29

4.8K 374 21
                                    

Senyuman mentari di luar sana telah menyapa. Udara segar pun ikut mengiringinya, membuat siapa saja akan terhipnotis dengan keindahan pagi hari ini. Namun, sepertinya tidak bagi Jennie.

Hari masih awal, namun ia sudah tampak tak baik-baik saja. Untuk berjalan saja ia kesusahan kali ini, dan sialnya sekarang ia harus berangkat ke kantor setelah beberapa hari ia absen.

Jennie meringis, "Dasar Kim Taehyung mesum!"

Wanita yang sudah rapi akan pakaian kerjanya itu sedikit kesusahan untuk berjalan keluar. Salahkan saja Taehyung, akibat ulahnya semalam Jennie tak bisa berjalan dengan benar di pagi harinya.

Sebab, entah kemana kesadaran Taehyung malam itu. Yang Jennie tahu Taehyung sedang mabuk berat. Pakaiannya lusuh, dan bau alkohol seolah-olah menjadi parfum bagi tubuhnya.

Itu kentara sekali bahwa Taehyung habis pulang dari club malam. Tak habis pikir, apa yang membuat pria Kim itu mengunjungi tempat itu, Jennie kira Taehyung sosok softboy. Kendati sikapnya kadang menyebalkan menurutnya, tapi ia yakin Taehyung bukanlah tipe pria hidung belang yang banyak ditemui di club-club malam.

Mengabaikan pikiran-pikiran negatif tentang Taehyung, si cantik terburu-buru membuat sarapannya. Pagi hari ini, Jennie hanya bisa membuatkan sarapan dengan sandwich saja. Itupun ia tak sempat makan di rumah, niatnya ia akan sarapan di mobil saja sembari menyetir.

Tak baik memang, itu bisa membuatnya tak fokus berkendara. Tapi, apa boleh buat? waktunya kini tipis dan ia harus segera sampai di kantor. Bahkan, wanita dengan marga Kim itu tak sempat membangunkan suaminya yang masih bergulat dengan alam mimpinya. Ia hanya hanya menyisakan dua potong sandwich dengan tempelan sticky note di sampingnya, berharap si tampan akan membaca tulisan yang tertera.

"Awas kau Kim Taehyung! Karenamu aku susah berjalan, sial."

Wanita dengan setelan kerjanya itu memelankan lajunya, kemudian menepikan mobilnya pada lahan parkir kantornya. Setelah dirasa mobilnya pada posisi aman, ia segera keluar dan melangkah menuju lobi. Agaknya ia tak terlalu terlambat hari ini, hanya lewat lima menit tak apalah, ia bisa membujuk bos-nya supaya tak menghukumnya kelak.

Jennie tersenyum simpul, entah apa yang membuat orang-orang kini menatapnya dengan tatapan misterius baginya. Tak biasanya karyawan di sini menyambut kedatangannya dengan cara seperti itu.

Mungkinkah karena cara berjalannya yang sedikit aneh? Tapi ia rasa, tidak ada yang aneh hanya berjalan lambat bak seekor kura-kura. Atau karena, pakaiannya kali ini terlihat berbeda?

Ah tatapan-tatapan itu membuatnya malu. Ia tak suka jika dirinya menjadi pusat perhatian. Dan tak hanya itu saja, mereka juga membisikkan sesuatu selalu sedang membicarakan dirinya. Kendati demikian, Jennie tetaplah membungkukkan badannya memberi salam sembari melontarkan secarik senyum.

Setelah bersusah payah melintasi mereka, ia dikejutkan oleh keadaan meja kerjanya. Bukan karena tumpukan kerjaan melainkan sosok pria yang memunggunginya.

Jennie terpaku, mungkinkah ia salah tempat, karena hampir seminggu ia tak datang ke kantor. Tapi yang benar saja, itu memanglah mejanya. Bahkan di sana masih tertera namanya.

"Jennie-ssi?"

Teguran itu membuat Jennie terbuyarkan akan lamunannya. Ia menoleh ke sumber suara, di dapatinya sosok pria paruh baya dengan kacamata bertengger di batang hidung bengirnya tengah tersenyum menyapa.

Si cantik lantas menundukkan badannya, sembari melemparkan senyum manis pada sang atasan.

"Sajangnim, maafkan saya terlambat," Jennie menunduk. Sedangkan sang lawan bicaranya kini menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Membuat yang ditatap kini memilin ujung kemejanya, sungguh ia gugup. Mungkin kali ini tak ada ampun baginya, ia sadar diri telah melakukan kesalahan.

[1] He Is Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang