pertanyaan menjadi pernyataan

343 24 0
                                    


Aku duduk di ruang tamu. Mainin hp dan nunggu chat tapi nggak berani chat duluaan karena takut ganggu karena Rogi takutnya lagi istirahat. Aku memutuskan masuk ke kamar dan pastinya lewat pintu dengan tulisan Guan Nya. Nama panggilanku dari ayahku. Nama yang aneh, tapi aku suka.

"Tuk" suara itu terdengar tiga kali. Rogi.

membuka pintu dan ternyata benar. Itu dia, si cowok yang sedang aku sukai. Dengan jaket hitam berhoodie dan jeans hitam dan baju juga sepatu putih.

"Masuk" ucapku. Rogi mengangguk dan masuk.

"Aku lupa. Kan kita ada janji ya? Belum ganti baju" ucapku terkejut.

"Bentar" aku masuk ke kamar. Dan keluar dengan sepatu hitam dan sweater hitam dan rok putih selutut.

"Yuk" ucapnya aku mengangguk dan meraih tas hitam di dekat pintu.

"Silahkan masuk,  Guan Nya." ucapnya membukakan pintu. Deg... Terdengar seperti ayah beberapa tahun lalu. Terbesit bayangan ayahku saat ayah meninggal. Cukup! Aku tersenyum lalu masuk ke mobilnya.

"Guan Nya siapa sih?" ucap Rogi melajukan mobilnya.

"Panggilan" ucapku.

"Namanya bagus" ucap Rogi.

"Makasih" ucapku. Rogi sunyi. Aku sudah yakin, Rogi adalah jawaban dari kata kata Izma "mending cari yang lain".

Kami berhenti di satu mall, aku membuka pintu. Dan Rogi berdiri disampingku. Menghampiri satu cewek berpenampilan modis.

"Kak, nih gue bawa calon model" ucap Rogi. Jika dilihat, semua orang berbaju hitam putih dengan model beda.

"Oh ini, yaudah. Kita coba. " ucapnya tersenyum. Dia terlihat ramah. Bahkan ceria dan powerfull.

"Namanya siapa?" tanyanya menyuruhku duduk di kursi didepan meja rias.

" Guan" ucap Rogi.

"Oh, panggilan atau nama samaran sih?" batinku.

"Oke guan. Kita coba kamu buat jadi model baju hasil desainer perusahaan kami. Kalo hasilnya bagus, kamu lulus dan kami contack pas ada hal yang bakal diiklanin. " ucapnya sambil membenarkan rambutku aku menyimak dan mengangguk.

"Yang diujung kanan" ucapnya, Rogi mengkode agar aku keujung dan memakainya diruang ganti yang disebelahnya. Aku memakainya, ternyata gaun merah dengan high heals hitam yang sengaja disenadakan dengan make up yang digunakan dimukaku oleh kakak tadi.

"Ikuti gaya difoto ini, ini, ini, sama ini" ucap Kakak itu. Buset! Gini rasanya, apa cuma gue aja. Pemotretan diruang terbuka dengan beberapa orang dengan papan dada berkertas. Nggak salah lagi, ini seleksi.

Aku lakukan sebisaku. Menghilangkan rasa malu. Dan Rogi yang fokus pada layar handphonenya. Yatuhan, kalo tahu gini mending nggak usah jadi model. 😑 Tapi jujur, Rogi mending nggak lihat karena kalo dia liat....yaampun. Mukaku.

Selesai, aku ganti baju dan menghapus make up dengan tisue basah ditas. Makd upnya agak tipis dari kebanyakan model yang kulihat di majalah atau model di jual barang online, tapi lebih tebal dari yang sering aku gunakan.

Rogi duduk di kursi tepat diujung. Dia berdiri dan tersenyum. Aku berjalan ke arahnya.

"Ini cuma seleksi. Kesananya bakal lebih mudah kok" ucapnya, aku mengangguk. Lalu kami pamit pada kakak itu dan Rogi ngajak nonton dan aku mau karena film itu aku nggak pernah nonton dan lagi hits.

Ternyata Rogi udah punya tiketnya, ternyata pas aku ganti baju dia nggak ada itu beli tiket. Tinggal membeli popcorn dan minuman. Kami masuk, ditengah, sedikit sepi karena memang sudah malam. Kami duduk, diatas nggak ada orang, biasanya nggak gini. Aku duduk dengan Rogi disampingku. Rogi melepas jaket hitamnya dan menyimpannya ditangan kursi.

Izma [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang