EMPAT PULUH TIGA

1K 61 3
                                    

Kalau menyakitkan itu bukan ending. Masih konflik. Yakin saja kalau ending selalu membahagiakan.
A dan Z

Kejadian tadi masih sangat melekat di ingatannya. Zahra memilih mengakhiri hubungannya dengan Adam. Ia tahu, tanpa sadar sudah menyakiti hati Adam. Jelas, secara tak langsung kalimat yang diucapnya tadi menyalahkan Adam.

Tapi, hatinya makin sakit ketika Adam menerimanya. Lalu, memilih mundur agar dirinya tidak terbebani. Sebenarnya ia tidak tahu harus bagaimana. Bertahan atau putus? Pergi atau kembali? Karena hatinya masih menaruh rasa pada Adam.

Sekarang, Zahra termenung menatap langit lewat jendela kamarnya. Langit senja berwarna oranye kini berubah gelap abu menghitam. Ia tak ada semangat untuk melakukan apapun dari pulang sekolah tadi. Setelah mandi saja, ia langsung berbaring di tempat tidur.

Ketukan pintu menyadarkan dirinya. Hana meminta ijin untuk masuk ke kamar anaknya.

"Zahra, mama masuk ya?"

"Iya, gak dikunci kok." Zahra memperbaiki posisi duduknya. Duduknya dengan kaki menyilang dan badannya tegap. Ia tidak mau membuat mamanya khawatir.

Hana pun masuk, lalu menghampiri Zahra. Meski anaknya itu terlihat kuat, ia tahu bahwa itu pura-pura. Ia bisa melihat anaknya benar-benar rapuh. Terutama hatinya. Khawatir, tentu saja. Namun, ia tak akan memperlihatkannya.

"Di bawah ada teman kamu. Kamu temui ya."

"Ma, aku udah-"

"Moza sama Fira yang datang. Ayo ke bawah supaya gak suntuk di kamar terus."

"Oh, ya udah bentar, Ma. Mama turun duluan aja."

"Ya udah, mama turun dulu."

Zahra mengecek ponselnya yang dicharger dari tadi. Ia juga tak menyentuh ponselnya sedari tadi. Ternyata, benar kedua sahabatnya mengabari akan ke sini. Ia pun turun setelah membasuh mukanya.

Ditemuinya Moza dan Fira di ruang tamu. Mereka yang tadinya duduk sekarang berdiri melihatnya muncul juga.

"Ih, lo, gue chat gak dibalas sih. Lagi apa?" Fira sedikit kesal karena ia sempat khawatir. Tapi, setelah telpon Hana, ternyata Zahra baik-baik saja.

Zahra malah tertawa kecil.

"Kok lo malah ketawa sih?"

"Habis lo lucu sih kalau kesal gitu," kata Zahra tidak terdengar sedang bersedih.

"Tau nih anak. Tadi, telpon gue kayak kebaran jenggot gitu. Kata khawatir lo kenapa-napa."

"Ya, kan gue peduli."

"Duduk dulu deh."

Mereka bicara ini itu. Banyak sekali yang mereka bicarakan. Rencana belajar bareng kalau mau UKK. Rencana liburan bareng. Pergi ke wahana air, arena bermain, mendaki gunung, main ke pantai, lihat-lihat bangunan sejarah atau foto studio. Mereka sudah merencanakannya. Sebenarnya hanya topik ini yang seru untuk dibicarakan.

Dulu kalau lagi ngumpul, mereka lebih suka membahas tentang cowok atau semacam cerita cinta. Membahas film-film romantis atau novel fiksi romantis. Lalu, ujung-ujungnya merembet ke hubungan Zahra dengan Adam. Namun, sekarang jelas tidak mungkin membahasnya. Moza dan Fira kesini berniat untuk menghibur Zahra. Bukan memperburuk suasana dan mood Zahra.

Sampai waktu makan malam tiba, Hana meminta mereka untuk makan dulu. Setelah itu, baru boleh lanjut curhat.

"Kamu, ke atas ajak papa sama kakakmu dulu," kata Hana pada Zahra. "Kalian langsung ke dapur aja ya. Sekalian bantu-bantu sedikit," lanjutnya pada Moza dan Fira.

A dan Z [LENGKAP] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang