-----selamat membaca----
Pagi ini dokter sudah mengecek kondisi Namira, ibu muda itu sudah dinyatakan sehat dan kuat. Kemungkinan siang nanti mereka sudah bisa pulang. Ada kedua sahabatnya, adik iparnya dan suaminya, Bintang.
"Ka, kemana yang lain?" tanya Namira begitu tidak melihat orang tuanya dan kedua mertuanya. Pada hal biasanya mereka sudah absen lebih dulu.
"Mama, Papa, sama Om dan Tante lagi nyiapin pesta kecil buat nyambut kepulangan kalian," ujar Ari. Pria itu duduk jauh dari kedua sahabat kaka iparnya. Dia sedikit tidak nyaman ketika kedua wanita cantik itu meliriknya diam-diam lalu saling bisik dan tersenyum.
"Benar itu, Kak?" tanya Namira.
"Iya sayang. Katanya mereka mau kasih kejutan buat cucu pertama mereka," kata Bintang yang tengah menyuapi istrinya.
"Na, kita boleh liat Gaza ga?" tanya Salsa. Sebenarnya mereka sempatkan ke sini untuk menjenguk bayi lucu itu.
"Iya ni. Kangen ih, pengen cubit pipi gembulnya." Sambung Tata.
Namira melotot tajam ke arah kedua sahabatnya, enak saja anaknya mau dicubit-cubit. Memangnya Gaza sabun colek.
Muncul ide dikepalanya untuk menggoda kedua sahabatnya, "makanya buat dong, biar bisa cubit-cubit setiap waktu." Tawa Namira pecah melihat eskpresi horor Salsa dan Tata.
"Ya ampun, itu mulut. Pedes amat. Iya, iya. Udah tahu, mentang-mentang kita jomblo jadi dibully terus," kata Tata. Wanita dengan kemeja kotak-kotak itu mengelus dada sabar menghadapi sindiran keras Namira.
"Gue sih udah siap. Tapi belum ada yang mau halalil," ujar Salsa. Senyumnya semakin asam ketika Namira dan Tata ikut menertawakannya. Sementara Bintang dan Ari menahan tawa mereka sejak tadi.
Pintu kamar Namira dibuka dengan keras oleh dokter Siska. Wajahnya penuh peluh dan gemetar ditubuhnya sangat nampak.
"Dokter."
"Namira, Bintang....." Lidah dokter Siska tiba-tiba kelu. Air matanya mengalir begitu saja. Membuat seisi kamar itu menjadi panik dan heran. Perasaan Namira mendadak tidak baik. Pikirannya melayang dan tertuju langsung pada putra mungilnya yang memang berada di bawah pengawasan dokter Siska.
Namira menyentuh dada kirinya. Detak jantungnya mendadak cepat dan tangannya gemetar begitu menyebut nama putranya.
"Kak, Gaza Kak. Namira mau liat Gaza." Namira berusaha melepas jarum infusnya dan ingin turun namun ditahan Bintang.
"Sayang, Namira, kamu tenang. Gaza pasti baik-baik saja. Biar Kaka yang liat Gaza." Bintang pun merasa tidak enak ketika mendapati dokter Siska yang dari tadi masih menangis dan belum bicara apapun.
Namira merontak dalam pelukkan Bintang. Perasaannya sebagai seorang ibu mengatakan jika putranya pasti sedang tidak baik-baik saja.
"Ga mau. Lepas Kak. Namira mau liat Gaza."
"Namira." Namira menoleh begitu mendengar suara Yuda. Senyumnya mengembang begitu meihat kakanya.
"Kak, Namira mau liat Gaza. Ayo Kak, bawa Namira ke sana." Namira meraih tangan Yuda yang sudah berada di sampingnya. Namun pria itu malah memeluk adiknya dengan erat. Membuat Namira merasa semakin takut.
"Yuda, dokter Siska ada apa ini? Tolong beritahu aku dan Namira." Bintang memandang kedua orang itu bergantian. Bisa dilihat ada amarah dalam kedua bola matanya. Bintang bahkan tidak peduli jika dia memanggil Yuda tanpa embel-embel Kakak.
"Gaza hilang. Dia tidak ada di ruangan bayi. Maaf Bintang, Namira." Suara pelan yang berasal dari dokter Siska itu sukses membuat Bintang terduduk di kursi samping ranjang istrinya. Air matanya jatuh dengan mudahnya.
"Ga mungkin." Lirih Bintang pelan. Dia menoleh pelan pada Namira. Wanita itu terdiam dalam pelukan Yuda. Menangis tanpa suara lalu kemudian pingsan karna terlalu syok.
Menyusup masuk ke dalam rumah sakit dan menculik bayi Namira dan Bintang bukan perkara mudah bagi Riko. Dengan mempertaruhkan segala Riko nekat menyamar sebagai OB untuk bisa mendekati cucu emas keluarga Rajasa. Perasaan bersalahnya semakin besar ketika dia mengingat betapa baiknya Bintang padanya dan ibunya. Pria itu peduli dan mau menjadi sahabat Riko. Namun Riko membalasnya dengan menculik bayi mereka.
"Ko, lo bisa buat Namira mati dengan menculik bayinya." Andre memandang sedih pada sahabat baiknya.
"Maafin Om, sayang. Om ga punya pilihan lain. Hanya cara ini untuk menyelamatkan kamu."
Pria itu masih mengingat dengan jelas bagaimana laki-laki yang mengaku sebagai ayah biologisnya itu menelpon seseorang untuk melenyapkan bayi mungil yang berada dalam gendongan Riko.
"Jalan, Ndre. Kita harus segera pergi dari sini." Tanpa menunggu lama mereka langsung meninggalkan tempat parkir rumah sakit.
Gaza menggeliat pelan, mata beningnya yang sama persis seperti Bintang itu perlahan membuka. Riko terpaku ketika Gaza menatap langsung padanya. Bayi mungil itu tersenyum pada Riko. Membuat hatinya semakin merasa bersalah.
"Maafin Om, sayang. Nanti Om bakalan kabarin Papa kamu kalo keadaan sudah aman." Riko membiarkan jemari halus dan kecil itu menggengam jemarinya.
"Lo gila, Ko."
"Gue bakalan lebih gila lagi kalo sampe Om Zaga benar-benar melakukan hal jahat pada bayi Namira dan Bintang." Riko mengecup kening Gaza membuat bayi itu tertawa pelan.
"Apa kita aman dari Om lo yang gila itu? Maksud gue, lo bilang kan, kalo Om lo itu gila. Dia pasti bakalan cari lo sampe ketemu kalo tahu lo nyulik Gaza buat gagalin rencana dia."
"Makanya itu, gue minta tolong. Lo bantu gue, cuman lo doang yang gue punya."
Maafkan aku. Begini lah caraku mencintaimu. Terlalu sederhana. Tidak seperti Raja Shah Jahan yang mencintai istrinya, Mumtaz Mahal dengan mendirikan Taj Mahal.
Riko to Namira
****(((tbc)))***
Yogyakarta, 23 Juni 2019
Maafkan kalo banyak typo ;(
KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA [TAMAT]
RomanceDI UNPUBLISH SEBAGIAN PART. CERITA INI SEDANG DIREVISI SECARA BERTAHAP. MOHON MAAF UNTUK TYPONYA. HARAP BERSABAR. EYD acak adul, amburadul. Harap paham hehehee. MOHON BERSABAR DALAM MEMBACANYA, KARENA CERITA ADALAH SALAH SATU YANG TYPONYA MINTA...