KARMA 18

2.3K 102 2
                                    

"Jika bersamamu dalam realita tak mungkin, maka biarkan aku mencintaimu dalam espektasi."

"Riko to Namira"

"RiyanaSabaku"











Sekali lagi Riko mengusap foto berduanya dengan Namira. Potret usang yang sudah berada di dasar dompetnya selama beberapa tahun ini. Tak ada niat sedikitpun untuk membuangnya atau mengantikan sosok itu dengan yang lain.

Terlalu banyak kenangan mereka. Akan terlalu munafik jika dia membuang semua barang-barang mantan pacarnya tapi, hatinya masih menolak untuk melawan lupa semua kenangan mereka. Cukup. Biarkan bibirnya saja yang munafik dengan terus tersenyum mengatakan baik-baik saja. Namun hatinya menangis meminta keadilan untuk hatinya yang tulus.

Ketulusannya ternyata tak mampu merobohkan dinding megah dan angkuh seorang pria yang memiliki hak sepenuhnya atas Namira. Pria yang akan selalu menjadi penghalang terbesar dalam setiap langkah kakinya jika dia tetap mengejar Namira.

Kekerasan hati pria berdarah Rajasa itu memang patut diapresiasi. Betapa tak berperasaan menuntut paksa putrinya tanpa ampun untuk menghapus perasaan mereka.

Cinta memang tak akan pernah cukup untuk membangun rumah tangga. Tanggung jawab dan komitmen sumpah setia selalu bersama dalam keadaan susah senang. Bahagia atau duka. Sakit atau sehat. Ternyata tak cukup untuk mendapatkan restu seorang Hermawan Rajasa. Pria angkuh itu lebih memilih melukai hati putrinya sendiri dengan menawarkan pilihan lain untuk kebahagian putri tercintanya.

"Sampai kapan lo mau tetap mencintai Namira? Lo tahu kan, kalo itu hanya bisa bikin lo makin susah buat move on." Andre menepuk pelan bahu sahabatnya, "gue siap jadi mak comblang buat lo. Banyak ko cewe di fakultas sebelah yang jomblo. Bilang aja lo mau yang kaya gimana?" Andre menaik turunkan alisnya. Sahabatnya itu tak pernah bosan mencarikan jodoh untuk Riko. Pada hal dirinya sendiri pun tak memiliki teman hidup. Apes. Sama-sama jomblo tapi masih sibuk ngurus jodoh sahabatnya.

"Bahu gue siap buat nampung air mata dan curhatan hati lo," Andre menepuk bahunya. Dia selalu tahu cara menghibur sahabatnya.

"Malas gue, ketek lo bau asem. Yang ada bukan sedih gue hilang malah bikin gue pingsan."

"Hahahaa... Enak aja lo. Ketek gue ga bau asem. Gue udah make rexzona biar aman." Sambil mengendus keteknya sendiri.

"Gue kira lo pake bedak tabur." Perkataan Riko membuat Andre menetap horor sahabatnya, "sembarang aja tu mulut kalo ngomong. Gue mah lebih milih rexzona yang setia setiap saat."

"Dasar korban iklan."

"Emang itu faktanya kan, buktinya aja banyak yang beli deodoran itu. Karna emang udah terbukti kualitasnya."

"Udah ah, malah ngomongin iklan."

Pesanan keduanya datang. Seporsi mie ayam dan bakso dengan pasangannya dua gelas es teh gelas jumbo.

"Boleh gabung?"

Riko dan Andre menoleh serempak. Riko sedikit tercengan pasalnya dia mengenali salah seorang diantara mereka. Hanya saja dia tidak ingin berasumsi lebih.

"Duduk aja kali. Ga usah ijin. Lo kan juga bayar kuliah di sini." Melihat respon datar dari cowo di depannya membuat Nindi berdecak sebal.

Mereka mengambil tempat duduk di samping Riko dan Andre.

"Kenalan dong, gue Nindi dan ini," Nindi menunjuk Rara, "Rara." Rara menyahut pelan. "Kita anak arsitek. Kalo kalian?"

"Teknik Permesinan," ujar Riko.

KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang