Malam itu hujan mengguyur pinggiran kota. Padahal menurut informasi yang ia dapat, cuaca hari itu tidak akan buruk. Namun, itu hanyalah secuil prediksi dari manusia yang terkadang tidaklah tepat. Alam memanglah seringkali tidak terduga, membuat pria itu agaknya harus senantiasa bersiap pada apapun yang terjadi, seperti sedia payung sebelum hujan.
Kedua netranya masih fokus pada jalanan yang sepi, namun itu tak berlangsung lama kala ponselnya berdering karena ada panggilan telepon.
"Hallo?"
"Sialan, kenapa aku ditinggal, bodoh?" Chanyeol mendecih, seperti yang ia tebak pasti wanita itu akan memaki-makinya.
"Ada urusan. Si elang datang, aku menghabisinya," jawabnya enteng. Pria dengan marga Park kini menampilkan senyum miring sembari terfokuskan pada jalan di depannya yang kini diguyur oleh hujan.
"Kau pulang saja dulu, aku masih ada urusan. Dan yah ....jangan tunggu aku pulang, oke?"
"Tapi, kenapa? masa tega membiarkanku pulang sendiri hujan-hujanan."
Chanyeol menghela nafasnya panjang, ia membanting setir karena emosi. "Naik taksi," katanya dengan nada dingin.
"Mana ada taksi jam segini," sahut Irene. Nada ketusnya menandakan ia kesal pada Chanyeol.
"Kalau begitu minta Joy untuk mengantarmu pulang."
Di tempat lain, sang wanita mendecih ia menghentakkan kakinya karena kesal. Jujur ia sangat kesal pada pria yang berstatus pacarnya itu. Ah entahlah bisa di katakan pacar atau tidak, pasalnya Chanyeol tidak pernah menyatakan perasaannya, hanya mengajaknya kencan dan tinggal bersama. Dengan begitu keduanya dekat dengan sendirinya. Jadi, hubungan mereka itu apa? Sepasang kekasih atau sebatas hubungan tanpa status? Agaknya biarkan waktu saja yang menjawabnya.
"Joy baru sampai di rumahnya, mana mungkin dia mau menjemputku."
Chanyeol yang mendengar rengekan dari Irene kemudian tersenyum kecut. "Terserah kau saja, masalah dijemput sama siapa itu urusanmu."
Pada akhirnya Chanyeol bisa menghela nafasnya lega setelah sebelumnya melontarkan nada datar namun terkesan mutlak. Jemari panjangnya mematikan daya ponselnya, disaat seperti ini ia sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun termasuk Irene yang notabenenya wanita yang telah banyak membantunya dalam berbagai hal.
Matanya menyipit kala seberkas cahaya menyorot di depan sana. Jika saja hujan tak turun mungkin ia akan lebih dulu putar balik daripada melanjutkan perjalanannya.
"Ah sial," umpatan itu tak lagi berarti. Di depannya sudah ada mobil polisi yang menghadang.
"Jam segini masih ada patroli?" monolognya. Ia mendesis tak suka jika harus ditanyai ini itu oleh polisi yang menurutnya kurang kerjaan karena mengganggu aktivitasnya.
Dengan cepat ia menaikkan masker miliknya yang tadi sempat ia turunkan sebatas dagu. Tatapan datar diterima oleh kedua pria berseragam yang kini mengetuk kaca mobilnya.
"Sial," pria itu mendengus saat polisi mulai menginterogasinya.
🌸🌸
Wanita itu mendecak sebal, sudah setengah jam ia menunggu di halte namun bus yang ia tunggu belum juga menghampirinya. Jika saja hujan tak turun, mungkin durasi kesabarannya tidak akan hilang secepat ini. Pakaiannya lembab karena tadi ia menerobos tumpahan air dari langit demi sampai di halte.
"Sialan kau Park," Irene tak henti-hentinya mengumpat, untuk hari ini umpatan itu entah urutan yang keberapa yang jelas mulutnya sudah terlalu kotor.
![](https://img.wattpad.com/cover/159283289-288-k275289.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] He Is Mine
Fanfiction(END)"Pembunuh yang sebenarnya adalah dia yang bersikap ramah denganmu." Tinggal di dunia yang kejam ini bukanlah mudah. Kau harus bertahan atau kau akan hancur termakan lobang kegelapan. Jangan tertipu pada apa yang kau lihat, karena kau tak tahu d...