•√• 🐾 •√•
🐾Sudah hampir dua hari Arini berada di rumah Rayeen, tapi tak sekalipun ia melihat ataupun bertemu dengan William. Rayeen dan yang lain'nya masih menyembunyikan keberadaan dan keadaan'nya, mereka belum siap memberitahukan'nya.
Arini terlalu rapuh, mereka tidak bisa memberitahukan'nya begitu saja sebelum konsultasi dengan dokter. Arini yang tidak merasa aneh sedikitpun diam saja, menuruti semua perkataan Rayeen dan Mario. Ia tau semua itu untuk kebaikan'nya dan ia juga tidak ingin William khawatir perihal kondisi kesehatan'nya.
Pagi ini ia terbangun dengan peluh membasahi dahi dan wajahnya, Arini bermimpi buruk dan mimpi itu terasa sangat nyata.
"Mimpi apa itu?! Kenapa menyeramkan sekali??" tak terasa air matanya menetes dan mengalir bercampur dengan keringat di wajahnya.
Dadanya sesak dan hatinya hancur saat mengingat mimpi yang baru saja hadir di tidurnya, ia bermimpi William meninggalkan'nya untuk selama-lamanya. Dalam kegelisahan Arini pergi dari kamarnya untuk mencari Rayeen dan memastikan kalau semuanya baik-baik saja, dan mimpi yang ia alami hanyalah bunga tidur dan tidak akan menjadi kenyataan.
Arini menyeret kakinya menuruni anak tangga satu persatu, tangan kirinya meremat di dada sedangkan tangan kanan'nya mencengkeram ujung pegangan tangga. Meski tubuhnya lelah dan jiwanya terusik ia tetap semangat mencari kebenaran, kini ia sudah berada di anak tangga paling bawah.
Tangan'nya masih mencengkeram pegangan tangga erat, kakinya lemas seperti jeli namun masih bisa berdiri. Pandangan'nya terarah ke setiap ujung ruangan yang sepi dan berhenti di punggung kedua anak muda yang sedang berbicara serius.
Arini ingin berteriak atau sekedar berkata, tapi suaranya tidak keluar malah tertahan di tenggorokan'nya. Mungkin karna ia terlalu banyak menangis jadi suaranya tersendat dan serak, ia tak lagi memaksakan diri untuk bicara dan perlahan menghampiri keduanya.
Dari kejauhan ia mendengar kalau Rayeen sedang bicara dengan Mario mengenai William kekasihnya, Arini langsung antusias tapi langkahnya terhenti saat ia mendengar kalau keadaan William kini semakin kritis karna donor hati yang cocok dengan'nya belum juga di temukan.
Arini yang awalnya ingin bergabung langsung bersembunyi di balik tembok untuk menguping pembicaraan keduanya, ia ingin tau pembicaraan apa saja yang keduanya bicarakan dan hal apa saja yang mereka sembunyikan darinya.
"Aku tidak tau harus mulai dari mana menjelaskan'nya, aku tidak bisa melihat kak Arini hancur. Mario apa yang harus aku lakukan??" Rayeen meminta pendapat.
Mario memegang pundak Rayeen dan menepuknya dua kali. "Kau harus melakukan'nya Ray, cepat atau lambat kak Arini pasti akan tau. Entah darimu atau dari orang lain dan semua itu akan memperparah keadaan jika ia tau dari orang lain."
"Kau benar, tapi bisakah kau membantuku bicara padanya??"
"Tenang saja, aku akan membantu mu."
Keduanya tersenyum simpul seakan mengerti pikiran satu sama lain. Mereka tak lagi mengobrol dan memilih untuk menikmati rintik hujan yang entah dari kapan turun'nya.
Suasana menjadi sangat tenang dan nyaman tapi tak bisa menenangkan hati Arini yang gelisah, pikiran negatif dan prasangka buruk menghantui nalurinya yang mengatakan adanya ketidak beresan. Meski ia menguping tapi perkataan Mario dan Rayeen tidak terlalu jelas jadi ia hanya mendengarnya samar.
"Ada apa ini?? Kenapa mereka membicarakan sesuatu yang tidak jelas, ada apa dengan William sebenarnya??" gumam Arini dalam hati, ia masih setia menguping tanpa berniat menampakkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Girl or Naughty Girl (END) 🍁
Ficción GeneralWarning 18+ (Harap bijak dalam memilih bacaan). Prolog: Pagi ini, pagi hari senin tepatnya. Hari-hari ku tak ada yang spesial karna aku memulai aktivitas kuliah ku dengan seperti biasa, yaitu dengan wajah muram tak bersemangat. Bukan karna dosen ata...