Epilog

6.8K 332 68
                                    

Ini hanyalah serangkaian kalimat, tentang aku, dan dia.

Mungkin terdengar kekanakan karena aku menulis ini ketika hampir menginjak 22 tahun. Seperti bocah yang baru saja mengalami cinta monyet.

Tapi itulah aku ... Jennie Kim putri semata wayang yang dipaksa ibunya agar menikah. Gadis malang  berhati rapuh yang bersikap sok kuat.

Bodoh memang, seharusnya aku tidak memaksakan diri agar terlihat baik-baik saja di depan banyak orang. Dan pada akhirnya semua oranglah yang mengetahui jati diriku sebenarnya.

Aku takut...mereka menganggapku cengeng.

Aku takut mereka akan menjauhiku karena lemah ...

Tapi, dugaanku salah. Mereka tidak menjauhiku melainkan merangkul dan membantuku untuk bangkit.

Terutama Taehyung...

Dia yang tak pernah aku sangka akan menjadi pendamping hidup.

Dia yang digilai banyak wanita di luar sana.

Dia yang selalu menjahiliku sampai membuatku kesal hingga pusing tujuh keliling.

Dia ... seseorang yang tak ingin aku tinggalkan ...

Alasan kenapa aku masih bertahan hidup--

--itu karenanya.

Ya, aku sempat putus asa setelah mengetahui semua kebenarannya.

Hatiku seolah mati rasa. Sungguh saat itu aku benar-benar kecewa, tak tahu apa yang  harus aku lakukan selanjutnya. Bahkan untuk menghela nafas saja terasa susah.

Aku terlalu malu menunjukan diri, setelah mereka semua tahu bahwa aku merupakan cucu dari pemimpin mafia. 

Selain itu, aku juga takut kalau Taehyung akan meninggalkanku karena asal usul keluargaku yang seperti itu.

Syukurlah semua rasa takutku tak pernah terwujud dan aku tidak mau itu terwujud.

Aku bersyukur, dia telah kembali seperti dulu. Yah walaupun aku suka dibuat kesal karena tingkahnya berubah menjadi dua kali lipat menyebalkan.

Seperti hari itu tepat disaat salju turun lebat, aku asyik memasukkan popcorn ke mulut sembari bergulung selimut di sofa dan terfokuskan dengan  film di layar kaca, dia yang entah darimana tiba-tiba saja datang menidurkan kepalanya di pahaku dengan matanya yang tak mau teralihkan dari game online di ponselnya.

Kemudian seenak jidatnya, dia memintaku. Eh ralat menyuruhku menyuapinya.

Aiissshhh benar-benar...menjengkelkan. Memangnya dia itu raja apa? Yang bisa suruh-suruh pelayannya untuk menyuapinya.

Walupun aku menolak dia tetap saja keras kepala. Dengan jurus andalannya yaitu menolak untuk minum obat, alhasil aku pun menurutinya dengan berat hati.

Lantas aku menyuapinya dengan satu genggam popcorn sekaligus. Masa bodoh dia terbatuk gara-gara tersedak. Salah siapa ganggu nonton film.

Terkadang aku juga bingung, sebenarnya aku itu menikah dengan pria dewasa atau bocah lima tahun sih.

Ada-ada saja tingkahnya. Mulai dari lempar-lempar sepatu saat baru pulang, minta diikatkan tali sepatunya, minta disuapi dan masih banyak lagi.

Tapi tak apa, aku lebih menyukainya yang seperti itu daripada dia yang berpura-pura menjadi dingin seperti kulkas dan membiarkanku menangisinya semalaman. Sungguh keterlaluan.

[1] He Is Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang