Chapter 15 (Penyesalan Selalu Datang Di Akhir)

1.6K 65 55
                                    

•√• •π• •√•

Rayeen menangis di dekapan Alina, rasa sakit di hatinya semakin meluas dan tak kunjung mereda. Membuatnya sangat rapuh, meski ia mencoba tegar selama ini tapi sebenarnya ia bisa lemah jika di hadapkan dengan persoalan seperti itu.

Seketika Alina menyesal karna menyuruhnya bercerita, jika saja dari awal ia tau kalau kisah masa lalunya sekelam ini mungkin ia tidak akan mau mendengarnya dan memaksanya bercerita.

Tapi kini semuanya sudah terlambat, Rayeen sudah terluka sekali lagi hanya dengan mengingat semua kejadian di masa lalu itu.

"Maafkan aku Ray, aku sudah membuat mu kembali terluka. Aku.." Alina tak meneruskan pembicaraannya karna Rayeen memeluknya dengan sangat erat, mengisyaratkan agar Alina tak lagi berbicara.

Setelah beberapa saat, Rayeen melepas pelukannya. Tapi tak mengatakan apapun karna mereka berdua bungkam dan berdiam diri menatap kekosongan, sampai akhirnya mereka kembali dalam kesadaran masing-masing. Lebih tepatnya Alina yang menyadarkan Rayeen dengan elusan di pundaknya.

"Ray, sayang. Apa kau sudah baikan??"

Rayeen menoleh. "Hmmz, aku sudah baikan. Ayo kita pulang," ucap Rayeen lesu.

"Kalau begitu biarkan aku yang menyetir," tawar Alina tanpa di bantah oleh Rayeen.

Meski ia tak yakin Alina bisa mengemudi tapi apa boleh buat ia sudah tidak punya tenaga lagi untuk berbicara apa lagi untuk mengemudi. Tubuhnya benar-benar sedang berada dalam tingkat paling buruk saat ini, sama seperti beberapa tahun yang lalu saat Elvia meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Rayeen hanya bisa bersandar nyaman sambil memejamkan matanya di kursi sebelah Alina, saat mobil kesayangannya mulai melaju dengan perlahan. Ia tak menyadari kalau Alina sesekali memperhatikannya dengan raut wajah khawatir. Alina takut kalau lelaki di sampingnya itu akan lama memulihkan dirinya, tapi Alina salah.

Rayeen yang saat ini berbeda dengan Rayeen yang dulu, ia tak selemah apa yang Alina kira. Ia hanya syok dan sedikit terguncang dengan apa yang terjadi dulu, terlebih ia harus mengingat mimpi buruk itu lagi.

Ia takut setelah Alina tau ia akan meninggalkannya karna riwayat keluarganya yang menurutnya merusak masa depannya. Oleh karna itu, Rayeen begitu agresif dan posesif pada Alina dan bahkan melakukan semua itu 'merenggut kesuciannya' agar tak ada alasan baginya ataupun Alina untuk saling meninggalkan.

Rayeen tau semua itu salah, tapi apa boleh buat. Ia terlalu menyayangi Alina dan bahkan sedikit trauma, ia tidak mau lagi kehilangan cinta sejatinya yang selama ini ia cari dan bahkan ia harus rela menyandang gelar playboy demi menemukan kembali cinta sejatinya, padahal ia sendiri tidak menginginkan itu.

.

Sesampainya di rumah Rayeen, Alina tak langsung masuk. Ia malah bingung harus apa, ia tak tega harus membangunkan Rayeen yang tengah terlelap. Ketika Alina ingin keluar dari mobil, kebetulan Rayeen bangun dan menyadari kalau mereka sudah sampai di rumah.

"Apa kita sudah sampai??" tanya nya sedikit serak.

"Sudah, apa kau bisa berjalan Ray?? Atau aku panggil pak Adrie untuk memapah mu masuk ke dalam??" saran Alina.

"Tidak perlu. Aku hanya membutuhkan mu, bukan siapapun," ucapnya penuh kelelahan.

Alina pun mengerti dan langsung memapah Rayeen kedalam rumah menuju kamarnya dengan di tatap heran pak Adrie. Mungkin pak Adrie ingin membantu tapi melihat keduanya pergi tanpa berucap dan seperti ada sedikit masalah, pak Adrie pun mengerti dan kembali ke pos jaga di depan.

Good Girl or Naughty Girl (END) 🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang