KARMA 11

2.7K 131 4
                                    

#versibaru26mei2021






"Ma, harus berapa kali Papa bilang." Hermawan mengusap wajahnya kasar, sudah dari tadi dia berusaha meyakinkan kalau dia bukan ayah dari Nindi. 

"Papa gak pernah berbuat seperti apa yang Mama tuduhkan. Demi Tuhan, Ma, Papa cuman punya anak dari Mama. Karena cuma kamu, Ayu. Cuma kamu yang aku cinta." Hermawan menangkup kedua pipi istrinya dengan lembut, "Demi kedua anak kita yang masih hidup, juga Naira. Aku, Hermawan Rajasa hanya menabur benihku pada Ayu Putri Sagita." Sudah bobol pertahan wanita paruh baya itu saat suaminya bersumpah menggunakan ketiga anaknya. Dia tahu pria itu tidak pernah main-main jika sudah menyebut nama ketiga anaknya.

"Tapi, kenapa darah kamu sama dengan anaknya Aini." Astaga, Hermawan hanya bisa menghela napas dalam-dalam. 

Masih lagi.

"Sayang, di dunia ini yang darahnya sama bukan cuman aku sama anaknya Aini. Banyak orang yang diluar sana juga punya darah yang sama. Udah gak usah nangis, malu sama umur."

"Air mata itu gak mandang usia, Pa." Hermawan mengalah, membawa tubuh wanita tercintanya dalam pelukannya. "Aku percaya sama kamu, Pa," lirih Ayu.

Hermawan bersyukur istrinya telah kembali percaya padanya, sungguh dia bisa gila jika harus kehilangan keluarganya hanya karena kesamaan golongan darahnya yang sama dengan anak Aini. Sang mantan pacarnya. Hermawan juga tidak habis pikir, bagaimana bisa darahnya dan Nindi memiliki tingkat kecocokan nyaris sempurna. Tapi, dia tahu dan sadar diri bahwa dia tidak pernah menyentuh Aini lebih. Karena Hermawan selalu menjaga dan berusaha menghargai wanita yang pernah memiliki hatinya. Ah, masa lalu. 


****


Bintang mengabaikan tatapan menyelidik dari sang adik. Sejak dia mendudukan diri di ruang tamu, Ari seolah tidak melepas sedikitpun netranya dari Bintang.

"Kenapa liatin Mas kayak gitu?" tanya Bintang risih.

"Ngapain Mas ke sini? Ini jam kerja dan Mas justru ada di sini. Apa ini ada hubungannya dengan kejadian kemarin?" Tebakan Ari benar. Bintang memang sedang gundah juga bingung. Dia sengaja pergi dari rumah sakit, bukan mengabaikan tugasnya sebagai dokter. Akan tetapi, pikirannya tidak fokus karena di rumah sakit dia akan bertemu Nindi. Meski sebenarnya dia bisa saja menghindar. Tetapi, hatinya masih tersangkut dengan sang mantan. Dua tahun bukan waktu yang sebentar. Apalagi Bintang pernah berjuang mati-matian untuk Nindi.

Ari menggeleng pelan, sudah dia duga. "Ini, Ari takutkan." 

"Mas ke sini buat minta solusi, Ri," balas Bintang. "Kamu malah nambah pusing, Mas."

"Mas harus lupakan mantan Mas itu," tegas Ari.

"Iya, Ri. Ini juga Mas lagi usaha. Mas sadar kalau sekarang Mas sudah milik Namira dan Mas gak boleh mengecewakan Papa sama Mama," ujar Bintang.

"Ada yang lebih penting dari kekecewaan Papa sama Mama, Mas. Mbak Namira, wanita yang menjadi istri Mas itu sudah tidak akan utuh lagi kalau sampai Mas berpaling ke mantan Mas. Mas tahu, kan, wanita itu mudah menyerahkan hatinya sama pria yang sudah menjadi sandarannya. Namira pasti sudah menjalankan kewajibannya dan tugasnya sebagai seorang istri." Tubuh Bintang menegang mendengarnya, dia tidak menyangka Ari akan mengetahui bahwa dia dan Namira ....

"Mbak Namira lah yang paling penting di sini, Mas. Jangan kecewain dia."

"Ari, Mas emang gak pernah salah memilih teman bicara. Makasih sudah mengingatkan Mas kalau masa lalu memang seharusnya di belakang," ujar Bintang. Ari mengangguk dengan senyum tulus di bibirnya. Tentu saja dia akan selalu mengingatkan kakaknya dan berusaha sebisa mungkin untuk menjaga keutuhan rumah tangga kakaknya. Karena Ari sadar dan percaya bahwa Namira adalah satu-satunya wanita yang pantas menjadi kakak iparnya. Meskipun Ari tidak pernah membenci Nindi.

KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang