Chapter 39 (Sport Jantung)

587 36 5
                                    

•√• 🐾 •√•
🐾


Balon udara terbang rendah di langit malam yang kelam, Barry masih memeluk Alina yang ketakutan. Bukan'nya membaik, Alina malah semakin ketakutan karna Barry sangat enggan menurunkan balon besar itu, jadi ia menerbangkan'nya hanya melebihi batas tinggi pohon yang paling tinggi agar keranjangnya tidak tersangkut.

Bukan'nya tanpa alasan ia melakukan itu, ia terlalu nyaman memeluk tubuh Alina yang lembut dan hangat. Alina seperti anak kucing menggemaskan yang meringkuk di pangkuan membuat siapa saja ingin sekali mencubit dan menciumnya.

Suasana ini sangat canggung dan entah sejak kapan ketidak normalan memenuhi udara membuat sesak orang di dalamnya.

"Alina aku mencintai mu, tetaplah berada di sisi ku."

Alina menatap Barry penuh tekanan, di dalam hatinya ia ingin sekali menyingkirkan Barry dari hidupnya dengan melemparnya dari balon udara ini.

"Barry, bisakah kita turun dari balon udara sialan ini?? Aku masih ketakutan," Alina mengalihkan pembicaraan, ia mendorong Barry menjauh dari dekatnya.

"Kenapa kau selalu mengalihkan pembicaraan saat aku berbicara serius?? Apa kau masih bersikukuh agar aku melepaskan mu dan kau bisa kembali pada bajingan itu, begitu??" Barry marah dan kecewa.

Kelamnya malam tak sekelam hatinya yang terluka, lagi-lagi Alina menolaknya dan itu masih secara terang-terangan. Ia pikir selama ini Alina mulai menyukainya karna bersikap patuh, tapi nyatanya apa?? Ia masih bersikukuh dan keras kepala seperti sebelumnya.

"Kau sendiri tau jawaban'nya, kenapa masih bertanya??" Alina tak berani bangun dan menatap orang di depan'nya, ia hanya duduk sambil bersandar.

"Itu karna aku ingin memastikan'nya sendiri kata-kata itu keluar dari mulut mu," geram Barry semakin tak terkendali. Ia mencengkeram rahang Alina kuat, Alina sampai meringis kesakitan.

"Barry lepaskan aku, kendalikan amarah mu!!"

"Kau sungguh orang yang berprinsip Alina, kau orang yang sangat setia. Tapi sayang, kesetiaan mu tidak bisa aku milikki." Barry tersenyum kecut. "Kini aku harus apa agar kau berpaling darinya dan memberikan kesetiaan mu itu pada ku??"

"Barry lepaskan!!" Alina tak merespon, rasa sakit mencengkeram wajahnya membuat ia tak bisa berfikir, air mata mengalir begitu saja tanpa ia minta.

Tak ada isakkan, hanya ada air mata kepedihan dan ke sakitan yang terlihat. Air mata itu keluar dengan deras saat Barry melepaskan cengkeraman'nya dari dagu Alina.

"Aku mencintai mu dengan tulus, tak bisakah kau melihatnya dan merasakan'nya??"

Alina diam, ia masih menetralkan emosi dan perasaan'nya yang tak menentu. Ia marah dan ia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain diam menghadapi orang dengan gangguan bipolar seperti Barry. Ketakutan sungguh menghantuinya saat ini sampai ia ingin memilih untuk mati saja di bandingkan harus menghadapi situasi seperti ini.

Di satu sisi ada seorang Barry yang sangat temperamen dan emosional, di sisi lain'nya ada ketakutan lain mencengkeram jiwa saat pobianya yang takut akan ketinggian di uji.

Amarah dan ke sakitan menyatu menjadi satu di saat hasrat tak tersalurkan di sanalah awal dari kehancuran. Barry mulai tak terkendali, ia mencium Alina dengan paksa dan membabi buta.

Ciuman itu sangat kasar tapi terasa manis secara bersamaan sampai Alina hampir terlena di buatnya, ia belum pernah merasakan sensasi aneh seperti ini karna saat ia berciuman dengan Rayeen hanya ada rasa manis penuh cinta dan ketulusan, tidak ada perasaan takut karna di dominasi seperti ini dan itu sangat tidak nyaman.

Good Girl or Naughty Girl (END) 🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang