KARMA 26

1.8K 83 14
                                    


Kamar inap Namira penuh dengan canda tawa Salsa dan Tata. Kedua sahabat segreknya itu mampir setelah jam kuliah mereka dinyatakan kosong oleh dosen mereka. Hal yang selalu dinantikan mahasiswa adalah jam kosong.

"Ya ampun, kalian ga bawa apa-apa kesini?" Tanya Namira begitu melihat kedua sahabatnya masuk tanpa membawa buah tangan. Yang mereka bawa hanya diri mereka..

"Heheee.. Sorry, lagian ya, kalo kita bawa juga ujung-ujungnya kita juga yang makan," ujar Salsa. Sementara Tata hanya mengiyakan perkataan sahabatnya.

Namira sudah biasa dengan tingkah kedua sahabatnya yang tidak pernah berubah sama sekali.

"Na, abang ganteng gue ko ga keliatan sih?" Namira mengernyit heran, "abang? Abang siapa maksud lo?" Tata tersenyum malu-malu.

"Calon imam masa depan gue, adik ipar lo." Seketika Salsa dan Namira tertawa. Apa-apaan sih, belum tentu juga Ari mau.

"Lo tu yah, Ta. Kalo ngomong suka ngelindur." Salsa melempar kulit jeruk ke arah Tata.

"Ah elah, usaha boleh kan. Selama janur kuning belum melengkung, sah-sah saja gue pepet." Tata terlihat bersemangat ketika mengatakan hal itu.

Sejak beberapa menit berlalu hanya kebisuan yang terjadi diantara dua orang itu.

"Aku datang ke sini buat jenguk Namira." Bintang menangkap nada lirih dari sosok yang berdiri di sampingnya.

"Maaf Nin. Tapi untuk saat ini, Namira dalam pengawasan Yuda. Dan tidak ada yang bisa menemuinya tanpa sepengetahuan Yuda." Bintang mengatakan yang sebenarnya. Kaka iparnya itu terlalu berlebihan dalam menetapkan standar keamanan untuk istrinya.

"Kenapa? Aku ga ada niat buat nyelakain dia. Aku cuman..."

"Aku tahu itu, Nin. Aku tahu. Tapi apa Yuda mau tahu dan mengerti tentang niat kamu?"

Nindi tersenyum. Dia meraih tangan Bintang, "tolong berikan ini untuk istri kamu. Aku pamit." Nindi berbalik dan berjalan cepat menuju pintu ke luar. Dadanya sesak, kenapa saat dia ingin menjadi baik, orang-orang justru meragukannya.

Bintang menatap kue yang berada di tangannya. Ada perasaan sedih yang membuatnya merasa bersalah pada mantan kekasihnya itu. "Maafin aku, Nin. Karna aku juga tidak bisa mempercayaimu lagi." Bintang berjalan menuju meja resepsionis. "Kuenya buat kalian aja." Kedua suster yang berjaga itu langsung semangat. "Terima kasih, dok."

Pemandangan yang semakin meluluhlantakkan air mata Nindi.

"Kenapa, Bi? Kenapa kamu juga meragukan aku?" Nindi bersandar di tembok. Pertahanannya runtuh. Air matanya terus mengalir hingga membuatnya semakin menyedihkan.

"Apa aku tidak berhak untuk kesempatan kedua?" Nindi bangun perlahan dan menuju mobilnya. Hancur lebur dan tak tersisah lagi. Semua sudah menjadi seperti serpihan kaca.

Sementara sosok pria yang tengah mengamati Nindi dari kejauhan mengepalkan tangannya. Dia jelas sangat marah dengan keadaan putri semata wayangnya yang terlihat begitu hancur.

"Rajasa! Tunggu sampai aku mampu membuat keluarga itu menangis darah."

***(((tbc)))***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***(((tbc)))***

Yogyakarta, 29 Maret 2019




KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang