Chapter 43 (Pemburu Dan Di Buru)

415 28 4
                                    

•√• 🐾 •√•
🐾


Suasana hutan yang hening kini berubah riuh dengan adanya perkelahian di antara lawan yang tak seimbang, Davi dan Irfan sampai kewalahan di buatnya. Untung saja mereka semua tidak membawa senjata api atau senjata tajam kalau tidak, bisa tamat riwat mereka berdua.

"Alina cepat pergi dari sana, selamatkan diri mu dan Rayeen!!" teriak Davi saat tinjunya selesai menghantam perut lawan'nya.

Alina yang melihat Davi dan Irfan kewalahan langsung mengerti, apa lagi Davi sudah menginstruksikan agar ia dan Rayeen kabur. Jadi tak menunggu lama untuknya bersiap karna musuh semakin banyak berdatangan, meski ia enggan meninggalkan mereka seperti itu tapi apa mau di kata ia juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu mereka selain kabur dan bertahan.

Rayeen perlahan membuka matanya, dengan kabur ia melihat Alina kepayahan membopongnya. Rasa sakit yang teramat di pundak dan sekujur tubuhnya membuatnya tersadar, kenapa ia selemah ini sampai menyusahkan orang di cintainya.

"Alina, aku bisa jalan sendiri. Kau tak perlu susah payah membopong ku," Rayeen mengintruksi. Suaranya serak dan dalam mengisyaratkan kalau ia tengah menahan rasa sakit di pundaknya.

"Ray, kau sudah sadar?? Syukurlah," Alina terlihat lega. Ia melepas tangan Rayeen dan mendudukkan'nya di atas batu besar.

"Dimana Davi dan Irfan??" Rayeen merilekskan tubuhnya senyaman mungkin, agar rasa sakit di pundaknya sedikit berkurang.

"Mereka berdua sedang melawan anak buah Barry dan mereka menyuruh ku kabur membawa mu karna anak buah Barry semakin banyak berdatangan, mereka takut kita tertangkap," Alina terlihat sedih.

"Sial!! Apa yang di lakukan mereka sampai kecolongan seperti ini??" geram Rayeen kesal, ia merutuki teman-teman'nya.

"Jangan salahkan mereka Ray, mereka juga kewalahan menghadapi serangan dari segala arah yang Barry lakukan."

"Sepertinya Barry benar-benar mengerahkan semua anak buahnya untuk memburu kita, dan sialnya aku terlalu meremehkan kekuatan'nya." Rayeen terlihat marah.

"Waktu yang singkat memang tidak cukup untuk menggali semua informasi tentangnya yang rumit, kau tak perlu menyalahkan dirimu sendiri."

Rayeen mengangguk, ia tau semuanya sudah melakukan tugas masing-masing dengan baik. "Lalu bagaimana dengan keadaan mereka semua, apa baik-baik saja??"

Alina menunduk. "Entahlah, sepertinya mereka yang di sana semuanya baik-baik saja. Sedangkan Davi dan Irfan, aku tidak tau seperti apa keadaan mereka saat ini." ia semakin murung.

Rayeen membawa Alina ke dalam pelukan'nya sejenak sebelum mengajaknya kembali berjalan. Mereka masih menelusuri jalanan hutan yang sedikit rimbun, tak lupa tanda khusus mereka buat untuk berjaga-jaga.

Tanda kali ini berbeda dengan tanda yang pertama kali di buat Rayeen, karna di tanda itu ada angka dua tersemat di sebelahnya, seperti cap. Tanda itu di buat dengan alat khusus bukan di ukir tangan seperti yang Rayeen lakukan dan alat itu Alina dapatkan dari Irfan waktu masih di gubuk.

Ia mengatakan agar Alina menggunakan'nya di saat terjepit seperti ini, jika mereka tersesat dan tak bisa kembali yang lain akan menemukan mereka dengan mudah melalui tanda itu.

Melihat benda itu Rayeen teringat sesuatu, ia meraba rambutnya dan mencari alat yang selalu menempel erat di rambutnya. Alat komunikasi itu seperti kutu dan tersambung pada yang lain dengan alat yang sama, alat itu masih bisa di pakai meski dalam jarak yang sangat jauh.

Kecanggihan yang luar biasa dan penemuan yang luar biasa pula, kehebatan sang ahli. Dimana ada sinyal di situlah alat itu berfungsi dengan baik, entah sinyal itu kuat ataupun lemah tidak masalah karna alat itu akan menyesuaikan'nya dengan baik.

Good Girl or Naughty Girl (END) 🍁Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang