•√• 🐾 •√•
🐾
William yang sudah melakukan serangkaian pemeriksaan langsung di bawa kembali ke ruang rawatnya, di sana sudah ada banyak orang yang menunggu dengan cemas. Padahal dokter Trishtan mengatakan kalau William akan baik-baik saja, tapi mereka masih saja tidak tenang.
Pintu ruang rawat perlahan di geser seraya menampakkan wajah William yang sudah menemukan kembali warnanya, wajahnya sudah tak pucat lagi dan suhu tubuhnya pun sudah kembali normal. William duduk di kursi roda dengan dokter Trishtan yang mendorongnya di belakang, ia terlihat jauh lebih baik dan sehat.
"Kalian semua ada di sini??" William meneliti semuanya dan menemukan beberapa orang yang belum ia kenal.
Sontak saja orang itu memperkenalkan diri. "Saya Mario, teman satu kampus Alina dan yang lain." jeda sebentar, ia menarik seorang gadis kecil di sampingnya ke depan. "Dan ini adik saya Angel, senang bertemu dengan kakak." Mario dan Angel tersenyum kikuk.
Arini memegang pundak William. "Kau ingat sayang?? Aku pernah memberitahu mu tentang Angel semalam," Arini mengingatkan.
"Ya, aku ingat. Jadi gadis imut ini yang kau ceritakan semalam??" Arini mengangguk seraya memegang tangan Angel hangat.
Angel tersenyum. "Senang bertemu dengan kakak," seru Angel malu-malu.
"Senang bertemu dengan kalian juga, sayang." William membalas senyuman itu ramah, tangan'nya yang bebas mencubit pipi gembul Angel gemas.
"Kakak sakit," Angel mengeluh pada Arini menampakkan wajah imut seorang anak kecil yang merajuk.
Arini mengelus pipi Angel yang sedikit memerah karna cubitan William, lalu melirik William dengan penuh arti.
"Baiklah, aku hanya bercanda." William mengerti. "Angel sayang, kakak minta maaf. Apa masih sakit??" William memangku Angel, kini ia sudah berada di tempat tidur dengan Angel di pangkuan'nya.
Semuanya tersenyum senang sambil berkumpul bersama membentuk lingkaran, mengelilingi ranjang William. Menceritakan pengalaman mereka saat bertarung melawan Barry dan anak-anak buahnya, membuat William berdecak kagum. Ia tak menyangka kalau mereka semua akan seberani itu, terlebih mereka harus mendapatkan luka karna pertarungan itu.
"Semuanya terimakasih dan maaf sudah melibatkan kalian dalam masalah ini dan membuat kalian berada dalam situasi berbahaya yang tidak pernah kalian bayangkan seperti apa," William tulus akan ucapan'nya.
"Kakak ini bicara apa, kita semua saudara kenapa harus sungkan dan berterimakasih??" Kevin yang bicara.
"Benar apa kata Kevin, kita semua saudara jadi tak ada salahnya jika saling membantu." Julian menambahi.
"Tentu saja sebagai saudara kita harus saling menolong, lagi pula aku senang melakukan'nya." Tony tersenyum senang.
"Pastinya kau senang, dengan begitu alat-alat aneh mu itu bisa di pakai dan menjadikan kami sebagai alat uji coba mu. Meski alat itu canggih tapi tetap saja tidak terlalu berguna," Julian mencibir.
Tony mendengus kesal. "Alat ku tidak berguna tapi kau terselamatkan karna adanya alat itu, begitu cara mu berterimakasih, huh??" Tony menatap Julian garang, kalau saja di dalam hanya ada ia dengan'nya mungkin saat ini mereka sudah baku hantam, melayangkan tinju satu sama lain. Meski begitu Tony tau kalau Julian tak sungguh-sungguh dengan ucapan'nya dan begitu juga dengan Julian yang hanya bercanda.
"Sudah, sudah, kalian ini selalu saja bertengkar. Apa kalian tidak malu sama Angel??" Angel menatap keduanya sambil tersenyum geli. "Suatu saat nanti jika kalian masih bertengkar seperti ini aku akan membuatkan kalian ring tinju agar kalian bisa baku hantam di sana sepuasnya," Rayeen melerai dengan di barengi tawa yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Girl or Naughty Girl (END) 🍁
Aktuelle LiteraturWarning 18+ (Harap bijak dalam memilih bacaan). Prolog: Pagi ini, pagi hari senin tepatnya. Hari-hari ku tak ada yang spesial karna aku memulai aktivitas kuliah ku dengan seperti biasa, yaitu dengan wajah muram tak bersemangat. Bukan karna dosen ata...