"Apalah dayaku yang hanya berstatus sebagai penjaga jodoh orang."
"Riko Lasgar Kusuma."
"RiyanaSabaku"
Bintang memegangi payung sementara Yuda melakukan bagiannya menangkap belut. Matahari tepat berada pada posisi strategis untuk merusak kulit kedua pria itu. Bahkan baru beberapa menit kemeja kedua pria itu sudah basah keringat.
Yuda membungkuk berusaha mencari keberadaan belut yang kemungkinan bersembunyi diantara lubang-lubang kecil dibagian pematang sawah. Sementara Namira mengamati keduanya dari gubuk sederhana milik pak Mulyo satpam komplek di rumah keluarga Namira. Untung saja pak Mulyo memiliki sawah yang tidak terlalu jauh sehingga mereka bisa gerak cepat untuk memenuhi keingan ngidam Namira.
"Aneh banget sih, masa ngidamnya minta kakaknya nangkap belut?" Yuda terus mengoceh sambil melakukan tugasnya.
"Ya mana gue tahu. Kan yang ngidam Namira bukan gue." Bintang menahan tawa. Seandainya bisa Bintang ingin sekali tertawa terbahak-bahak melihat betapa mengenaskan pria dingin itu. Tampang acak-acakan, peluh membanjiri tubuh tegapnya. Dan jangan lupa kemeja serta celana kainnya sudah penuh lumpur sawah.
"Tapi kan lo suaminya, masa ga tahu?" Yuda sempat berpikir mungkin ini ide Bintang untuk membalas dendam padanya.
"Peganing payung yang benar dong. Panas ni." Dengan gerakan kilat Bintang segera menuruti kemauan kaka iparnya. Makin panas makin galak dia.
"Lo gimana sih buat dedenya, ko bisa Namira ngidam minta gue nangkap belut?"
"Ya gitu buatnya." Jawab Bintang sambil menggaruk pelipisnya.
Yuda berdiri sejenak mengambil napas kemudian membungkuk lagi, "ya ampun pegal banget punggung gue." Matanya menoleh pada adiknya. Wanita hamil itu tengah memainkan ponsel milik Yuda. Dalam hati Yuda berjanji, jangankan menangkap belut menangkap buaya pun dia rela asal adiknya selalu bisa tersenyum bahagia. Satu kesalahan di masa lalu membuatnya selalu berusaha keras untuk menjadi kaka yang terbaik buat Namira. Tidak peduli jika itu harus mengorbankan dirinya. Apa pun demi kebahagian Namira. Karna saat ini hanya Namira adiknya. Dia sudah kehilangan Naira. Dan itu sudah cukup membuatnya merasakan sakit hingga saat ini. Kenangan pahit yang selalu menjadi mimpi buruknya.
Bahkan selama belasan tahun dia hidup di negeri kincir angin, tak lantas membuat semua kenangan itu hilang dari ingatannya. Meskipun dia sempat mengalami kematian sesaat. Koma yang menimpanya setelah kejadian itu pun tak bisa menghapus luka dimemori Yuda hingga saat ini.
"Na, bangun." Bintang menepuk pelan pipi Namira. Wanita itu tertidur nyenyak sementara kedua pria itu tersiksa di bawah sinar matahari.
"Belutnya mana?" Hal yang pertama dia tanyakan adalah belutnya. Bintang menunjuk dengan dagunya. Hanya satu ekor belut yang berhasil mereka tangkap.
"Maaf ya, kaka cuman dapat satu." Yuda menunjukan hasil tangkapannya. Raut lelah nampak jelas diwajahnya.
Namira tersenyum sambil bangkit dari duduknya, "makasih kak. Namira sama dede bayinya senang. Sekarang belutnya boleh dilepas lagi. Kasian dia nanti dicariin sama keluarganya." Bintang melongo mendengar pernyataan Namira.
Oh tidak.
Penyiksaan.
Ini namanya ujian kesabaran.
Yuda melongo sesaatnya. Dia berusaha mati-matian dari pukul 8 pagi hingga pukul 2 dia berjemur suka rela dibawah terik matahari hanya demi seekor belut yang harus dilepaskan kembali. Untung saja wanita di depannya ini adalah adik kandungnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA [TAMAT]
Любовные романыDI UNPUBLISH SEBAGIAN PART. CERITA INI SEDANG DIREVISI SECARA BERTAHAP. MOHON MAAF UNTUK TYPONYA. HARAP BERSABAR. EYD acak adul, amburadul. Harap paham hehehee. MOHON BERSABAR DALAM MEMBACANYA, KARENA CERITA ADALAH SALAH SATU YANG TYPONYA MINTA...