Terima kasih, sudah hadir di hidupku. Sekalipun kita tidak pernah saling memiliki. Setidaknya kita pernah bersama,,, -RahmaBaik Bintang maupun Namira sepakat untuk menutup mulut mereka dengan rapat-rapat, kedua suami istri itu hanya mengatakan, "yang penting Gaza selamat tanpa kurang satu pun." Namun, bukan Hermawan Rajasa namanya, jika pria paruh baya tidak mendapatkan apa yang dia mau. Berjanji akan menemukan siapa dalang penculikan cucunya.
Setelah satu minggu, akhirnya polisi menemukan Zaga. Hanya saja, pria itu ditemukan tidak bernyawa lagi. Zaga tewas akibat overdosis. Ternyata dia mengunsumsi narkoba dan juga menjual barang haram itu. Polisi telah mengabarkan kepada keluarganya, yaitu Riko dan Rahma. Keluarga satu-satunya yang dimiliki Zaga.
Prosesi pemakaman Zaga tidak banyak pelayatnya. Hanya orang-orang tertentu, beberapa petugas keamanan dan keluarga Bintang juga Namira hadir di sana. Mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya Zaga. Riko hanya terdiam, tidak ada tangis juga tidak menunjukan wajah kehilangannya. Pria yang terbaring di dalam kuburan itu seolah bukan siapa-siapanya. Darah yang mengalir di tubuhnya yang berasal dari pria itu, tak lantas membuat Riko bersedih. Hanya saja dia sedikit kecewa, kenapa harus dirinya yang menjadi darah daging seorang penjahat. Ibunya, Rahma, hanya terdiam. Antara sedih, kecewa dan marah bercampur menjadi satu. Dulu, pria itu sempat menjadi alasannya bertahan dalam segala keadaan. Memberikan kekuatan dan semangat hingga Rahma tak takut untuk melangkah maju. Namun itu dulu, sebelum akhirnya ke-egoisan Zaga membuat mimpi juga perasaan Rahma hancur berantakan. Dan meninggalkan Riko di dalam diri Rahma. Pria itu lebih memilih membalas dendamnya terhadap Hermawan Rajasa hingga berakhir dengan kekalahannya sendiri. Rahma hancur untuk kesekian kalinya, kekecewaan makin memperburuk semuanya setelah Zaga memilih meminta agar saudara kembarnya untuk menikahi Rahma yang telah berbadan dua. Sejak saat itu semua berubah, hingga hari ini. Tidak lagi ada kesempatan kedua untuk Zaga. Dan itu yang terbaik.
"Ko, kita pamit ya." Bintang menepuk pelan bahu Riko, mencoba memberi semangat pada sahabatnya. Ari yang berada di sebelahnya pun turut mengucapkan hal yang sama.
"Thanks udah hadir," kata Riko, "makasih juga ga nyerahin gue ke polisi." Senyum Riko terukir dengan hambar. Membuat Bintang mendesah panjang.
"Lo emang ga salah. Ga usah dipikiran." Bintang beralih pada ibu Riko memohon untuk pamit. Dia harus segera pulang. Keluarganya dan keluarga Namira sudah lebih dulu pulang. Sementara Namira tidak hadir. Wanita itu tidak diijinkan ayahnya untuk pergi.
Setelah semua orang pulang, Riko berjongkok di samping nisan Zaga.
"Makasih. Makasih untuk semua luka dan rasa sakit yang anda berikan untuk saya. Selamat beristirahat dengan tenang, Papa." Saat kata Papa terucap, Riko tak mampu membendung air matanya. Sakit, sesak rasanya saat tahu, sosok 'papanya' tak sesempurna papa-papa yang lain.
Rahma mengusap bahu putranya, "maafin Papa kamu, Ko. Dia memang jahat. Tapi, darahnya dan dari dirinya lah kamu bisa terlahir ke dunia ini. Maafin Papa, Ko. Maafin Mama dan Papa yang tidak bisa menjadi orang tua yang sempurna buat kamu. Maaf..." Rahma merasa gagal dan tak pantas. Dia memeluk Riko dengan tangis yang tak kunjung berhenti.
Satu bulan berlalu sejak kematian Zaga. Riko dan ibunya memutuskan untuk pulang ke rumah mereka yang dulu. Dua bulan lebih mereka kabur dan bersembunyi dari Zaga dan sekarang semua sudah berakhir. Hidup baru pun berusaha mereka mulai.
Begitu juga dengan Namira dan Bintang, setelah perdebatan panjang akhirnya mereka berdua beserta Gaza dapat pulang ke kediaman rumah mereka sendiri. Kamar Gaza sudah diatur sedemikian rupa hingga nampak sangat nyaman dan tenang.
"Gimana sayang, kamu suka kan, kamarnya?" tanya Bintang begitu dia dan Namira memasuki kamar Gaza.
(Sumber; pinterest)
"Suka, Kak. Bagus banget." Kamar yang ditata rapi dan deretan kereta bayi teratur rapi membuat enak untuk di pandang. Bintang sengaja membuat kamar Gaza terhubung dengan kamarnya dan Namira, yang hanya terpisah oleh pintu.
"Kak.."
"Hmm.."
"Mulai besok aku mau masuk kuliah? Gaza ku bawa, ya?" Wajahnya mendongkak untuk melihat Bintang.
"Kamu ga papa, kalo kuliah sambil bawa Gaza? Kakak ga mau, Gaza menghirup udara pengap di ruang kelas kamu. Kita bisa titip Gaza di rumah kakek dan neneknya. Atau mau pake baby sister?" Bintang mencoba memberikan pendapatnya.
"Kak, Namira bisa mengurus Gaza. Namira udah bilang berapa kali, kalo Namira ga suka pake baby sister. Namira ibunya Gaza. Namira bisa mengurus Gaza." Namira berdiri dari duduknya. Emosi masih menguasai hatinya hingga pergi meninggalkan Bintang sendiri di kamar Gaza. Bintang mengacak rambutya, pria itu percaya dan tahu, Namira bisa mengurus Gaza dengan baik. Hanya saja, Gaza masih terlalu dini untuk di bawa ke tempat umum seperti kampus. Dan Bintang akan melakukan apapun agar putranya tidak terkontaminasi polusi orang dewasa yang memiliki beribu masalah di kampus. Namira memang sudah menjadi seorang ibu, hanya saja, sifat keras kepala dan manjanya membuat Bintang khawatir jika Gaza di bawa Namira tanpa pengawasannya. Bintang sudah melihat dengan jelas jika Namira masih sering kesusahan menggendong Gaza. Meskipun rasa cinta dan sayang Namira sangat besar dan terlampau beaar pada putra mereka, tetap saja, Bintang tidak akan membiarkan Namira membawa Gaza ke kampus.
TBC
Yogyakarta, 27 Juli 2019
Maaf ya, kalo banyak typo.. Alur dipercepat... Hehee...
KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA [TAMAT]
RomanceDI UNPUBLISH SEBAGIAN PART. CERITA INI SEDANG DIREVISI SECARA BERTAHAP. MOHON MAAF UNTUK TYPONYA. HARAP BERSABAR. EYD acak adul, amburadul. Harap paham hehehee. MOHON BERSABAR DALAM MEMBACANYA, KARENA CERITA ADALAH SALAH SATU YANG TYPONYA MINTA...