KARMA 24

1.7K 85 12
                                    


Darah itu lebih kental dari pada air


Byurr...

Satu guyuran jus lemon membasahi kepala hingga pakaian Rara.

Rara terkejut, seketika dirinya menjadi tontonan seluruh pengunjung kafe.

"Dasar jalang!"

Plakk...

Satu tamparan melesat dan mendarat mulus dipipi kanan Rara.

Rara terdiam tanpa suara. Masih mencerna gerangan apa yang membuat dirinya menjadi korban kekerasan.

"Kenapa diam aja? Oh, pura-pura lugu. Cih!"

Wanita dengan pakaian modis itu menatap sinis dan penuh kebencian pada Rara.

"Maaf mba, salah saya apa? Saya juga ga kenal sama mba?" Suaranya yang memang pelan ketika berbicara dengan yang lebih dewasa darinya membuat dirinya menjadi gampang ditindas.

"Ga punya salah? Heh!"

Wanita itu mendorong Rara dengan telunjuknya. "Lo itu udah ngerebut cowo gue. Pura-pura lugu lagi."

Rara berusaha menahan malu dan air matanya secara bersamaan. Demi apa pun dia bukan wanita seperti yang dibicarakan lawan bicaranya.

"Maaf mba, tapi, saya sama sekali ga kenal sama pacar mba. Saya..."

"Yuda. Yuda Hermawan Rajasa. Dia pacar gue. Pasti lo dekatin pacar gue cuma mau uangnya doang kan? Ngaku lo. Ga usah so muna."

Air mata Rara sudah menerobos keluar. Yuda memang akhir-akhir ini sering menghabiskan waktu dengannya. Tapi sikap pria itu kepada Rara bukan seperti seorang cowo kepada pacarnya. Melainkan sebagai kakak kepada adiknya begitu pun dengan Rara. Dia sudah menganggap Yuda sebagai kakanya.

"Aku dan ka Yuda ga pacaran, mba. Mba salah paham."

Namira beserta Salsa dan Tata yang kebetulan baru masuk kafe pun geram melihat tingkah wanita itu. Biar bagaimana pun Rara itu teman mereka. Meski hanya beberapa kali tegur sapa namun Namira merasa Rara berbeda dengan Nindi.

"Eh, situ kalo punya mulut tolong kalo ngomong direm ya, udah kaya mobil rem blong aja. Main nabrak," ujar Namira judes.

Wanita di depannya ini, yang mengaku sebagai pacar kakaknya sama sekali tak menarik dimata Namira. Malah dia jijik melihat kelakuan tidak tahu malu wanita itu.

"Jangan ngaku-ngaku sebagai pacar kaka saya. Sebaiknya situ pulang dan mandi air kembang tujuh rupa." Dari sikapnya saja sudah membuat Namira mencoretnya dari daftar calon kaka ipar idaman.

"Apa liat-liat?" Salsa menaikan suaranya menatap tajam wanita yang akan mereka lawan ini.

"Ibu hamil tu ga usah ikut campur urusan orang lain. Urus aja anak lo," wanita itu sedikit mengulas senyum tipis, "anak yang mungkin ga jelas bapaknya." Tawanya pecah bersamaan dengan berakhirnya kalimat keramat yang membuat Namira memanas hingga kepalanya mengeluarkan tanduk.

Plakk...

Satu tamparan dari Namira membuat wanita itu bungkam. Namun dia dengan cepat mendorong Namira hingga terjatuh ke lantai.

Semua pengunjung kafe panik. Bukan karna aksi saling jambak-jambakan Salsa dan wanita gila itu. Tapi karna Namira yang sudah kesakitan. Dia memegang perutnya sambil merintih kesakitan. Rara dan Tata terbelalak lebar melihat darah mengalir dari kedua kaki Namira.

"Ya Allah, Namira."

"Nana, bertahan, Na. Kita bawa kamu ke rumah sakit."

Air mata Namira sudah memburamkan pandangannya, namun Namira melihat air mata yang mengalir dari kedua bola mata yang sama dengan miliknya ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan.

"Rara." Dan semuanya menjadi gelap dalam pandangan Namira.

****(tbc))****

Yogyakarta, 10 Maret 2019














KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang