KARMA 37

1.4K 72 6
                                    


Bayi mungil itu mengeliat dalam tidurnya, sedikit terganggu ketika pipi mulusnya bergerilya jemari Riko.

"Maafin Om ya, Gaza. Om terpaksa melakukan semua ini." Riko memandangi gelang yang bertuliskan nama Gaza yang melingkar sempurna dipergelangan mungil Gaza.

"Riko."

"Mama."

"Kamu sudah kabarin Bintang? Kasian Nak, kita ga tau apa yang sedang mereka lakukan untuk mencari Gaza."

"Mama tenang aja, aku bakalan kasih tahu Bintang. Kalo Gaza ada sama aku." Riko menuntun mamanya untuk duduk di samping Gaza.

"Lihat Gaza, Ko. Dia mirip Bintang." Wanita paruh baya itu tersenyum melihat wajah polos bayi yang diculik anaknya.

"Iya, kan, Bintang Papanya. Masa mirip Riko. Hahaa.." Riko tertawa dengan candaan menyedihkan miliknya.

"Mama yakin, Ko. Kamu pasti bisa dapat yang lebih dari Namira." Sang ibu berusaha menghibur putranya. Dia tahu, cinta yang terlanjur Riko berikan untuk Namira tidak mudah dibentuk lagi, untuk wanita lain. Dia terlalu mempersembahkan secara utuh cinta dan perasaannya untuk Namira sehingga ketika mereka berakhir, maka Riko memikul beban sakit dan cinta juga hatinya tak bisa lagi utuh seperti semula. Dia cacat. Bahkan rapuh dan tak bisa lagi bangkit.

"Riko ga tahu, Ma. Apakah Riko masih bisa mencintai wanita lain dengan utuh lagi atau tidak. Rasanya, perasaan Riko sudah cacat dan tak lagi sempurna untuk orang lain."

"Jangan bicara seperti itu, Ko. Mama selalu mendo'akan kamu, agar bisa kembali menemukan separuh hati kamu untuk cinta yang lengkap."

Riko memeluk mamanya. Menangis dan mencurahkan semua sakit yang dia pikul sendiri. Dunia ini kejam. Hingga tidak memberinya waktu untuk tersenyum sekali lagi.

Oekk... Oeekkk... Oeekk..

Tangis Gaza mengehentikan acara haru tangis ibu dan anak itu.

"Ko, panggil Yisa. Mungkin Gaza haus."

"Iya Ma." Riko berdiri untuk keluar memanggil Yisa. Adik Andre yang bertugas menyusui Gaza. Karna wanita itu juga mempunyai bayi seumuran Gaza. Jadi Riko dan Andre tidak kesulitan mencari asi untuk Gaza.

Riko menghampiri Yisa yang sedang menonton bersama Andre. Hari minggu ini mereka selalu menghabiskan waktu di rumah bersama. Mengingat suami Yisa yang seorang pilot yang selalu meninggalkan Yisa dan juga bayi mereka yang masih kecil. Pria itu baru selesai masa cuti sehingga harus terbang lagi.

"Kenapa Ko?" tanya Andre begitu melihat Riko menghampiri mereka.

"Sa, boleh susuin Gaza ga? Dia haus kayanya."

Yisa menepuk jidatnya, "ya ampun, Kak. Iya, ini sudah waktunya Gaza minum. Maaf Yisa lupa." Wanita bertubuh mungil itu segera berdiri dan masuk kamar tamu yang ditempati Riko dan ibunya beserta Gaza.

Di lain tempat, tepatnya di rumah besar. Dalam kamar mewah itu, seorang wanita muda terus menangis sambil menyebut-nyebut nama bayinya.

"Sayang, kamu makan dong. Kasian perut kamu, nanti mag kamu kambuh, Namira." Namira terus menolak makan. Dipikiran dan hatinya dia hanya mau Gaza. Gaza tidak yang lain. Mama dan ibu mertuanya sudah kewalahan membujuk Namira agar makan. Sementara papanya, Yuda, Bintang dan papa mertuanya beserta adik iparnya sedang mencari Gaza.

Pintu kamar dibuka pelan. Memperlihatkan Bintang dengan kemeja lusuh dan wajah lelah yang belum mandi selama dua hari ini. Pria itu sibuk mencari putranya dan Namira sampai lupa mengurus dirinya sendiri.

"Kak. Gaza mana?" Namira segera menanyakan hal yang sama setiap melihat siapa saja yang ikut mencari anaknya.

Bintang melangkah ke arah tempat tidur Namira. Wajah istrinya tak jauh beda dengan dirinya. Bahkan lebih menyedihkan. Wanita itu beberapa kali pingsan.

"Kamu makan, ya." Bintang mengambil alih piring berisi makanan dari tangan ibu mertuanya. Kedua wanita paruh baya itu memilih keluar dari kamar.

"Ga mau. Namira mau Gaza. Bukan yang lain."

Bintang mendesah lelah. Seharian ini dia seperti gelandangan. Tidak peduli panas hujan. Pria itu terus mencari anaknya. Dia juga tidak bisa makan dan tidur dengan tenang memikirkan nasib bayinya dan Namira yang entah dimana. Diletakkannya piring berisi makanan di atas meja samping tempat tidur.

Bintang meraih telapak tangan Namira, "kalo kamu sakit, Gaza juga sakit. Ikatan batin ibu dan anak sangat kuat sayang. Kamu harus makan, kamu harus kuat, Kaka mohon, Namira. Jangan siksa Kaka dengan cara seperti ini. Kalo kamu sakit, siapa yang memberikan Kaka semangat untuk menemukan anak kita. Kalo kamu lemah seperti ini, siapa yang akan menjadi sandara Kaka." Sebelah tangannya mengusap lembut air mata Namira.

"Namira ga bisa makan, Kak. Namira mikirin Gaza. Dia sudah minum susu belum. Dia bisa tidur nyaman tidak. Namira ingin Gaza, Kak. Namira ingin bayi Kita. Bawa Gaza pulang, Kak." Tangisnya pecah dalam dekapan Bintang. Mereka berdua sama-sama rapuh. Gaza. Putra mereka yang menghilang di rumah sakit. Tanpa jejak. Polisi dan detektif swasta telah dibayar oleh kedua keluarga mereka. Namun sampai dua hari hilangnya Gaza, belum juga menemukan titik terang.

***((((tbc)))***

Yogyakarta, 29 Juni 2019

Hai... Hai... Heheee... Akhirnya bisa up setelah lama menyepi..
Alay.. ;(


KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang