Chapter 37 (Perubahan Rencana)

539 31 2
                                    

•√• 🐾 •√•
🐾


Tiga hari sudah berlalu, setiap malam Alina habiskan bersama Rayeen. Berada di pelukan'nya membuatnya terasa nyaman dan aman, tak ada rasa takut lagi bila ia berada di dekatnya.

Dengan terbalut selimut tebal Alina menutupi tubuh telanjangnya dengan nyaman, punggungnya bersandar di dada berotot Rayeen yang hangat.

Mereka baru saja menyelesaikan ritual malam, karna semenjak Rayeen berada di sini ia tak lagi tidur sendirian. Rayeen selalu menemaninya meski tubuhnya adalah imbalan'nya, itu adalah kesepakatan yang harus ia terima.

Tidak adil memang tapi Alina menyukainya, lebih baik selalu berada di dekatnya dengan tubuh telanjang dari pada sendirian dengan rasa dingin yang menusuk. Alina tak menyukai kesendirian yang sepi, karna lambat laun rasa tidak nyaman itu akan membunuhnya.

"Ray??" ucapan Alina memecah keheningan malam.

"Hmmz.." Rayeen masih menutup matanya dengan nyaman, mengatur kembali energinya yang hampir terkuras habis.

Alina memiringkan tubuhnya menghadap Rayeen yang tidur terlentang di depan'nya, tangan'nya memeluk erat pundaknya.

"Apa kau tidak lelah setiap malam menggerayangi ku??" Alina tidak bisa tidur itu sebabnya ia menanyakan sesuatu yang tidak penting seperti ini.

"Tidak," Rayeen masih menutup matanya malas. "Kau sendiri bagaimana??"

"Aku??" Alina menunjuk dirinya sendiri namun masih dalam pelukan. "Tentu saja lelah," ucap Alina seadanya ia ingin tau respon seperti apa yang akan Rayeen berikan saat ia mengatakan itu.

"Kalau begitu tidurlah karna besok malam masih akan berlanjut, kau harus mejaga stamina mu agar tidak mudah lelah."

Dalam hati Rayeen merutuki perkataan'nya yang tidak tahu malu, berusaha menebalkan wajahnya yang memang selalu ia biarkan apa adanya saat bersama kekasihnya ini.

Alina juga tau kekasihnya ini adalah tipe orang yang suka blakblakan jika bersama orang yang di percayainya, apa lagi ia adalah kekasihnya tentu saja tidak ada satu katapun yang bisa di sembunyikan.

Alina tersenyum. "Dasar tidak tahu malu," ia mencibir tapi masih saja menuruti perkataan'nya seperti anak kecil yang mudah di bujuk.

"Anak baik," Rayeen tersenyum nakal.

Tubuh Alina ia dekap dengan erat menyembunyikan kepalanya di dadanya yang hangat, tangan kanan'nya yang bebas menelusuri pinggang ramping Alina dengan nakal dan mendarat tepat di bokongnya membuat yang empunya merespon dengan manja.

"Berhentilah mengganggu ku kalau tidak aku akan menendang mu keluar dari kamar ini," ancamnya saat ia merasakan cengkeraman di bokongnya semakin kuat.

"Baiklah, baiklah, aku menyerah. Kita tidur," Rayeen menarik tangan'nya yang bermain-main di bokong Alina dan meletakkan'nya di dadanya sendiri.

Kantuk pun akhirnya menyerang keduanya sampai pagi yang cerah hampir menghilang dari pandangan, mereka kesiangan. Untung saja di luar masih sepi meski waktu sudah menunjukkan pukul 07.17 menit.

Rayeen yang sudah memakai pakain'nya dengan lengkap keluar dari kamar mandi di ikuti Alina dengan handuk yang melingkari tubuhnya.

"Apa kau sudah menghubungi Davi??" tanya Alina sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.

"Sudah, tapi tidak ada balasan." jawab Rayeen frustasi, entah sedang apa orang itu sampai panggilan'nya tak ia respon.

Rayeen belum bisa keluar dari kamar Alina tanpa campur tangan Davi karna dari luar Davi bisa melihat situasi, jadi ia bisa keluar dari kamar ini dengan leluasa. Tapi sekarang ia tidak bisa karna Davi tidak ada, jadi ia hanya bisa menunggunya.

Good Girl or Naughty Girl (END) 🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang