KARMA 29

1.6K 76 10
                                    

"Kamu tahu, kadang aku pikir Tuhan itu tidur ketika aku tertimpa masalah. Dia seolah menutup mata atas setiap duka yang aku rasa."

"Nin."

Nindi tertawa lirih. Menertawakan setiap luka yang hadir dalam hidupnya.

"Ra. Kamu beruntung. Punya orang tua yang lengkap. Tidak pernah kekurangan kasih sayang beda sama aku."

Rara menatap iba sahabatnya, "Nin, Tuhan menciptakan semua manusi lengkap dengan porsi kebahagian yang sama. Semua orang berhak bahagia."

"Aku ga tahu, harus percaya dengan pemikiran kamu atau ga. Bagi aku semua sudah terlanjur." Air matanya menetes mengikuti gravitasi yang bukan hanya mengambil alih air matanya namun juga menyimpan banyak luka.

"Aku cuman mau Bintang." Kekehan pelan terlantun melalui bibirnya, "Tuhan mengabulkan do'a ku, Ra. Aku bisa melihat Bintang lebih dekat, tapi, sebagai saudara iparnya.."

Rara yakin sahabatnya ini benar-benar akan sulit dan semakin bertambah sulit untuk bisa move on dari mantan pacarnya itu.

"Putus dan beralih menjadi sepupu istrinya. Kamu bayangin aja, Ra, aku harus melihat live mereka bermesraan setiap harinya. Apa belum cukup semua kesakitan ku selama ini dan takdir dengan kejamnya membawa hubungan darahku dengan istri Bintang. Aku benci, Ra. Sangat benci dengan Namira. Aku iri dengan dia. Dia punya segalanya yang aku inginkan."

"Sabar Nin, aku percaya kamu kuat buat lalui semua ini. Ingat, ada aku, ada tante Aini dan kamu harus percaya kalo semua ini akan baik-baik saja."

Makna baik-baik saja itu memiliki ruang dan waktu yang tak terbatas. Entah kapan semua itu akan baik-baik saja. Pertama, waktu itu tidak mampu kita kuasai. Kedua kita tidak pernah bisa menerima waktu yang telah usai. Apalagi banyak kenangan indah itu telah termakan waktu.

Nindi benci untuk kembali termakan kata 'percaya' dan 'sabar' karna dia pernah memiliki keduanya dan hancur juga.

Karna kepercayaan dan kesabarannya telah tergerus oleh cinta yang bertepuk sebelah tangan. Cinta terhalang restu orang tua memang menyedihkan.

Kadang kita menerka-nerka, untuk apa rasa cinta ini diberika kepada kita jika pada akhirnya kita harus tersakiti dengan rasa cinta itu sendiri.

"Seharusnya dia milik kamu. Kalau saya jadi kamu, saya akan mengambil apa yang menjadi milik saya."

Ingin menolak semua perkataan pria itu. Namun sekali lagi, apa yang dikatakan orang itu benar.

"Tuhan bukan hanya mengambil dia dari kamu, tapi juga mengambil ayah kamu. Mengambil semua kebahagian yang seharusnya kamu rasakan dan kamu miliki. Tapi apa, takdir itu kejam. Dia hanya memihak pada yang berkuasa dan memiliki uang."

Tidak. Pergi kau pikiran licik. Jeritnya dalam hati.

"Lihat! Berapa banyak orang kelaparan dan tidak bersekolah. Lihat! Berapa banyak Tuhan mengabaikan suara-suara pencari keadilan yang ditindas para penguasa. Sekarang, buka mata kamu. Ambil apa yang seharusnya menjadi milik kamu."

Hatinya berontak menolak bisikan itu, namun logika memenuhi ambisi dan relung kalbunya.

"Namira milik kamu. Ambil dia. Ambil apa yang seharusnya menjadi milikmu. Ambil, RIKO!!!!!"

***(((tbc)))***

Yogyakarta, 8 April 2019

KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang