•√• 🐾 •√•
🐾
[ Rumah Sakit Foothills Medical Centre (FMC) - Kamar Rawat William ]
Arini sudah mengetahui semua yang terjadi selama ini pada William dan kini ia tengah bersamanya, menatap wajah damainya yang tengah terlelap. Sudah dua bulan ini keadaan William seperti itu, ia bagaikan mayat hidup yang tengah tertidur.
Hatinya hancur, ia tidak pernah menyangka keadaan kekasihnya itu akan separah ini. Apa lagi semua ini terjadi karna ia ingin menyelamatkan'nya dari para penculik, hatinya semakin di selimuti rasa bersalah.
Sudah berkali-kali ia mendesak agar mereka memeriksanya dan bersedia untuk pendonoran, tapi Rayeen bersikeras menolaknya dan jika Arini masih punya pikiran seperti itu maka ia akan menjauhkan'nya dari William dan Arini tidak mau itu, jadi dengan terpaksa ia menurutinya dan melupakan semua niatnya itu.
Rayeen yang datang sedari tadi hanya bisa berdiri di luar melihat ke sedihan Arini yang semakin hari semakin membuatnya terluka, Ia tidak bisa melihat Arini terus-terusan seperti itu. Tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa selain menguatkan'nya dan terus mencari donor hati untuk sang kakak.
"Ray?? Sedang apa kau di sini, kenapa tidak masuk??" tanya dokter Trishtan seraya menepuk bahunya.
Rayeen menoleh. "Aku ingin masuk tapi aku tidak sanggup," Rayeen masih terlihat sedih.
"Kau harus kuat Ray, aku tau kau tidak bisa melihat kesedihan tapi untuk situasi seperti ini kau harus bisa menghadapinya."
Rayeen tak menjawab ia hanya bisa mengangguk dan ikut masuk ke dalam ruang rawat mengekori dokter Trishtan, sebisa mungkin ia menutupi kesedihan'nya agar Arini tak semakin tertekan melihatnya.
"Bagaimana?? Apa William sudah mulai membuka matanya??" tanya dokter Trishtan sambil memeriksa keadaan William seraya melihat ke arah Arini yang menggeleng tanda tak ada perubahan apapun.
"Jangan putus asa, aku yakin William akan baik-baik saja. Apa lagi ada dirimu di sini, ia pasti akan segera membuka matanya."
Arini tak menanggapinya, tatapan matanya kosong meski terlihat fokus menatap pada wajah William. Rayeen tau itu dilema untuk dirinya dan semuanya, jadi ia tidak tahan untuk menasehatinya.
"Aku tau kakak mengkhawatirkan kak William, tapi aku tidak bisa mengorbankan kakak hanya karna ke egoisan ku saja. Aku memang menyayangi kak William, tapi bukan berarti aku tidak menyayangi kakak." Rayeen memberi pengertian berharap Arini tak lagi memikirkan hal bodoh apapun yang akan membahayakan kehidupan'nya sendiri.
"Arini, apa yang di katakan Rayeen itu benar, kau tidak seharusnya memikirkan hal itu. Pikirkan saja, jika benar hati mu cocok untuk William dan kau mendonorkan'nya apa yang akan kami katakan pada William soal itu?? Apa kau ingin kami berbohong dan sampai kapan kami harus berbohong?? Sampai hatinya hancur?? Tentu kau tidak mau semua itu terjadi bukan?? Jadi berhentilah mengatakan hal-hal yang tidak berguna," dokter Trishtan ikut menasehati.
"Aku mengerti, maaf sudah membuat kalian menasehati ku dan terimakasih sudah mengkhawatirkan ku." meski ia tersenyum tapi mereka atau kalau senyuman itu tak sampai ke matanya, yang dalam artian Arini masih sedih.
Semuanya terdiam sesaat sebelum membubarkan diri menyisakan Arini dan William di ruangan. Mereka tau kini Arini tidak akan lagi melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, jadi mereka bisa sedikit tenang.
Kini Arini hanya bisa berharap pendonor hati yang cocok dengan kekasihnya akan segera di temukan, sudah seminggu ini Arini merawat William tanpa lelah. Rayeen dan dokter Trishtan sudah menyerah menasehatinya agar tidak terlalu memaksakan diri untuk menjaganya, tapi Arini seakan tidak ingin berpisah dengan'nya dan terus saja berada di sekitarnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/136073623-288-k423405.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Girl or Naughty Girl (END) 🍁
General FictionWarning 18+ (Harap bijak dalam memilih bacaan). Prolog: Pagi ini, pagi hari senin tepatnya. Hari-hari ku tak ada yang spesial karna aku memulai aktivitas kuliah ku dengan seperti biasa, yaitu dengan wajah muram tak bersemangat. Bukan karna dosen ata...