KARMA 46

1.5K 78 6
                                    

Aku suka lirik dan pesan dari lagunya.. Semoga kalian juga.. ;)











Tidak ada lagi yang istimewa dalam hidupnya. Haruskah, dia selalu bersyukur, sementara kebahagian tak pernah mampir dalam hidupnya. Sekarang, dua hanya memiliki seorang ibu dalam hidupnya. Dan satu sahabat yang selalu menemani dalam suka dan duka. Dulu, dia memiliki seorang wanita yang mencintai dan sangat di cintainya. Tapi, semua hanya tinggal kenangan. Nyatanya, dia tidak bisa bersama dengan wanita itu.

Senyum miris terus terpatri di wajah tampannya. Riko mencoba beberapa kali merelakan Namira. Membangun tameng move on yang kuat, agar ibu satu anak itu bisa lenyap dari hati dan pikirannya. Bukannya menghilang atau berkurang. Tapi, justru semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Cintanya tidak pernah surut untuk Namira. Meski dia sempat mengatakan jika wanita itu sekarang hanyalah sebatas sahabat dan tidak lebih dari itu.

"Sayang...," Namira terhenyak. Suara suaminya mengalun di telinganya.

"Kak. Gaza mana?" tanya Namira. "Lagi sama Kakeknya." Bintang mengecup singkat pipi istrinya.

"Makasih Ko, udah datang.." Bintang tersenyum tipis.

"Sama-sama.." Riko menjawab singkat. Senyumnya terlihat canggung. Terkesan memaksa.

"Kak, Namira mau sate.." Sedikit bergelayut manja di lengan Bintang. Tanpa sadar Riko mengepalkan tanganya. Pria itu merasakan getaran aneh di dadanya. Rasa cemburu membakar ruang di hatinya. Tidak bisa kah, mereka mengerti dengan keadaannya?

"Riko..," Riko menoleh, "Mah."

Namira dan Bintang ikut menatap wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak muda lagi. "Tante.." Namira bersorak girang. Dia memeluk erat Tante Rahma.

"Apa kabar?" Tante Rahma melepas pelukkannya dan menatap Namira.

"Baik Tante. Tante sendiri?"

"Baik sayang.." Tante Rahma beralih pada Bintang. "Apa kabar, Bintang?"

"Baik, Tante." Dengan santun Bintang menyalami tangan Tante Rahma. Namira melirik sate yang berada dalam piring Tante Rahma. Seolah bisa membaca tatapan Namira, Tante Rahma menyodorkan piring berisi satenya.

"Buat kamu.."

"Makasih, Tante.. Tau aja kalo Namira lagi ingin makan sate.. Enak banget.."

"Kamu isi lagi, Na?" tanya Tante Rahma ragu. Pasalnya, Namira melahap habis sate di piring.

"Belum.." jawab Namira polos. "Do'ain aja, Tan. Bintang sama Namira lagi program adik buat Gaza.." Tangan Bintang melingkari pinggang istrinya dengan posesif. Telinga Riko berdengun. Rasanya sangat muak melihat kemesraan Bintang dan Namira. Tangannya gatal ingin melepas paksa pelukkan Bintang pada Namira. Tapi kesadarannya masih berada di level aman. Dia masih waras untuk tidak berlaku gila.

Tante Rahma tersenyum manis. Namun hatinya meringis dan miris saat maniknya menatap ke arah putra tunggalnya. Riko nampak sangat merana dan tersiksa dengan keharmonisan keluarga bahagia mantan pacarnya.

"Ko, kita pulang, ya? Mama cape."

"Mama ga papa, kan? Kenapa ga bilang dari tadi. Ya udah, kita pulang sekarang.."

Setelah berpamitan dengan keluarga mempelai, Ibu dan anak itu pun kembali ke rumah mereka. Meninggalkan suasana penuh bahagia yang tidak pernah berpihak pada mereka.

Sementara itu, prosesi salam dan memberikan selamat kepada kedua mempelai terus berlangsung. Rara, sahabat Nindi pun memberikan ucapan selamat dan pelukkan hangat untuknya.

"Selamat, Nin. Akhirnya kamu menemukan tulang punggung mu.." Rara mencolek dagu Nindi sambil menatap jahil sahabatnya.

"Makasih udah dateng, Ra." Nindi terlihat salah tingkah dalam menanggapi godaan sahabatnya.

"Do, jagain sahabat aku. Jangan buat dia nangis. Apalagi sampai terluka.."

"Pasti. Aku ga bisa janji apa pun. Tapi selama aku masih bernapas, aku bakalan ngelakuin yang terbaik buat Nindi.." Sepasang manik Aldo memandang teduh pada wanita yang telah menyandang nama Aldo di belakang namanya. Jantung Nindi berdebar kencang ketika bibir Aldo mengecup penuh sayang di dahinya. Menyalurkan sejuta rasa yang tidak bisa lagi dia utarakan dengan kata-kata..

Separuh hati yang saling mencari dan menemukan, akan saling melengkapi dalam perjalanan kehidupan dan hidup ini. Cukup dengan luka di masa lalu, mari, kita obati dengan hati yang sama-sama saling melepaskan untuk mencari yang mampu bertahan tanpa harus mengemukakan beribu alasan dalam berjuang.

Cukup kita. Aku dan kamu. Saling berjalan bersisian tanpa harus saling mendahului. Karena sebenarnya, hatimu dan hatiku sudah saling berkejaran untuk mencapai finish. Meski berulang kali kita terjatuh karena salah langkah. Aku tahu, itu cobaan agar kita tetap kuat meski terluka dan jatuh berulang kali.





Yogyakarta, 28/08/2109

Kamis manis untuk sore ceria.
Salam manis untuk pembaca..



KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang