Chapter 42 (Melarikan Diri)

390 30 4
                                    

•√• 🐾 •√•
🐾


Ke esokan harinya di taman belakang Royale Village, Alina dan Rayeen sedang bicara. Mereka sedang merencanakan pelarian dan yang lain pun sudah siap di masing-masing tempat. Karna mata-mata itu akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri semua ini.

Rencana sudah di susun dengan matang dan sosoknya sudah mulai bergantian dengan Irfan, karna Barry sempat mencurigainya dan untung saja waktu itu Irfan sudah menggantikan'nya jadi semuanya masih terbilang aman.

Meski begitu, Barry tidak akan melepaskan perhatian'nya begitu saja jadi apapun yang akan di lakukan harus di perhitungkan secara matang. Dan sayangnya, Barry memergoki mereka berduaan di taman belakang dan mau tidak mau Rayeen harus mengakhiri penyamaran'nya dan melarikan diri bersama Alina pada saat itu juga.

Untung saja mereka berada dalam jangkauan pelarian jadi memudahkan mereka untuk keluar dari kungkungan Royale Village, medan'nya memang sedikit berat tapi berkat rencana yang matang semuanya di lalui dengan mudah sampai suara tembakan terdengar dan sialnya peluru itu mengenai pundak sebelah kanan Rayeen sampai tembus.

Sepertinya tembakan itu berasal dari atas menara pengintai Royale Village dan Alina melihat sosok Barry berdiri di atas sana dengan senapan laras panjang yang masih mengepulkan asap putih dan itu tandanya dialah orangnya yang sudah menembak ke arah mereka dan mengenai Rayeen.

"Jangan hiraukan dia, cepat naik dan pergilah. Kita tidak punya banyak waktu, di sana ada anak buah Julian yang akan mengarahkan mu."

"Tidak!! Kita akan pergi bersama-sama," Alina membantu Rayeen naik ke atas motor trail. "Pegangan yang erat," Alina mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.

Meski tangan'nya terasa sakit dan mati rasa tapi Rayeen bisa berpegangan dengan erat, setidaknya untuk saat ini.

"Bertahanlah Ray," Alina masih mengendarai sepeda motornya dengan lihai sampai salah satu anak buah Barry berhasil menyusulnya.

Tembakan demi tembakan berhasil ia lewati sampai peluru itu mengenai ban motor dan memecahkan'nya, motor oleng dan Alina terjatuh bersama Rayeen. Mereka berdua mendarat dengan selamat, hanya sedikit lecet yang di derita.

"Alina, apa kau baik-baik saja??" Rayeen menghampiri Alina yang terjatuh sedikit jauh darinya.

"Aku baik-baik saja, kau sendiri bagaimana?? Apa luka mu menjadi semakin sakit??" Alina memeriksa tubuh Rayeen dengan panik.

"Tenanglah sayang, semuanya baik. Kau tidak perlu cemas seperti itu," Rayeen tersenyum pahit, rasa sakit di pundaknya semakin menjadi.

Alina memeluk Rayeen lega sampai melupakan luka tembak di pundaknya.

"Akh!!" Rayeen mengerang.

"Ada apa?? Apanya yang sakit??" Alina kembali panik.

"Kau melupakan luka di pundak ku, sangat menyakitkan saat kau memeluk ku erat seperti tadi."

Alina tersenyum ngeri. "Maaf, aku tidak sengaja."

"Tidak masalah, sepertinya mulai saat ini kita harus lari. Apa tidak masalah??"

"Tentu saja tidak, anggap saja olahraga dan itu akan lebih menyenangkan."

Rayeen tersenyum geli, merekapun berlari bersama bergandengan tangan menelusuri jalan yang sudah di siapkan sebelumnya. Meski jalan itu masuk jauh ke dalam hutan tapi tanda yang mereka tinggalkan masih ada di sana dan siapapun yang mengikutinya tidak akan tersesat meski sedalam apapun hutan yang kau masuki.

Tentu saja tidak mudah melakukan itu tanpa bantuan alat canggihnya Tony, semuanya akan terasa berat saat semuanya tanpa kecanggihan teknologi. Dan anehnya semua alat itu tiba-tiba saja lenyap entah kemana, Tony tidak akan mungkin mengambilnya tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Good Girl or Naughty Girl (END) 🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang