KARMA 45

1.6K 70 2
                                    

Seiring berjalannya waktu, perlahan kesedihan itu pun berkurang. Membungkus diri dalam selimut rindu akan sosok yang mereka cintai. Sulit untuk melupakan. Semakin hari kenangan itu kian nyata, kepergiannya meninggalkan serbuk rindu yang tak mampu menanggalkan luka akibat memori yang tersisa. Dunia yang berbeda tidak lantas menjadi penghalang agar tetap menuai rindu pada sosok yang telah tiada.

"Pah," Nindi mengelus makam Hermawan. Pria yang dia anggap sebagai Ayahnya. "Nindi datang sama Aldo. Nindi akan menikah dengan Aldo. Mohon restui hubungan kami.." Getaran di tubuh Nindi menimbulkan perasaan sedih di hati Aldo. Pria itu mendekap calon istrinya.

"Om Hermawan pasti bahagia untuk kamu. Kuatkan hati kamu, Nin. Kita datang untuk memberikan kabar bahagia, bukan sebuah air mata.."

"Aku rindu Papa ku, Do.."

"Aku tahu, Om, Aldo mohon do'a restu. Aldo akan menikahi Nindi.." Memejamkan matanya, Aldo dapat merasakan angin lembut yang bertiup pelan menerpa wajahnya. Dia yakin ini pertanda jika pria yang dia minta restu itu telah merestuinya.

"Aldo ga punya banyak harta seperti keluarga Om. Aldo juga ga bisa menjanjikan kehidupan mewah untuk Nindi. Aldo juga ga akan biarin Nindi hidup susah bareng Aldo. Tapi Aldo akan berusaha sekuat dan semampu Aldo buat menjadi orang pertama yang menghapus air mata dan mengobati luka Nindi saat sedih.. Aldo cinta sama Nindi."

Semakin keduanya tenggelam dalam pelukkan yang menyesakkan tapi penuh kehangatan. Aldo dan Nindi menaburkan bunga lalu berdo'a. Sepeninggalan mereka, nampak lah seorang pria bertopi yang membawa sebuket bunga ikut berjongkok di samping makam.

"Aku pikir, dengan tiadanya diri mu, akan membuat aku bahagia. Ternyata aku salah. Justru aku semakin menderita sementara keluarga mu bahagia tanpa tahu sakit yang ku derita.."

Sepasang netra itu bergerak medongkak untuk melihat gumpalan awan hitam yang berada di atas kepalanya. Rupanya hujan akan datang.

"Kau ingin mengusir ku? Sudah mati tapi tetap merepotkan. Mungkin aku harus memberikan selamat pada keponakan mu atas pernikahannya.." Sudut bibir pria itu membentuk senyum sinis. Ah, betapa dia sangat membenci keluarga Rajasa.

Rumah yang beberapa bulan di penuhi air mata kesedihan kini telah menjelma menjadi tempat berlangsungnya janji sehidup semati kedua mempelai itu. Pernikahan Aldo dan Nindi dilaksanakan di rumah utama keluarga Rajasa.

Di hari bahagia ini, ternyata suara tangis dan hujan air mata terus beradu sepanjang acara tersebut. Namira dan Bintang ikut bahagia. Bintang tersenyum haru, air mata bahagianya begitu nampak. Dia senang, Nindi mampu menemukan seseorang yang benar-benar tulus menyayanginya. Aldo adalah sahabat Bintang. Itu sudah cukup untuk membuatnya percaya jika sahabatnya itu mampu memberikan kebahagian untuk sang mantan.

"Kak, Namira senang, bahagia, Nindi bisa menemukan seseorang yang bisa membuatnya tersenyum lagi.."

"Iya sayang, Kakak juga bahagia. Tuhan memang selalu tahu apa yang terbaik buat kita, hidup itu seperti pelangi. Banyak warnanya."

Para tamu bergantian menyalami juga memberikan ucapan selamat atas pernikahan kedua mempelai. Banyak godaan dari sahabat-sahabat Nindi maupun Aldo.

"Kak.." Nindi langsung memeluk Yuda begitu pria itu berada di depannya. "Kakak bahagia. Selamat sayang, jadilah istri dan calon ibu yang baik.."

"Kak.." Pelukkannya makin erat. Bahkan dia menangis di dada Yuda. Usapan halus di punggung gemetar Nindi semakin membuat tangisnya pecah.

"Do'a Kakak selalu bersama kamu dan Aldo. Jangan lupa, Kakak mau ponakan yang ganteng.." Nindi reflek mencubit perut Yuda. "Aww.. Ko di cubit, sih?"

"Kakak menyebalkan." Wajah Nindi berubah cemberut. Namun jelas ada rona merah di kedua pipinya. Dia malu dengan perkataan Yuda.

"Do, jagaian adik gue. Berani buat nangis, abis lo di meja operasi.. Gue potong harta karun lo sampai ke akar-akarnya.." Aldo meringis. Belum apa-apa sudah dapat ancaman mematikan. Tawa Bintang pecah melihat raut wajah Aldo yang pucat. Selamat datang di keluarga Rajasa. Senyum Bintang sangat menyebalkan di mata Aldo.

"Apa mereka selalu bahagia? Lalu kapan giliran ku?" Wajahnya masih datar. Hingga suara merdu itu menyapa gendang tinganya.

"Ko.. Riko..."

"Eh.. Namira."

"Tante Rahma mana?" Namira melirik kanan kiri mencari mantan pacar ibunya.

"Lagi ke toilet." Riko mengamati wajah cantik di depannya ini. Seandainya saja, waktu bisa di putar kembali. Riko ingin memiliki Namira seperti Bintang.

"Gue pengen miliki lo lagi, Na," lirih Riko pelan. Nyaris berbisik. Pernyataan singkat itu tidak mampu menembus telinga Namira. Nyatanya, wanita itu masih sangat susah untuk disingkirkan dari hati Riko. Dia masih bertahta sampai saat ini.












Yogyakarta, 25/08/2019

KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang