Chapter 26 (Arti Dari Tanggung Jawab)

848 49 4
                                    

•√• •π• •√•
•√•

Hari sudah hampir malam saat Alina sampai di Mansion'nya Barry dan ia tau betul kalau yang empunya sudah lebih dulu sampai. Karna memang di jam seginilah Barry sudah ada di Mansion'nya, ia tidak pernah melewatkan seharipun untuk pulang terlambat karna ia selalu tepat waktu.

Dan dugaan Alina memang benar karna sedari tadi Barry tengah mondar-mandir di dalam rumahnya dengan gelisah, ia takut gadis yang selama ini ia genggam dengan erat pergi begitu saja entah kemana.

Padahal sebelumnya ia sudah mencari tau di mana keberadaan Alina lewat para pengawal yang ia perintahkan untuk menjaga Alina kemanapun ia pergi, tapi Barry tidak puas sebelum ia mendengarnya sendiri dari mulut Alina.

"Dari mana saja kau, jam segini baru pulang??" tanya Barry marah saat Alina menginjakkan kakinya masuk kedalam rumah.

"Aku kan sudah bilang pada mu sebelumnya kalau aku akan pergi ke rumah sakit menemani kak Arini mengobrol supaya ia tidak merasa bosan di sana, apa kau lupa??" jawab Alina tanpa ragu.

"Apa benar seperti itu?? Kau tidak berencana untuk kabur dari ku kan??" selidik Barry, ia terlalu paranoid.

"Tentu saja tidak, lagi pula bagaimana aku bisa kabur kalau ketiga bawahan mu terus saja mengikuti ku kemanapun aku pergi?? Jangan mengada-ada," Alina kesal.

"Benar juga, bagaimana ia bisa kabur kalau ada orang-orang ku di sekelilingnya yang selalu mengikuti dan mengawasinya." gumam Barry dalam hati.

Ia tidak tau kalau kemungkinan itu pasti ada, tapi karna ia yakin Alina tidak mungkin melakukan itu maka ia percaya saja. Apa lagi Alina tidak mengenal siapapun di sini, jadi sangat kecil kemungkinan baginya untuk bisa kabur bersama Arini yang masih sakit.

"Ya sudah tidak apa-apa, lain kali jangan kau ulangi. Aku paling tidak suka menunggu, di khianati, ataupun di bohongi," ucap Barry lembut. Ia memeluk Alina erat seakan ia takut kalau Alina akan pergi darinya jika ia melepas pelukan'nya.

Alina yang tidak suka berlama-lama di peluk Barry akhirnya berdalih. "Barry, aku ingin mandi. Apa kau bisa melepaskan pelukan mu??" tanyanya lembut seakan ia tidak merasa risih di peluk olehnya.

"Baiklah, kau pergi mandi lalu temani aku makan malam."

Alina mengangguk, lalu buru-buru pergi ke kamarnya sebelum Barry berubah pikiran karna ia tau betul watak dari seorang Barry yang benar-benar tidak bisa di tebak.

Kadang ia berkata A dan tak lama berubah menjadi B, entah apa yang ada di otak besarnya sehingga ia selalu bersikap semena-mena tanpa berfikir orang yang ia perlakukan seperti itu akan merasa terganggu atau tidak.

Alina merasa lelah menjalani hidup seperti ini, ia benar-benar ingin secepatnya pergi dari genggaman tangan Barry yang penuh dengan kungkungan. Kemanapun ia pergi selalu di ikuti dan di awasi, ia sudah seperti tahanan rumah yang tidak bisa lepas.

Ia sudah seperti kriminal yang perlu di waspadai dan di jaga ketat. Dan saat itulah ia teringat Rayeen sang kekasih.

"Rayeen kau sedang apa?? Apa kau merindukan ku atau tidak?? Apa kau tengah mencari ku atau tidak??" gumamnya di tengah isak tangisnya.

"Rayeen aku merindukan mu, aku berharap kau di sana baik-baik saja. Tunggu aku kembali," Alina menghapus air matanya lembut dan menyamarkan kelopak matanya yang memerah dengan riasan sebelum pergi keluar untuk makan malam bersama Barry.

Ia tidak ingin Barry mengetahui perasaan'nya yang merindukan lelaki lain, karna perasaan Barry begitu sensitif ada sedikit saja kejanggalan di sikap ataupun wajah Alina, ia pasti akan tau dan banyak bertanya. Alina tidak mau hal itu terjadi karna ia takut ancaman Barry waktu itu akan menjadi kenyataan.

Good Girl or Naughty Girl (END) 🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang