TIGA PULUH DUA

1K 50 2
                                    

[SUB JUDUL : PROMISE?]

Gue janji. Gue janji gak akan buat lo nangis lagi. Kecuali lo nangis bahagia dan gue pastiin itu karena gue
Aldebaran Genta

"Lo mau cari apa?" Zahra tersentak kaget karena Reza tiba-tiba muncul. Tangannya berhenti menarik kertas itu.

"Lah, malah diam. Cari apaan di kamar gue?" Reza beruntung. Ia kembali ke kamarnya tepat waktu. Terlambat beberapa detik saja, runyam jadinya. Sebab, kertas itu salah satu kunci masa lalu Zahra yang dirahasiakan oleh keluarga Wijaya.

"Eng..." Zahra mencari pulpen warna yang dicarinya tadi. Kemudian, ia menampilkan raut wajah yang berhasil menangkap pencurinya. "Ngambil pulpen dari maling," ujarnya dengan penekanan di kata 'maling'.

"Maksud lo gue?"

"Siapa lagi coba?"

"Gue udah bilang sama lo. Pas lo mandi kayaknya," jawab Reza enteng. Memang benar ia mengambil pulpen itu saat Zahra mandi. Tapi, ia tidak minta ijin untuk meminjamnya.

"Hmmm," balas Zahra singkat. Ia tidak langsung pergi. Ia ingin menanyakan isi surat itu secara langsung pada Reza. "Oh, ngomong-ngomong kertas ini isinya apaan?" katanya sambil menunjuk kertas yang tertutupi map-map di atasnya.

"Kepo aja lo. Udah sana balik ke kamar," kata Reza sambil berjalan mendekat ke arah Zahra bermaksud untuk mengusir adiknya.

"Iya-iya! Gak usah dorong-dorong juga," ucap Zahra sedikit kesal.

"Eh, tunggu bentar." Reza baru ingat tentang janjinya pada Hema. Ia akan mengajak Zahra untuk pergi besuk malam bersama mereka. Ada konser Sheila On7 di GOR UNY, Hema memintanya untuk membujuk Zahra.

"Lo ada acara besuk malam?"

"Gak ada... kayaknya."

"Ya udah, lo ikut gue nonton konser aja. Gimana?" tawar Reza yang sudah duduk sambil bermain ponsel pada Zahra.

"Konser apa? Dimana? Jam berapa?" Zahra jadi sangat antusias mendengarnya. Sudah lama ia tidak menonton konser. Saat konser inilah, sisi hangatnya, pribadi cerianya keluar. Ia sangat senang saat menjadi bagian dari orang-orang yang lompat-lompat. Berteriak ikut bernyanyi dengan vokalis meskipun suaranya tidak bagus.

"Sheila On 7 di GOR UNY jam 7 malam."

"Gratis kan?"

"Senang banget lo! Iya, gratis. Gimana? Kalau gak bisa gue kasih ke-"

"Oke, gue ikut. Cuma berdua?" Zahra menyetujuinya. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang bagus ini.

"Bertiga, sama Hema."

"Sip deh dia ikut. Jadi, gak boring sama lo doang, kak."

"Anjerr. Ya udah sana," kata Reza menyuruh Zahra pergi dari kamarnya.

"Dari tadi ngusir mulu."

"Lo mau gue apa-apain?" Reza menghentikan kegiatannya bermain ponsel lalu menatap Zahra dengan tatapan seolah akan menerkam.

"Apa? Gue bilang ke mama," kata Zahra yang membuat ekspresi wajah Reza berubah.

"Ah, lo beraninya gituan. Udahlah, buruan pergi. Gue sibuk sekarang. Hus-hus!"

"Dasar sok sibuk!"

Zahra pun meninggalkan. Reza malah tersenyum hampir ingin tertawa karena tingkahnya. Meski ia kerap memulai pertengkaran dengan Zahra, ia sangat menyayangi adiknya itu. Zahralah yang berhasil membuatnya berubah. Tentu saja berubah menjadi dirinya yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

A dan Z [LENGKAP] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang