25

5.5K 360 21
                                    

Warning :
Chapter mengandung adegan yang tak layak untuk ditiru, anak kecil menyingkirlah. Chapter ini teramat panjang, mungkin akan membosankan bagimu. Bijaklah dalam membaca!





🌸🌸

Sejak kejadian itu, sang anak yang tak lain adalah darah daging si supir menaruh dendam pada wanita Kim ini. Selang berapa minggu dirinya berhasil ditangkap oleh anak buah konglomerat keparat itu. Tubuhnya yang saat itu lumayan gempal semakin kurus semenjak dipungut.

Namun jangan salah, tujuan utama dari keparat ini yaitu mencari keberadaan Jaehyuk. Sedangkan tersangka utama tak berhasil ditemukan. Kemudian secuil ide melintas, jika tak dapat ayahnya, dapat anaknya saja tak masalah.

Nasib bocah itu jauh dari kata layak. Sehari-harinya ia didik untuk menjadi kepribadian tak berhati. Hingga membuat hati dirinya sekarang menjadi keras, tak punya hati dan belas kasih. Jadi siapakah yang bersalah di sini?

Eun Hee merasakan jika keadaan di rumahnya ini benar-benar mencekam. Tubuhnya terasa mati rasa untuk menghindar dari pria gila ini. Tatapan mengunci membuatnya bergetar. Terlebih, lengan kekar itu kini meremat pundaknya. Sontak ia menjatuhkan belanjaannya.

"Eomma, jangan takut. Aku tidak akan melakukan apapun ...."

" ....untuk detik ini." Pria itu tertawa melihat raut wanita yang lebih tua darinya itu.

Gerutan itu muncul di dahinya. Kemudian wanita paruh baya itu tampak merogoh tasnya.

"Ah tidak perlu repot-repot cari bantuan," pria itu menampilkan deretan giginya. Setelah itu ia menepis ponsel Eun Hee hingga terlempar jauh.

"Jangan mencoba mendekat, atau aku akan melaporkanmu ke polisi."

Akibat lontaran kalimat itu, gelak tawa renyah keluar dari bibir ranum sang pria. Terlihat tampan, namun mematikan jika kau melihat manik kembarnya.

"Polisi? 'Orang rendahan sepertimu tak ada gunanya melapor ke polisi'."

Eun Hee mengerut, kalimat itu merupakan kalimat yang pernah ia ucapkan sebelum menghabisi mantan supirnya dulu.

"Kau-" seringaian itu tampil di wajah tampannya. Kali ini ia berhasil menarik memori masa lalu wanita ini.

"Eomma, aku kecewa," ucapnya dengan memasang wajah dibuat memelas.

"Aku tak menyangka kau tega melakukan pembunuhan pada supir berengsekmu itu. Supir yang dulu melayanimu itu telah mati tanpa jejak. Kau puas itu?!" Tanyanya sembari melontarkan tatapan membunuh pada si wanita.

"Pria yang mengabdi padamu, pria yang menaruh hati padamu, sungguh malang nasibnya. Sampai sekarang kau beruntung, tak ada polisi yang menangkapmu untuk itu."

"Eh? Maksudmu?" Tanya si wanita tak paham akan perkataan yang lebih muda.

"Entah apa yang membuat polisi kala itu benar-benar tertunduk pada keluargamu. Aku tak tau pasti, dan itu bukan menjadi urusanku sekarang. Wewenang orang tuamu yang dulu kau banggakan itu tak lagi berguna sekarang. Semuanya sudah pudar, karena itu sekarang aku bebas melakukan apapun. Sekarang, kau hanyalah wanita tua biasa yang menunggu ajal datang. Tak ada lagi yang kau banggakan."

Sang wanita bungkam, pria di hadapannya sekarang ini pandai sekali mengolah kata, tak seperti dulu.

Kilatan amarah terlihat jelas dari mata wanita paruh baya itu. Ia benar-benar tak suka pada orang yang mengungkap keluarganya, terlebih mengenai ayahnya.

[1] He Is Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang