TIGA PULUH ENAM

1K 57 0
                                    

[Putus atau lanjut]


Cukup gue aja yang ada dipikiran lo.
Di hati lo juga!
Adam S. M.

Sudah tiga hari sejak kejadian perkelahian Adam dengan Genta. Masih ada beberapa murid yang membicarakan kejadian itu saat dirinya lewat. Sebagian menyalahkan dirinya karena dua orang most wanted di sekolahnya jadi terlibat masalah. Zahra sangat merasa tidak nyaman. Tapi, ia hanya bisa diam. Ia sendiri sadar kalau memang dialah akar masalah kemarin itu.

Zahra sama sekali tidak keluar kelas saat istirahat pertama, artinya ia juga tidak ke perpustakaan untuk membaca seperti hari biasanya. Kemarin saja ada yang mengatainya saat ia akan ke perpustakaan.

Sejak kejadian itu juga, Genta tak mengganggunya lagi. Namun, sejak kejadian itu juga, ia belum mendengar kabar Adam. Cowok itu belum mengabarinya. Meski ia bisa memulai chat dulu, ia masih tidak berani. Lebih tepatnya ia tidak tahu harus memulai chat seperti apa. Ia selalu menunggu chat dari Adam.

Kata kedua temannya, Adam tetap ke kantin saat istirahat bersama teman-temannya juga. Tapi, tidak pernah menanyakan tentang dirinya. Terkadang Adam juga pergi duluan setelah ia selesai makan dan meninggalkan temannya yang masih asik makan. Bahkan beberapa bilang kalau dirinya dan Adam sudah putus.

"Lo gak ke kantin lagi?" tanya Moza. Ia khawatir dengan Zahra karena temannya itu tidak pernah keluar kelas selama tiga hari saat istirahat. Bahkan temannya itu tidak pernah ke perpustakaan, tempat favoritnya.

Zahra mendongak, mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya. "Gak, Za."

"Lo masih takut?" Zahra hanya diam.

"Udalah, Ra. Biarin mereka ngomong apa."

"Gue cuma gak mood kemana-mana."

"Lo masih nunggu chat dari kak Adam?" tanya Moza karena melihat Zahra menatap ponsel terus.

"Ra, sorry kalau gue kesannya nge-bela kak Adam. Tapi, kalau kak Adam jauhin lo, itu salah lo sendiri. Harusnya lo udah cerita dari dulu," kata Fira.

"Gue gak nyangka bakal kayak gini akhirnya," balas Zahra.

"Terus lo masih diam aja?" tanya Fira.

"Gue gak tau harus gimana."

"Sekarang gue tanya. Lo cinta gak sama kak Adam? Lo sayang gak?" Zahra tidak menjawab.

"Kalau iya, sekarang waktu lo yang berjuang."

"Sebaja-bajanya hati cowok, tetap aja bisa tergores kan. Sama kayak kak Adam. Gue yakin dia sedikit kecewa sama lo. Lo sama sekali gak cerita ke dia. Tapi, pas lo diganggu Genta, dia tetap ada buat lo."

"Iya, aku tahu."

"Kak Adam itu cowok terkeren lo tau kan. Bukan karena tampan atau lainnya. Tapi, dia sabar dan selalu berpikir panjang. Kalau cowok lain pasti udah tega mutusin lo waktu itu juga."

"Iya, aku juga tahu."

"Kalau tahu, kenapa lo masih mikir lagi buat chat duluan?"

"Gimana kalau dia gak respon? Gimana kalau emang dia marah banget atau bahkan kecewa sama gue?"

"Paling gak udah coba kan?"

"Iya, Ra. Tapi, lo juga harus siap sama kemungkinan buruknya. Kalau emang kak Adam kecewa sama lo, lo harus siap putus."

"Tapi, lo juga harus tau. Kita berdua bakalan ada di samping lo," kata Moza mengakhirinya dengan senyuman.

Zahra masih terdiam. Kedua temannya memang benar. Ia harus siap sama konsekuensi bahkan diputuskan sekalipun. Tapi, ia juga takut kalau hal yang ditakutnya ini memang terjadi. Sepertinya, ia memang sudah jatuh hati pada Adam.

A dan Z [LENGKAP] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang