47

5.5K 347 49
                                    

"Tuan, apa yang harus saya lakukan selanjutnya?"

Pria dengan mantel putih itu tak beralih dari posisinya. Ia sedikit membenarkan kacamata canggih yang sedikit melorot dari hidung bengirnya. Mungkin bosnya itu akan mengkritik karena penglihatannya sedikit terganggu untuk menyaksikan apa yang dilakukan kedua insan itu.

Kacamata itu merupakan kacamata super canggih, jarang ada yang menjual dipasaran karena hanya dibutuhkan oleh orang-orang tertentu saja. Benda berlensa yang memiliki kemampuan merekam apapun yang dilihat dan dapat disalurkan dengan ipad menjadi pilihan utama bagi Sehun untuk menyelidiki Irene. Sebenarnya ia juga tidak tahu, kenapa rasa ingin tahu tentang wanita itu sangat tinggi. Terlalu obsesikah? Atau masih belum bisa melupakannya?

"Bedebah, apa yang dia lalukan dengan pria itu?" Sehun menyeru dari mansionnya setelah melihat bagaimana Irene sedang bersama pria yang tak ia kenal.

"Apa perlu saya menghampiri mereka?" lagi Sehun hanya dapat mendesis ketika telinganya menangkap gelombang suara dari earphone yang ia kenakan.

"Tidak perlu, awasi saja dia. Kau pindah tempat agar bisa melihatnya dengan jelas."

Seperti yang ia perintahkan, sekarang retinanya berhasil merekam kedua orang itu yang tengah berbincang.

"Kau dengar apa yang mereka bicarakan?" tanya Sehun pada anak buahnya.

"Tidak. Tapi melihat gelagatnya, mereka terlihat membicarakan hal yang serius."

Pria dengan marga Oh itu mendecih, tanpa diberitahu ia juga sudah tahu kalau Irene tengah berbicara serius dengan pria itu.

"Tuan, sepertinya Irene terisak setelah menerima gelang pemberiannya. Bahkan tatapan pria itu sekarang berubah menjadi tajam."

"Aku tahu, dari sini aku bisa melihatnya," nada datar yang terkesan dingin membuat anak buah Sehun merinding.

Pria yang menjabat sebagai ketua mafia itu mencengkeram ipad yang ada ditangannya. Pasalnya pemandangan di gadgetnya itu sukses membuatnya naik pitam, bagaimana tidak? Wanitanya itu dirangkul begitu saja setelah pria tadi membuatnya terisak dan ketakutan. Berengsek!

Buku-buku tangannya memutih ketika netranya berhasil melihat secarik senyum tulus yang terukir di wajah cantiknya. Semua itu membuatnya iri.

"Carl, kau tahu langkah selanjutnya kan?" tanyanya yang terdengar seperti sebuah kode untuk anak buahnya.

"Tentu, seperti sebelumnya akan saya laksanakan, Tuan," sahut anak buah Sehun yang tak lain bernama Carlos.

"Baiklah, aku percayakan padamu. Jika terjadi sesuatu dengannya, kau tahu kan apa konsekuensinya?"

Pemuda keturunan Rusia itu mematung ketika memorinya mengingat perkataan tuannya kemarin. Jika terjadi sesuatu pada Irene, aku tak segan-segan akan membocorkan kepalamu, karena itu hukumannya jika tidak becus mengawasi seorang wanita. Aku tidak mau tahu bagaimana caranya, yang aku inginkan adalah Irene bersamaku.

"Ya, tuan. Akan saya usahakan."

Tepat setelah mengatakan kalimatnya dengan mantap ia segera melepaskan kacamata canggihnya. Kembali menjalankan tugasnya yaitu mengawasi Irene kemanapun ia pergi.

Sedang di tempat lain, Sehun mati-matian menahan dirinya agar bersikap biasa-biasa saja di depan anak buahnya, kendati yang sebenarnya hatinya tengah bergemuruh setelah melihat kekasihnya bersama pria lain. Cemburukah? Entahlah Sehun juga tidak yakin dengan perasaannya, yang ia inginkan adalah Irene ada di sisinya seperti dulu.

[1] He Is Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang