•√• 🐾 •√•
🐾
Saat ini..Dari atas balkon kamar Alina menatap Rayeen dari jauh, ia melihat Rayeen sedang berolahraga pagi bersama Davi dan pengawal lain'nya. Tatapan'nya hanya tertuju pada satu sosok, yaitu kekasihnya yang terlihat menonjol dari yang lain jadi ia bisa mengenalinya dengan mudah.
Dan saking fokusnya siapapun akan menyangka ia melamun.
"Apa yang kau lihat dan pikirkan??"
Fokus Alina buyar saat lengan berotot Barry melingkar di pinggangnya, ia memeluknya dari belakang. Mencium lehernya dan menyesap aroma tubuhnya yang menggairahkan, Alina tidak suka tapi ia tidak bisa menolak.
Andai saja Rayeen yang memeluknya saat ini mungkin suasana hatinya yang buruk akan membaik, tapi sayang yang memeluknya saat ini adalah Barry dan itu membuat suasana hatinya menjadi semakin buruk. Terlebih ia mengingat kejadian malam itu yang membuatnya ketakutan setengah mati.
Tak di sangka Rayeen melihatnya dan seketika bulu kuduk Alina merinding melihat tatapan Rayeen yang mematikan, ia tau tatapan itu bukan untuknya tapi tetap saja itu menakutkan.
"Aku hanya sedang mencari udara segar," Alina melepas pelukan Barry dan kembali ke dalam kamar. Ia takut Rayeen meledak dalam kecemburuan, jadi ia menghindarinya.
"Aku cemburu," Barry bersandar di sisi jendela, kedua tangan'nya melipat di dada.
Alina menoleh. "Apa maksud mu??"
Barry menghampirinya dan melingkarkan tangan kirinya di pinggang Alina, sedangkan tangan kanan'nya ia gunakan untuk mengelus pipi kemerahan Alina yang lembut. "Aku tau kau tadi melihat para pengawal itu berlatih dan itu membuat ku cemburu, karna kau lebih memilih melihat mereka dari pada aku," Barry mengeluh.
"Kau ini kekanakan sekali," Alina tersenyum tipis.
"Maaf," lirihnya seraya memeluk Alina erat.
Alina tau Barry menyesali perbuatan'nya.
"Maaf semalam aku sudah membuat mu ketakutan dan marah pada ku," Barry melepas pelukan'nya. "Aku tau aku salah dan keterlaluan tapi semua itu di luar kendali ku, aku--"
"Sudah tidak apa, aku mengerti. Lagi pula, semalam kau tidak melakukan'nya bukan??" Alina tersenyum menenangkan, kali ini senyumnya tulus tanpa di buat-buat seperti biasanya. Ia tau berat baginya untuk tidak melakukan apapun ketika ke abnormalan tubuhnya hampir mengendalikan'nya.
"Apa kau tidak marah??"
Alina cemberut. "Tentu saja aku masih marah pada mu, tapi tidak semarah waktu itu," entah mengapa Alina merasa iba padanya saat ini. Mungkin karna ia sudah menjaganya tetap dalam pendirian dan meski emosi Barry tidak tertebak tapi setidaknya untuk saat ini ia tenang dan jarang marah yang meledak-ledak.
Barry mengerti, ia tau tidak semudah itu bagi seseorang untuk melupakan kejadian tidak menyenangkan yang baru saja menimpa mereka, jadi ia mencoba mencairkan suasana. "Apa kau ingin jalan-jalan??"
"Tentu, tapi tanpa para pengawal itu." Alina menunjuk para pengawal di luar dari jendela kamarnya.
"Hanya kita berdua saja?? Apa kau yakin??" Barry memastikan.
Alina mengangguk, senyum tipis menghiasi bibir semerah delimanya. Meski ia ingin Rayeen menemaninya tapi bagaimana kalau Barry melakukan hal-hal yang membuatnya cemburu atau hal intim lain'nya?? Apa dia akan tahan dan diam saja?? Tentu saja tidak, jadi ia memutuskan untuk tidak mengajak siapapun, hanya mereka berdua saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Girl or Naughty Girl (END) 🍁
Algemene fictieWarning 18+ (Harap bijak dalam memilih bacaan). Prolog: Pagi ini, pagi hari senin tepatnya. Hari-hari ku tak ada yang spesial karna aku memulai aktivitas kuliah ku dengan seperti biasa, yaitu dengan wajah muram tak bersemangat. Bukan karna dosen ata...