernya juga, Na." Sambung Dodit, "Kalo lo lagi gak fokus, ya jangan main. Nanti yang ada malah lukain diri lo sendiri, lebih baik kan lo nenangin diri dulu biar jadi fokus."

"Iya.. iyaa.. tau gue salah, udah si, kepala gue sakit nih, nyut-nyutan terus,"

"Ya terus mau gimana? Emang udah resikonya kok," sahut Akbar menatap Yenaa.

"Anterin gue balik, deh. Mau kan?" Seru Yenaa menatap Akbar dan Dodit bergantian, dengan memasang wajah yang melas, berharap keduanya mau mengantar dirinya pulang dengan selamat.

"Iya.. iyaa.. gak usah dimelasin muka lo," cetus Akbar berdiri, merapikan celananya.

"Ayo Dit, lo gendong Yenaa, biar gue jalan di depan,"

"Dih?! Gila ya lo?!" Pekik Dodit.

"Hahaha... Ya enggaklah," sahut Akbar, lalu membantu Yenaa berdiri dan memapahnya berjalan kembali pulang ke rumahnya.

Dodit ikut membantu dengan di sebelah kiri Yenaa karena di sebelah kanan sudah ada Akbar. Yenaa tersenyum, berterimakasih, ternyata masih ada teman yang mau membantunya.

*****

"Loh, Yen, kamu kenapa?" Ujar Selin memberhentikan kegiatannya menyapu teras rumah saat melihat kedatangan Yenaa yang berjalan dibantu dengan kedua temannya.

Selin dibuat bingung, pasalnya kaki Yenaa tidak kenapa-kenapa tapi kenapa cewek itu sampai dibantu berjalan, dan... ada apa dengan kepalanya?

"Yen, kamu kenapa?"

"Ini Tan, Yenaa kepalanya kena bola, jadinya benjol deh," cerita Dodit dengan polosnya.

"Ya ampun... Kok bisa sih?!" Decak Selin mengambil alih posisi Akbar dan Dodit.

"Namanya juga lagi main bola, Tan. Jadi ya gitu.. untung aja cuma benjol, gak sampe kenapa-kenapa,"

"Tapi kok... jalannya sampai dibantu gitu? Emang kakinya juga luka?" Tanya Selin, heran.

Akbar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Hem... Enggak sih, tapi, iya kenapa ya kok kita malah ngebantu Yenaa jalan, padahal yang sakit kepalanya?"

Akbar jadi ikutan bingung, Dodit pun sama.

"Lah iya, gue baru sadar." Ceplos Dodit saat sadar ucapan Akbar, "Iya juga, kenapa harus dipapah jalannya? Kan yang sakit kepala,"

Yenaa tertawa keras, lalu menghampiri Selin yang berada di depannya. Ini terdengar lucu baginya, ide jailnya berhasil membuat kedua temannya kebingungan. Dia terkikik geli, apalagi ketika melihat wajah kedua temannya yang kebingungan, terlihat sangat lucu dan menggemaskan.

"Kamu kerjain mereka?" Tanya Selin berkacak pinggang.

"Nggak Bu.. aku jail aja, eh mereka malah nurut." Ucap Yenaa terkikis, geli. Bersembunyi dibalik tubuh Selin.

"Kamu ini..."

"JADI LO KERJAIN GUE?!" pekik Dodit berkacak pinggang, "Gila anjir! Eh tapi gue juga sih yang salah."

"Apa sih?"

"Udah ah, bodo amat. Yaudah Tan, Akbar sama Dodit izin pulang dulu," sargah Akbar menarik tangan Dodit untuk segera pulang setelah berpamitan sama Selin.

Dan setelah itu, Selin menarik tangan Yenaa agar anak itu berhadapan langsung dengannya. Yenaa masih aja terkikik walau kadang suka meringis karena kepalanya berdenyut nyeri.

"Udah puas?" Selin bersedekap dada.

"Iyaa Bu," kekeh Yenaa.

"Jangan diulangin," perintah Selin sebelum akhirnya pergi meninggalkan Yenaa masuk ke dalam rumah.

"Anjir," Yenaa terkikik geli, "Kok gue ngakak terus sih, eh tapi ni kepala masih nyut-nyutan aja, benjol emang ni ah kesel."

-----

Oke, sudah.
Jangan lupa tanggung jawabnya. Okee,

Jangan lupa baca ceritaku yang baru, judulnya Rasa Yang Tersapu Harap.
Semoga kalian juga menyukainya. Ya, kuharap.

Semoga harimu baik❤
15 November 2018

HARDEST CHOICE [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang