27

5.4K 390 32
                                    

Angin berhembus cukup kencang sore itu. Hal ini berhasil menarikan dedaunan tua yang berguguran di luar sana. Sosok wanita termaram di ruangannya. Ruangan yang didominasi cokelat pastel itu terlihat suram. Tirai cokelat sengaja ia gunakan untuk menutup kamarnya. Bahkan cahaya lampu enggan untuk dinyalakan. Hanya ada secercah cahaya di kala senja yang berhasil menembusnya. Begitu pula, deru AC yang menandakan kehidupan di sana.

Sedangkan sang empunya kamar tengah duduk di lantai. Menyederkan punggungnya di samping ranjang miliknya. Hari itu akan menjadi hari yang tak akan ia lupakan. Hari kematian sang ibundanya. Sejak kejadian di hari itu, ia semakin merasa aneh pada dirinya.

Pada akhirnya ia memutuskan meninggalkan rumah masa lalunya begitu saja. Jennie kembali ke rumah barunya bersama ayah dan ibu mertuanya serta sang adik gembul. Sedangkan, Taehyung entah pergi kemana tanpa memberitahu tujuan pada Jennie.

Akhir-akhir ini memang si tampan jarang sekali berbicara pada Jennie. Bahkan waktu untuk di rumah pun singkat. Entah karena alasan apa, Jennie tidak tahu itu. Kejadian itu telah berlalu selama tiga hari, tapi kesedihan itu masih berlarut-larut. Seperti yang Jennie rasakan sekarang.

Mengurung dirinya sendiri di kamar. Menurutnya dialah yang telah bersalah atas semua yang terjadi pada mendiang ibunya. Melihat keadaan seperti ini, Taehyung benar-benar khawatir padanya. Karena sekarang ia tak bisa mengawasi Jennie  seharian penuh.

Setiap kali ia pulang larut, ia hanya mendapati Jennie tengah terlelap dengan keadaan sekitarnya kacau. Kamar yang dominan cokelat pastel itu tak rapih lagi. Kertas-kertas berserakan memenuhi lantai. Taehyung tahu kertas itu semacam surat kecil untuk mendiang ibunya.

Untuk hari ini Taehyung akhirnya bisa pulang lebih awal daripada sebelumnya. Memang beberapa hari terakhir jadwalnya memang padat sehingga mengharuskan pulang larut. Terlebih kasus pembunuhan mertuanya belumlah usai, hal ini membuat beban tersendiri bagi Taehyung.

Di satu sisi ia merasa kasihan pada keadaan Jennie sekarang, dan di sisi lain ia tak bisa meninggalkan semua tanggung jawabnya. Sungguh semua itu membuatnya pusing, penat, dan frustasi bercampur menjadi satu. Agaknya Tuhan masih sayang padanya, terbukti hari ini ia mempunyai banyak waktu di rumah.

Derit pintu terdengar di indera rungu sang wanita. Ruangan yang tadinya gelap pun sekarang berubah, berkat lampu yang Taehyung nyalakan. Si cantik mendongakkan kepalanya, merubah posisi yang tadinya menunduk menempatkan kepalanya di antara lututnya. Ia menoleh, mendapati Taehyung yang tengah mendekat kearahnya sembari membawa nampan.

Jennie membuang mukanya, ia mendengus. Tak biasanya pria Kim ini menjenguknya, pikirnya. Padahal tanpa sepengetahuannya, diam-diam Taehyung selalu menjenguknya di saat ia tertidur.

"Jennie, ayo makan!" ucap Taehyung memecah keheningan di sana. Jennie menatap nampan itu tanpa minat, bukan karena makanannya melainkan ia tak selera makan.

"Apa pedulimu?"

Gerutan di dahi si tampan timbul. Tak biasanya wanitanya ini mengucapkan dengan nada sedingin salju.

Secarik senyum terukir di wajah Taehyung. Ia mensejajarkan posisinya dengan Jennie. Ia tahu betul, pasti si cantik belum makan dari tadi siang. Alhasil ia memberinya kejutan, membuatkan makanan special hasil buatan sendiri. Kendati dalam prosesnya ia dibantu oleh Kim Seokjin lewat videocall.

Seokjin memang kakak tingkatnya dulu, namun hubungan mereka sudah seperti adik kakak. Yang lebih tua ini pandai dalam bidang memasak, jadi tak diragukan lagi ia mempunyai kafetaria di penjuru Kota Seoul.

"Dari siang belum makan, kan? Ayo makan! Nanti kalau sakit gimana?"

Aku memang sudah sakit, Kim.

[1] He Is Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang