EMPAT PULUH

1K 54 2
                                    

Cinta, harapan, patah dan kecewa itu saling berkaitan. Cuma waktunya aja yang berbeda.

A dan Z

Sebelumnya, cowok sunda itu tidak percaya dengan namanya kebetulan. Namun, akhir-akhir ini 'kebetulan' sering menghampirinya. Pertama, secara tak sengaja, Genta mendengar pembicaraan Hema dan Laras. Satu fakta yang ia dapatkan bisa jadi senjatanya. Ia semakin yakin, sebentar lagi tangan Zahra akan digenggamnya.

"Lo, Hema, kan?" tanya Genta sambil memiringkan kepalanya untuk melihat cowok yang duduk di bangku pinggir lapangan futsal.

Hema mengangkat satu alisnya, bertanya-tanya siapa cowok itu.

"Gue, Genta."

"Ada apa?" Nadanya menjawab kurang bersahabat. Hema pikir untuk apa harus bersopan santun dengan cowok yang sudah menyakiti hati Zahra.

Tanpa diminta, Genta duduk di sebelah Hema. "Gue cuma mau memastikan satu hal sama lo."

Hema diam, tidak ada minat sama sekali untuk menanggapi perkataan Genta. Pasti hal yang tidak penting atau minta sesuatu yang tak ingin ia lakukan.

"Apa benar Adam yang nabrak Zahra? Dulu, sekitar satu tahun yang lalu." Tangan kiri Genta memencet tombol rekam suara pada ponselnya. Bukti yang harus ia sertakan nanti.

Hema terdiam.

"Kenapa diam? Apa diam lo bisa gue artikan 'ya'?"

"Dari mana lo tau?"

"Di kafe, empat atau lima hari yang lalu. Dari cowok dan cewek yang duduk di meja dekat gue hari itu. Jadi, itu benar kan?"

"Apa urusan lo?!" Tidak akan ada hal yang benar kalau Genta tahu hal ini. Pasti akan ada masalah.

"Apa susahnya bilang ya atau tidak? Gue juga tahu kalau bukan Adamlah penyebab utamanya, tapi cowok lain. Cowok itu pasti lo kan?" Setelah hari itu, Genta berusaha menerka semua hal ia dengar di kafe itu. Menyambungkan semua kemungkinan.

"Siapa bilang cowok itu-"

"Kalau cowok itu bukan lo, bukankah lo harusnya lapor hal ini sama Zahra."

"Gue cuma gak mau Zahra shock. Gue gak suka lihat dia nangis."

"Karena lo suka sama dia?"

Tebakan Genta benar lagi. Hema bingung harus menjawab apa.

"Hah! Cuma bilang suka aja juga gak bisa. Dasar."

"Emang kenapa? Apa urusan lo?"

"Lo masih tanya? Gue bakal nglakuin apapun supaya Zahra balikan lagi sama gue."

"Mimpi lo!"

"Cukup rekaman ini gue kasih ke Zahra. Dia kecewa sama kalian. Tangan guelah yang akan dia genggam." Genta memperlihatkan layar ponselnya.

"Apa mau lo?!" Hema menyerah, percuma saja. Genta sudah punya bukti.

"Oke, lo cukup turuti kemauan gue."

Genta meminta Hema untuk mengatakan semuanya dari awal dan runtut. Ia akan merekamnya ulang. Hema mau tidak mau menyanggupi permintaan itu. Ia belum siap Zahra akan menjauhinya. Lebih baik Adam saja yang menanggung itu. Menyimpan perasaan selama ini saja sudah terlampau sulit untuknya. Apalagi harus berjauhan dengan Zahra nantinya.

Hema pamit pulang duluan pada teman-temannya. Mood sudah tidak full lagi karena pembicaraannya dengan Genta. Pertanyaan yang sama terus muncul di pikirannya. Apa cowok itu bisa dipegang omongannya? Apa dia hanya akan menyingkirkan Adam?

A dan Z [LENGKAP] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang