KARMA 15

2.4K 127 12
                                    

#versibaru29mei2021 akan direvisi secara bertahap. Terima kasih.

Sudah pernah menjadi masa lalumu adalah bagian yang membahagiakan bagiku. Karena aku pernah membuatmu bahagia meski tidak bertahan lama.

Memiliki cinta yang tidak terbalas memang menyakitkan, tapi memiliki cinta yang kandas di tengah jalan jauh lebih menyakitkan. Nindi saat ini mengalami hal itu, cintanya harus kandas tidak peduli seberapa keras dia berjuang untuk mempertahankannya.

"Bintang, apa aku harus menyakiti diriku hanya demi bertemu denganmu?" Nindi tidak bisa menerima kenyataan bahwa hubungannya dengan Bintang benar-benar sudah tamat. Pria itu datang sendiri dan mengatakannya secara langsung. Dan, yang lebih menyakitkan bagi Nindi adalah Namira saat ini tengah mengandung darah daging Bintang. Hal yang seharusnya Nindi rasakan.

Tidak! Nindi tidak terima hal itu. Oleh sebab itu, cutter yang berada di genggamannya akan menuntun Nindi untuk bertemu Bintang. Atau bahkan bertemu malaikat kematian. Yang jelas Nindi akan melakukan apa pun untuk bisa bertemu Bintang. Dia merindukan kekasihnya.

"Jika dengan melakukan ini bisa membuatku bertemu denganmu, maka akan aku lakukan." Nindi memejamkan mata menahan perihnya saat cutter mengiris lembut kulitnya. Cintanya yang tidak direstui orang tua Bintang adalah penghalang satu-satunya yang Nindi tidak bisa runtuhkan. Seharusnya Nindi sadar akan hal itu. Tetapi, dia selalu saja memaksakan dirinya untuk bisa bersama Bintang walau jutaan rasa sakit akan terus menemaninya.

Senyum pedih terukir di bibir Nindi diikuti dengan air mata yang mengalir deras seperti darah yang keluar dari sayatan cutter di tangannya. "Kenapa harus sesakit ini untuk bisa melihatmu, Bintang? Aku cinta kamu, Bintang," lirih Nindi. Bersamaan dengan itu kesadarannya mulai menghilang.

*****

Namira berulang kali menghembuskan napas lelah, entah sudah berapa banyak petuah juga nasihat yang keluar dari bibir mama dan ibu mertuanya. Yang bisa Namira lakukan adalah mendengar dengan saksama. Bintang yang duduk di sebelahnya hanya bisa menggenggam lembut tangan sang istri. Dia tahu Namira lelah sejak tadi terus diajarkan segala hal yang berurusan dengan kehamilan.

"Sayang, kamu harus buat jadwal makan dan istirahat, ya. Mama gak mau kamu kecapean. Ibu hamil muda harus banyak istirahat, Sayang." Ayu menjelaskan sambil membuat list untuk putri kesayangannya. Ah, dia harus mempersiapkan semuanya dengan matang. Ini adalah cucu pertamanya.

"Iya, benar kata Mama kamu, Namira. Oh, sepertinya Mama juga harus segera cariin kamu baju hamil. Ada beberapa kenalan Mama yang punya butik, kita bisa ke sana buat lihat-lihat baju hamil buat kamu." Kali ini sang ibu mertua yang berbicara, dia pun tidak kalah antusias dengan besannya.

Namira melirik perutnya, astaga. Bahkan usia kehamilannya belum menyentuh angka satu bulan. Bagaimana ibu mertuanya sudah memikirkan baju hamil untuknya. Bintang yang melihat gelagat sang istri menggeleng pelan. Ini tidak bisa dibiarkan. Lama-lama Namira bisa pusing menghadapi kedua calon nenek ini.

"Ma, Namira itu belum butuh baju hamil. Kandungan Namira--"

Bintang terdiam ketika kedua ibu negara itu melotot tajam padanya. "Kamu tuh, tahu apa, sih? Ini itu urusan wanita. Laki-laki yang cuman tahu nyumbang sperma mending diam aja deh." Bintang tersedak ludahnya, mamanya kalau berbicara tidak pakai disaring. Sepertinya memilih bicara adalah pilihan yang salah. Bintang melirik ke arah papa dan ayah mertuanya yang tampak menggaruk pelipis, sepertinya mereka juga merasa tersindir. Kasihan sekali.

Namira mengusap lembut punggung tangan Bintang, senyum manisnya membuat Bintang menghela napas lega. Dengan lirih Namira berbisik, "Gak apa-apa, Kak. Namira senang Mama Anita perhatian sama bayi kita." Ah, kalau sudah begini Bintang akan lemah. Sepertinya dia juga harus memasang telinga dengan baik untuk mendengar petuah dari kedua wanita yang sudah senior ini. Diam-diam Bintang tersenyum. Hatinya benar-benar bahagia dengan kehidupannya saat ini. Kebahagian yang tidak pernah Bintang rasakan sebelumnya.

Ya Allah, terima kasih telah menjadikan Namira sebagai teman hidupku. Aku mencintainya dan mencintai calon anak kami.

Ketika sedang sibuk mendengarkan nasihat mama dan ibu mertuanya, ponsel Bintang di saku celananya bergetar. Nada tanda panggilan masuk seketika membuyarkan konsentrasinya.

"Siapa sih?" Bintang mengambil ponselnya, melihat nama Aldo yang tertera di layar ponselnya. "Angkat dulu, Kak. Siapa tahu itu penting," kata Namira. Bintang mengangguk, dia bangkit dan izin kepada mama dan ibu mertuanya untuk menjawab panggilan masuk.

"Hal--"

"Nindi masuk rumah sakit, Bintang. Gila tuh, cewek. Dia nekat potong urat nadinya. Lo buruan ke sini," ucap Aldo dengan sekali tarikan napasnya.

"Shit." Umpatan itu keluar tanpa bisa dicegah Bintang. Pria itu segera mengakhiri panggilannya tanpa salam atau sekedar basa-basi belaka. Apa yang dipikirkan mantan pacarnya itu sampai nekat melakukan hal gila? "Lo kenapa sih, Nin?" batin Bintang bertanya.

"Kenapa sayang?" Mamanya lebih dulu bertanya saat melihat wajah panik sang anak. "Ada pasien gawat darurat. Bintang harus segera berangkat."

Maaf, Ma. Bintang bohong.

Anita mengangguk, dia tahu Bintang sangat peduli pada pasiennya lebih dari hidupnya sendiri. Bintang menuju tempat duduk Namira, menunduk dan mengecup dahi sang istri tepat di depan mata semua orang.

Melihat aksi Bintang, Hermawan tersenyum. Sepertinya pilihan dia adalah yang terbaik untuk putrinya.

"Sayang, aku ke rumah sakit dulu. Kamu tetap di sini, ya. Jangan dulu pulang ke rumah," pesan Bintang.

"Iya, Kak. Sampai rumah sakit kabarin, ya?"

"Pasti." Lalu, Bintang berjongkok hingga tubuhnya kini sejajar dengan perut Namira, Namira yang seketika memerah wajahnya. Dia malu karena Bintang melakukan hal romantis itu di depan kedua orang tua mereka.

"Dek, Ayah pergi dulu, ya? Kamu sama Bunda di rumah Nenek dulu." Sekuat tenaga Namira menahan senyumnya, dia serasa melayang dengan perlakuan manis sang suami.

"Ya Allah, aku semakin jatuh cinta dengannya," batin Namira.

Bintang berdiri, menyalami kedua orang tuanya dan Namira. "Ma, Bintang titip Namira. Tolong jaga dia selama Bintang di rumah sakit."

Anita mengangguk dengan antusias, senyum lebar di bibirnya tidak surut saat menatap sang putra. Astaga, Anita benar-benar merasa bahagia melihat perubahan Bintang saat ini.

"Pasti Sayang. Mama akan menjaga Namira dan calon cucu Mama dengan baik."



***(((bersambung)))***

Maafkan kalo banyak typo dimana-mana...

Jum'at berkah..

KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang