sakit

307 22 0
                                    

Aku ke kamar dengan berlari dan mengunci pintu. Aku pulang dengan Romi, tapi dia nggak masuk dulu. Ganti baju dengan celana selutut dan kaus putih polos. Aku menjatuhkan badanku ke kasur dibelakangku. Suara mobil lalu lalang membuatku pusing. Rasanya ingin ku bom saja jalan itu.
"Pake bom giltter ya? " kuyuk nyeletuk✌😂✌
"Itu buat pesta PA" ditimpuk sepatu bau.
Aku melepas ikat rambutku. Rambutku terurai tak jelas bentuk. Aku menutup mataku. Dan terdengar ketukan di pintu. Aku keluar kamar dan membuka pintu. Ada Romi, dengan tasku ditangannya.
Aku lupa aku malas bawa tas, jadi kumasukkan saja rasku yang kecil kempes hanya berisi make up ke tas Romi yang lumayan besar tapi kosong.
"Nih, main masukin aja" ucap Romi menyodorkan tasku. Aku senyum.
"Males bawa" ucapku mengambilnya.
"Masuk Mi" ucapku.
"Nggak ah. Udah ampir malem. Pulang aja" ucap Romi tersenyum lalu memutar badannya.
"Thanks. Hati hati ya" ucapku. Romi mengangguk. Ah, ibu datang. Romi disuruh masuk kayaknya tapi dia jawab
"Makasih tante" sambil pamit pulang.
Ibu melihatku yang ada di dekat pintu dengan tas ditangan. Kasian Romi, pasti udah sampe rumah dan balik lagi kesini.
Romi pergi dan Ibu masuk rumah dengan aku yang menutup pintu saat Ibu selesai masuk.
"Kenal Romi?" tanya Ibu. Aku mengangguk.
"Sekelas" ucapku. Ibu berkata "oh".
"Rencananya, Ibu jodohin kamu sama dia" ucap Ibu.
Deg...
"Ma, kuno kali dijodoh jodohin" ucapku masuk ke kamar tak mau berdebat karena kepalaku terasa berat dan ingin tidur segera.

👕👖👕👖👕👖👕👖👕👖

Paginya, badanku rasanya panas dan kepalaku berasa lebih berat dari truk yang berisi batu bata yang diatas kapasitas, yang kalo belok bikin takut tuh isinya keluar.
Aku mandi air hangat lalu memakai seragam dan jaket warna putih yang senada dengan seragam saat ini. Aku sarapan sendiri, dengan selai dan Roti, atau kalo mau yang lain roti dan selai.
"Perasaan roti sama selai, selai sama roti sama aja deh Nathania" kunyuk nyeletuk. Ditimpuk truk yang berisi batu bata yang diatas kapasitas, yang kalo belok bikin takut tuh isinya keluar.
Aku memakai tas dan sepatu, bisa juga sepatu dan tas. Lalu masuk ke angkot dan berhenti di gerbang sekolah.
Aku masuk kelas dan melipat tangan dimeja laku menyimpan kepala diatasnya. Ya....masih kepala yang beratnya kayak truk yang berisi batu bata yang diatas kapasitas, yang kalo belok bikin takut tuh isinya keluar.
Reno ke kelas dan menyapaku. Aku hanya menjawab drngan lambaian tangan.
"Sakit?" tanya Reno duduk di sampingku. Aku menggeleng.
"Uks?" ajak Reno. Aku menggeleng.
"Yaudah, kalo nggak mau. Tapi kalo nggak kuat bilang" ucap Reno. aku mengangguk. Reno mengambil handphone di sakunya dan mendapat telpon dari Chelsea dan dia keluar lalu mengangkat telpon.
Aku menutup mata. Tapi mataku terbuka kembali saat seseorang memegang keningku. Romi.
"Ke UKS ya" ucapnya sambil melepas tangannnya dari keningku.
Aku menggeleng.
"Udah makan?" tanya Romi lagi, aku mengangguk. Romi menghela nafas.
"Yaudah" ucapnya tak ingin memaksaku untuk ke UKS. Lagian juga aku nggak mau dipaksa.
Entah berapa lama aku terlelap. Karena saat membuka mata ada beberapa murid. Lima menit menuju kelas. Tapi pak Atur nyuruh ke lapangan. Bedebah!
Aku berjalan ke lapangan tanpa jaket karena upacara ngggak boleh pake jaket. Aku nggak tahu upacara, karena ini hari Rabu.
Aku baris di barisan tengah. Entah berapa menit lagi aku bisa bertahan. Baru setengah upacara pemberitahuan ujian ujian untuk kelas XII dan pengumuman entah apa lagi. Yang kuingat badanku lemas dan semua hitam, juga suara seseorang memanggil namaku.

❇❇❇❇❇

Aku membuka mata. Ada Romi yang memegangi minyak kayu putih di dekat hidungku dan matanya ke tangan sebelahnya yang memegang handphone. Haha, jailin ah.... Senyum senyum kejahatan dan aura aura kejailan memenuhi ruangan.
"Aw.. Perih ih. Kena mata" ucapku histeris dan memegang mata kiriku yang paling dekat dengan kayu putih. Ya.. Walau jaraknya nggak terlalu dekat. Romi melirik ke arahku dan segera menutup kayu putihnya.
"Sorry sorry" ucap Romi panik dengan muka over control. Ngakak deh kalo liat dia panik gini.
"Bawain air ucapku dengan menggerak gerakan tangan kananku ke atas kebawah seolah menyuruh Romi. Romi berlari kecil ke arah kran. Aku bisa dengar suara air mengalirnya. Dia kembali dengan air segayung.
Aku ketawa karena nggak tahan liat dia panik gitu. Muka Romi bingung sampai akhirnya dia sadar kalau dia sedang aku kerjai.
"Dasar" ucap Romi menyimpan air segayung dibawah kasur UKS yang sedang aku pakai. Lalu mencipratkan sedikit ke mukaku. Aku mencoba berhenti ketawa dan berhasil walau memakan waktu.
"Bikin panik aja" ucap Romi padaku. Aku senyum aja.
"Udah makan belum?" tanya Romi.
"Belum dua kali" ucapku asal. Romi senyum.
"Mau makan lagi?" tanyanya seolah mengejek.
"Ogah" jawabku.
"Bentar" Romi berdiri dan mengambil obat di kotak putih kecil yang digantung dipojokan.
"Nih" ucap Romi menyodorkan satu obat putih yang lumayan besar bagiku.
"Nggak ada air?" tanyaku mengambil obat itu.
"Nih" ucap Romi menyodorkan air di gayung.
"Ih" ucapku. Romi tersenyum lalu menyimpan gayung ke kolong dan mengambil air minum di gelas yang diambil dari galon. Bukan kran ya...
"Nih. " ucap Romi. Aku mengambilnya dan meminum obatnya. ah, maksudnya obatnya dimakan terus didorong pake air. Bukan minum obat, karena obatnya tablet.
"Nggak perlu dijelasin kali Nathania. Readers kita kan pinter!" kunyuk nyeletuk.
"Diem lo Thor. Atau palu lo gue jual " Nathania mengangkat palu suci Author. Oh noooooo.........
Ak menyandarkan badanku ke tembok. Romi duduk di bawah dan kembali pada handphonenya.
"Jam berapa nih?" tanyaku.
"Jam sembilanan. " ucap Romi.
"Udah ada surat Izin buat pulang. Jadi kapan aja mau pulang bisa" ucap Romi.
"Mau pulang?" tanyanya. Aku berkata mmmmmmmm.
"Aku anterin." ucap Romi. Aku dengan cepat mengangguk. Romi mengangguk lalu berdiri.
"Yuk" ajaknya. Aku mengangguk.
Aku memakai sepatu dan berjalan pelan bersamanya dengan menggandeng sebelah tangannya karena aku agak pusing, kami berjalan  ke parkiran. Dia bawa mobil rupanya.
Romi membukakan pintu dan aku masuk lalu dia menyusul. Dia melajukan mobilnya dan ke arah rumahku.
"Mobilnya dilajuin? Nggak dinyalain mesinnya? Wuih ..." kunyuk tepuk tangan.  Seketika palu Thor nimpuk kepala si author kunyuk.
Kami sampai di depan rumahku. Romi turun duluan dan mengajakku keluar. Tanpa kusuruh masuk, dia masuk sambil menggandeng tanganku.
Dia duduk disampingku. Lalu dia memegang keningku.
"Pusing nggak?" tanyanya.
"Kalo nggak pusing, mana mungkin jalan sempoyongan" ucapku nyeletuk
"Besok jangan sekolah aja. Takutnya makin parah" ucap Romi. Aku mengangguk.
"Tidurin gih" ucap Romi aku menatapnya lalu membuang muka.
"Aku tidur, terus kamu pulang. Gitu?" tanyaku. Romi mengangguk.
"Lah, tunggu sampe mama pulang kek. " ucapku. Romi menghela nafas lalu mengangguk.
Aku berjalan ke kamar, rasanya pusing, tapi aku memaksakan diri dan berusaha agar tak terlihat sempoyongan. Tapi seseorang memegang tanganku dan membantuku berjalan. Romi. Dia memapahku kekamar. Lalu aku duduk di kasur.
"Kalo butuh apa apa bilang aja" ucap Romi. Aku mengangguk.
Aku menidurkan badanku di kasur dan berselimut. Romi duduk di meja rias dengan handphone didepannya. Kupikir dia berfoto di meja riasku, tapi ternyata dia main game, terdengar saat loading. Tapi segera dia silent.
Emang harus banget dia disana?" batinku. Ah, sudahlah. Aku berusaha tidur saja. Entah bagaimana, aku tak bisa tidur padahal mataku berasa berat. Tapi entah bagaimana aku bisa tertidur juga.
Aku membuka mata. Ternyata Romi nggak ada. Dan obat di plastik putih ada ditempatnya duduk. Aku mengucek mata lalu keluar kamar. Sepi. Dengan pintu terkunci. Wait? Pintu dikunci? Berarti kuncinya dibawa Romi.
"Mi....angkat!!!" ucapku menelpon Romi. Dua kali mencoba dan diangkat di ketiga kali.
"Mi...kunci rumah mana?" tanyaku.
"Eh iya" ucap Romi.
"Aku lempar lewat pentilasi udara kamar kamu. Tadinya mau mendarat dimeja. Tapi malah jatoh ke ujung meja rias" ucap Romi.
"Thanks obatnya" ucapku sambil mencari kunci di pojokan, dan ada.
"Iya" ucap Romi.
"Ibu dah pulang?" tanya Romi. Tadinya aku mau menggeleng. Tapi ingat bahwa Romi tak bisa melihatku.
"Belum" ucapku duduk di kursi.
"Aku temenin ya" ucap Romi.
"Terserah" ucapku.
"Aku OTW ya" ucap Romi.
"Iya. Ati ati" ucapku. Sambungan terputus. Aku langsung cek pulsa dan pulsaku tiga ribu melayang. Hiks... Gapapa lah, besok beli lagi yang goceng.
Aku duduk di kursi sambil menunggu Romi setelah mencuci muka dan mengganti bajuku dengan baju tidur hitam panjang.
Tak lama, seseorang mengetuk pintu. Romi. Dia berkaus putih jaket hitam yang senada dengan celana dan sepatunya. Sama seperti setelan kesukaanku.
"Hey" ucapnya. Aku mengatakan hal yang sama lalu dia duduk disampingku. Dia membawa dua box bubur ayam hangat yang entah dapet dari mana sore sore gini.
"Makan dulu" ucapnya sambil membuka kresek itu. Dia membuka keduanya dan menyimpan satu didepanku.
"Abisin" ucap Romi
"Iya. Thanks" ucapku. Romi mengangguk dan memakan satu box yang ada didepannya.
Aku menyuapakan satu sendok ke mulutku. Bubur nasi ini kayaknya dicampur obat deh. Pahit.
"Suapin?" tanya Romi. Aku menggeleng.
"Nggak usah" jawabku. Romi mengangguk dan melanjutkan makannya dengan aku yang maksakan makan.
"Ngantuk ih" ucapku sambil menguap setelah minum dan menghabiskan setengah bubur.
"Tidurin aja" ucap Romi.
"Iya. Kalo mau pulang, kayak tadi aja" ucapku. Maksudku kuncinya masukkin lewat pentilasi udara. Romi mengangguk. Aku berdiri dan berjalan ke arah kamar. Tapi berhenti dan menyandar ke tembok. Sesrorang mengangkatku, ternyata Romi menggendongku gaya bridal dan membawaku ke kamar dan mendaratkanku ke kasur.
"Lama amat" maki Romi. Aku menjitaknya.
"Sakit masih bisa jitak" ucap Romi tersenyum lalu mengacak rambutku.
"Ih" ucapku membenarkan kembali poniku.
"Tidur gih" ucap Romi. Aku mengangguk lalu menarik selimut. Romi yang sedari tadi duduk di sampingku mencondongkan kepalaku agar aku menyandar padanya. Dan aku tak keberatan.
"Kalo kamu udah tidur, aku pulang" ucap Romi membelai lembut rambutku.
"Iya" ucapku.

@ : "thor, kok Nathan nggak nongol sih Thor?"

Nathan : "iya nih, Thor tega. Hiks"

Kunyukthor : "iya iya, besok nongol deh."

'kalo nggak lupa'
(Ketawa jahat)

Izma [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang