KARMA 2

10.6K 306 6
                                    


#versibaru5mei2021






Nikmati prosesnya, seperti air yang mengalir akan selalu menemui ujungnya. Tidak peduli seberapa banyak celah memutarnya dalam tiap perjalanan.




Bintang menghela napas frustasi, pikirannya berkelana pada pembicaraan orang tuanya terutama papanya yang memaksa Bintang agar segera menikah dengan anak sahabatnya. Dia sudah menduga tentang hal ini, pernikahan yang didasarkan atas hubungan persahabatan kedua orang tua memang tidak mudah untuk tolak.

"Papa mau kamu menikah sama anak teman Papa. Papa gak terima penolakan, Bintang!" Arman sudah mutlak dengan keputusannya.

"Besok, kita akan mengunjungi keluarga mereka untuk membicarakan pernikahan kalian lebih lanjut."

Bintang terkejut dengan hal tersebut, bahkan adik dan ibunya hanya pasrah dengan keputusan sepihak papanya.

"Pa, Bintang itu bukan anak kecil lagi yang bisa Papa atur sesuka hati Papa. Bintang sudah punya calon untuk pendamping hidup Bintang, Pa."

"Dengar Bintang," Arman berdiri dari duduknya tatapannya menyiratkan kemarahan yang besar, "sudah berapa kali Papa bilang, kalau Papa tidak akan pernah setuju kamu berpacaran apalagi sampai menikah dengan perempuan yang tidak jelas asal usulnya itu."

"Pa, tenang Pa. Jangan marah-marah, nanti jantung Papa kumat lagi," kata sang istri, meski begitu Arman tetap tidak menurut.

"Biarin Ma, Bintang memang ingin melihat Papa mati sebelum waktunya."

Kalau sudah begini Bintang tidak dapat berkutik lagi. "Pa, Bintang mohon, jangan ngomong kayak gitu. Papa harus sehat."

"Kalau kamu mau Papa tidak mati cepat, turuti kemauan Papa. Menikah dengan anak teman Papa," tegas Arman. Raut wajahnya menunjukan sebuah keseriusan dan tidak ingin dibantah. Sebelum meninggalkan ruang keluarga, Arman berkata, "Dan satu lagi, tinggalkan perempuan itu, Bintang!"

Bintang terdiam, ini bukan pertama kalinya papanya meminta dia untuk meninggalkan Nindi, kekasihnya. Hanya helaan napas berat yang Bintang tunjukan, dia sudah tidak memiliki tenaga untuk melawan papanya. Jika dipaksakan dia bisa menjadi anak durhaka.

"Mas, ikutin aja apa kata Papa. Sebelum Mas dikutuk kayak Malin Kundang." Ari berusaha membujuk Bintang.

"Nikah itu ibadah, Mas."

"Anak kecil diam aja, gak usah ikut campur urusan orang dewasa."

"Mana ada anak kecil bisa kuliah, Mas? Aku ini udah dewasa, tahu," balas Ari, tidak terima dikatakan anak kecil oleh sang kakak.

Bintang mendengus geli melihat tingkah adiknya, "Dewasa dari mana? Pacaran aja gak pernah. Itu yang dibilang dewasa?" Bintang menunjukan seringai kemenangan, Ari sangat tidak ahli dibidang percintaan. Hal itu terbukti dengan jelas, selama ini Bintang tidak pernah melihat adiknya berkencan dengan gadis manapun. Dan itulah yang membuat Bintang mengklaim bahwa adiknya belum dewasa, hanya karena dia belum pernah berpacaran. Setidaknya itulah ukuran dewasa menurut Bintang.

"Dewasa itu bukan diukur dari seberapa banyak kita pacaran, Mas. Atau seberapa banyak mantan-mantan kita. Dewasa itu tentang sikap kita, tentang perilaku kita. Bisa tidak membedakan yang baik dan buruk." Ari sedikit membenarkan posisi duduknya untuk menjelaskan makna dewasa menurutnya, "Ari gak pacaran bukan berarti Ari gak dewasa, Mas. Ari hanya berusaha menjaga diri dari perbuatan zina. Ari gak mau buang waktu percuma dengan mengumbar gombalan receh yang bikin kita jadi lupa dunia. Lupa dosa. Apalagi sampai harus memberikan harapan palsu pada anak gadis orang lain. Ari gak mau nyakitin hati orang, kita gak pernah tahu kan, mungkin sikap kita bisa disalah artikan sama orang lain. Ari cuman berusaha buat jaga diri agar gak ngecewain Papa sama Mama."

Ari memang selalu lebih bijak dan dewasa dalam menyikapi permasalahannya. Itulah yang menyebabkan papanya sangat membanggakan adik semata wayangnya itu.

"Ari harap, Mas mau menikah sama wanita pilihan Papa. Papa itu sayang sama Mas, Papa juga mau yang terbaik buat Mas."

"Kalau Papa sayang sama Mas, harusnya Papa setuju sama pilihan Mas. Bukan malah memaksa Mas nikah sama perempuan yang Mas aja gak kenal sama sekali."

"Mas, mungkin Ari gak bisa ngerti kenapa Papa begitu kekeh buat nikahin Mas sama anak temannya. Tapi Ari yakin, Papa pasti punya alasan yang kuat, dan sebagai seorang anak yang baik Mas seharusnya tahu apa yang harus Mas lakukan," tutur Ari, setelah puas menjelaskan panjang lebar dia pun meninggalkan Bintang seorang diri. Kakaknya harus diberikan ruang untuk berpikir. Memilih menikah dengan pilihan papanya atau memilih pilihan sendiri dan menjadi Malin Kundang seperti kata Ari.

"Kenapa harus gue yang nikah?"

"Karena Papa ingin kamu bahagia, Bintang." Bintang menatap mamanya yang baru saja duduk di sebelahnya. Mungkin, papanya sudah merasa tenang dan membiarkan mamanya untuk menemui Bintang.

Lagi-lagi Bintang mendengar alasan yang sama. Tapi kali ini berasal dari mamanya. Satu-satunya orang yang paling mengerti Bintang.

"Kenapa Papa selalu memaksakan kehendaknya sama Bintang, Ma? Bintang jadi Dokter juga karena kemauan Papa. Sekarang, Papa juga maksa Bintang buat nikah sama anak temannya. Kenapa Papa gak pernah kasih kesempatan Bintang untuk memilih pilihan Bintang sendiri?"

Anita mengelus punggung putranya dengan lembut. Dia berusaha memahami apa yang menjadi keresahan putranya. Keputusan yang dipilih sang suami untuk menikahkan Bintang dengan putri teman bisnisnya memang suatu hal yang egois. Tapi, Anita sadar bahwa Arman selalu memikirkan dan mengusahakan yang terbaik untuknya dan anak-anak mereka. Meskipun caranya selalu salah dimata putranya.

"Kamu harus percaya sama Papa, Bintang. Papa hanya ingin yang terbaik buat kamu, Sayang."

Kalau sudah seperti ini Bintang hanya pasrah. Kalau sudah mamanya yang turun tangan Bintang malah angkat tangan alias menyerah. Dia sangat menyayangi mamanya dan menurut Bintang mamanya lah yang paling mengerti dirinya.

Mungkin, inilah akhirnya. Bintang tidak akan mampu melawan perintah papanya.

"Ma, izinin Bintang buat pamit ke Nindi. Walau bagaimana pun semua harus dibicarakan secara baik-baik." Aini mengangguk, dia harus memberikan ruang untuk Bintang agar dapat menyelesaikan hubungannya dengan Nindi. Wanita yang sampai kapan pun tidak akan pernah direstui oleh suaminya.


***


"Ada apa? Tumben banget kamu ngajak aku ketemuan di hari Minggu. Biasanya kamu sibuk," kata Nindi. Sindiran halus yang berasal dari bibir kekasihnya tidak lantas membuat Bintang tertawa seperti biasa. Melihat wajah Bintang yang tampak serius, kerutan didahi Nindi muncul. Merasa ada yang berbeda dari sang kekasih.

Bintang menarik napas sejenak meluruskan badannya agar mendapati posisi duduk yang nyaman. Meski sebenarnya sama saja.

"Nin, maaf, kita harus berakhir," lirih Bintang. Matanya mengawasi raut wajah Nindi yang perlahan berubah tegang. Bintang menggenggam tangan Nindi dengan erat, seketika perasaan bersalah menggrogotinya.

"Kamu ngomong apa barusan? Jangan bercanda, Bintang! Gak lucu," ketus Nindi. Ketegangan di wajahnya masih terlihat.

"Aku serius,Nin. Aku udah dijodohin sama orang tua aku." Reflek Nindi menepis tanganBintang dengan kasar, "Kenapa, Bi? Kenapa kamu gak nolak?" tanya Nindilirih, sesaat kemudian air matanya luruh. Hubungan selama dua tahun yang merekabina akhirnya harus berakhir. Dari awal memang orang tua Bintang terutamapapanya tidak pernah mau untuk merestui hubungan mereka. Hanya ada satu alasanyang membuat hubungan mereka tidak direstui keluarga Bintang. Nindi adalah anakyang lahir diluar pernikahan. Dan keluarga Bintang tidak pernah bisa menerimahal itu. 















**((bersambung))**


Tingalkan jejak:)




KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang