Nindi sedari tadi terus menangis hingga tubuhnya lemas dan berada dalam pelukkan Ayu. Wanita itu mendekap erat tubuh layu keponakannya."Sayang, udah dong. Jangan nangis. Dokter akan melakukan yang terbaik untuk Aldo."
"Ini semua salah aku, aku yang bikin Aldo kaya gini. Benar kata Om itu, aku emang pembawa sial."
Ayu terus menenangkan Nindi. Apapun yang Zaga lakukan pada Nindi telah berhasil membuat keponakannya itu terpukul. Sementara Yuda dan Papa tengah mencari Zaga yang berhasil melarikan diri. Pria licik itu hampir menyakiti Nindi jika Yuda tak cepat datang. Pria itu pun menyalahkan dirinya, seandainya dia yang mengantar adiknya sudah pasti dia yang akan mencabik-cabik tubuh Zaga dengan tangannya sendiri.
Hermawan masih sibuk berbicara dengan seseorang, dari gelagatnya Yuda sudah bisa menebak papanya sudah diambang batas kesabaran.
"Cari dia! Bawa dia padaku. Pastikan kalian menemukannya sebelum polisi."
Yuda berjalan menuju papanya, "Pa, gimana? Ada kabarnya?"
"Belum. Pria sialan itu mau main-main denganku."
"Apa benar, pria itu yang membunuh Om Farhan?" Tanya Yuda pelan. Kematian kembaran papanya memang sangat dirahasiakan oleh keluarganya dan korps kesatuan kerja tempat pamannya bekerja. Semua orang tahu, pria itu meninggal dalam menjalankan tugas.
"Papa harus menemui mamamu." Selalu saja papanya menghindar ketika dia membahas omnya. Pembahasan yang tidak pernah ada lanjutannya.
Sejak sadar dari tidurnya sampai saat ini Aldo belum melihat wajah Nindi sedikit pun. Pada hal menurut cerita yang didengarnya dari beberapa perawat dan dokter yang memeriksanya mereka selalu mengatakan jika Nindi terus menangis disaat datang menjenguk Aldo. Namun saat pria itu sadar Nindi bahkan tidak pernah menampakkan wujudnya.
Nindi duduk di samping ibunya. Sementara Aini masih menggunakan kursi roda dan Bi Sumi masih dalam perawatan intensif. Lukanya terlalu parah dibanding majikannya.
Mereka menunggu dengan cemas di depan ruang bersalin. Dimana Namira tengah berjuang untuk melahirkan anaknya dan Bintang.
Namira berusaha sekuat tenaga, "sayang, kamu pasti bisa." Bintang terus membisikan kata-kata mujarab bagi istrinya.
Dokter Siska terus memberikan arahan agar persalinan Namira lancar. Pegangan Namira di kemeja Bintang begitu erat sampai ketiga kancing kemeja pria itu ikut copot.
Bintang mengecup kening istrinya berusaha menyalurkan semangat.
"Sayang, tolong bantu bunda. Kasian bunda kamu," ujar Bintang sambil mengusap perut Namira."Ayo Namira, sedikit lagi." Dengan sekuat tenaganya Namira berhasil melahirkan bayinya dan Bintang.
"Oeekkk..." Tangisnya membuat ruang bersalin yang semula tegang menjadi penuh haru.
Bintang mengecup seluruh wajah lelah Namira yang kembali mendapatkan tenaganya saat mendengar tangis bayi mereka. "Sayang, kita udah jadi orang tua."
Namira mengangguk, "iya Kak."
"Selamat Bintang, Namira, bayi kalian laki-laki." Dokter Siska segera menyuruh perawat untuk membersihkan bayi kecil itu. Setelah dibersihkan bayi itu kembali diberikan pada Bintang untuk diazani. Pria itu tanpa terasa meneteskan air matanya ketika kalimat-kalimat Allah mengalun ditelinga putranya bersama Namira.
"Ayo Namira, kasih dia asi."
"Iya Dok." Namira dibantu dokter Siska untuk memberi asi pertama bagi putranya. Dengan cepat bibir mungilnya menguasai pusat kehidupannya. Namira dan Bintang tersenyum bahagia melihat putra kecil mereka.
"Ka, udah siapin namanya kan?"
"Iya sayang. Namanya Gaza Fatiha Adi Yaksa."
"Nama yang bagus," sahut dokter Siska. "Selamat datang Gaza."
Setelah Mamira di pindahkan di ruangan rawat. Keluarga berombongan masuk dan melihat keluarga baru keluarga Adi Yaksa dan Rajasa.
"Wah, tampan banget, pengen gue bawa pulang," canda Salsa. Dia datang bersama Tata dengan membawa begitu banyak oleh-oleh.
"Namanya siapa sayang?" tanya ibu mertua Namira. Kedua ibu-ibu yang sudah menjadi oma-oma itu begitu asik bergantian menggendong cucu pertama mereka.
"Gaza Fatiha Adi Yaksa," kata Namira.
"Bintang dan Namira ingin dia menjadi anak yang kuat, bisa menghadapi kerasnya dunia ini. Dia juga akan menjadi tempat berlindung untuk adik-adiknya."
"Namanya bagus, semoga dia menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya."
Setelah melihat keponakan barunya, anak Namira dan Bintang. Nindi bersama mamanya kembali lagi ke ruang rawat Aini.
Nindi terpaku pada sosok pria yang beberapa hari ini tidak terlihat dalam pandangannya. Aldo masih duduk di kursi roda, sepertinya lukanya masih belum sembuh. Di sampingnya ada dokter Siska. Mereka terlihat membicarakan hal yang serius.
"Kamu ga mau ketemu sama Aldo?" tanya Aini begitu melihat raut wajah putrinya menyenduh. Dia juga merasakan hal aneh ketika mendapati kesedihan diwajah Nindi.
"Sayang." Nindi terkaget dari lamunannya.
"Kenapa Ma? Mama butuh sesuatu?"
"Mama mau ketemu sama Aldo. Mau ngucapin terima kasih. Dia sudah berkorban seperti itu buat kamu."
"Lain kali aja, Ma. Mama juga harus istirahat." Aini hanya menurut ketika Nindi mendorong kursi rodanya menuju ruang kamar inapnya.
"Do, ga pengen ngomong gitu sama Nindi." Dokter Siska mulai mengompori sepupunya. Dia bisa melihat lewat tatapan sepupunya jika Aldo mulai menaruh rasa pada mantan pacar sahabat mereka, Bintang.
"Ga tahu gue, dia kayanya ga mau ketemu. Buktinya dia selalu menghindar. Gue juga harus tahu diri, gue siapa. Hanya orang asing yang tiba-tiba dekat hanya karena sebuah tanggungjawab. Gue ga mau berharap lebih. Karna sesuatu yang berlebihan itu ga baik. Gue sadar diri bukan siapa-siapa dia, jadi sebaiknya gue mundur cantik aja. Biar ga sakit akhirnya." Aldo terlihat lemah dengan kenyataan hubungan dirinya dan Nindi yang memang hanya karena tanggungjawabnya. Jadi dia tidak ingin berharap lebih.
"Do, gue tahu lo sakit. Tapi bukan berarti harus lembek kaya gini."
"Thanks udah ngehibur gue. Sekarang gue pengen istirahat. Antarin gue ke kamar." Dengan berat hati dokter Siska mengikuti keinginan sepupunya, Aldo.
**(((tbc))**
Yogyakarta, 5 Juni 2019
Minal Aizin Wal Faizin
Mohon Maaf Lahir Bathin
KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA [TAMAT]
RomanceDI UNPUBLISH SEBAGIAN PART. CERITA INI SEDANG DIREVISI SECARA BERTAHAP. MOHON MAAF UNTUK TYPONYA. HARAP BERSABAR. EYD acak adul, amburadul. Harap paham hehehee. MOHON BERSABAR DALAM MEMBACANYA, KARENA CERITA ADALAH SALAH SATU YANG TYPONYA MINTA...