Cerita kita bukan seperti sepotong qoutes, tapi seperti sebuah tradisi selalu diingat sepanjang masa.
Author punya
Dari mantan pacar kemudian berubah haluan menjadi saudara ipar. Ternyata peribahasa dunia tidak selebar daun kelor memang benar. Bintang sudah membuktikan, buktinya sekarang Nindi dan Namira merupakan saudara sepupu. Nindi adalah anak biologis dari saudara kembar papa mertua Bintang, Hermawan Rajasa. Dan Bintang berharap semoga tidak ada lagi setelah ini dia mendengar kabar jika Riko berubah menjadi saudara sepupunya. Oh, sungguh. Sampai kemungkinan-kemungkinan gila itu terjadi mungkin dia sudah berada di ranjang rumah sakit akibat struk dadakan yang dialaminya.
Kenapa semua jadi serumit ini? Mau hidup tentram saja bayarannya harus berdarah-darah. Belum lagi kabar buruk yang masih berstatus isapan jempol belaka, yang mengatakan jika suami tante Aini itu masih hidup dan masih berkeliaran di sekitar mereka. Mengintai bagaikan Serigala yang kelaparan.
Bintang mengusap frustasi wajahnya. Dia memohon dan berharap pria gila itu segera tertabrak tronton agar menghilang dari muka bumi ini untuk selamanya.
Digengamnya erat jemari Namira. Ada perasaan takut yang mendalam dari dalam hatinya akan keamanan istri dan calon anaknya. Meskipun kedua orang tua mereka dan kakak iparnya sudah memberikan keamanan yang bahkan jika bisa makluk halus pun mungkin akan terlihat jika mereka keluyuran di sekitar situ.
Hari ini Bintang sudah mengambil cuti sampai Namira melahirkan. Meskipun itu masih satu bulan lagi. Tapi Bintang tetap ingin menjaga dan menemani Namira setiap saat. Dulu, dimana kedua baru dipertemukan dalam pernikahan berlatar belakang perjodohan atas nama persahabatan kedua orang tua mereka. Masih sangat jelas dalam ingatan Bintang bagaimana sikap angkuh dan cueknya wanita yang tengah mengandung darah dagingnya kini. Bahkan Bintang di buat jengkel dengan sikap Namira yang nyatanya sangat manja dan kekanak-kanakan seperti remaja labil. Mengingat hal itu membuatnya tanpa sadar tersenyum kecil. Ternyata wanita menyebalkan itu sekarang membuat dunia Bintang terasa seperti pelangi. Penuh warna.
"Ayah kamu gila, De. Dia senyum sendiri." Bintang tersentak kaget mendengar suara Namira yang serak khas orang bangun tidur.
"Udah bangun?"
"Belum."
Bintang mengecup dahi Namira, meskipun wanita itu sedikit cemberut namun Bintang bersyukur setidaknya kondisi Namira sudah lebih baik dari sebelumnya.
Telapak tangannya mengusap perut buncit Namira, "pagi sayang, lagi apa di dalam? Jangan dengerin omongan bunda kamu, ya. Ayah senyum sendiri karna ingat masa-masa waktu bunda kamu suka nangis dan ngurung diri di kamar."
"Iiihhh, kak. Jangan ngomong kaya gitu, nanti dedenya pasti ketawain bundanya. Masa bundanya cengeng."
"Emang bundanya cengeng kan." Namira sudah memasang muka cemberutnya. Dia sudah siap mengeluarkan jurus mautnya.
"Tapi ayah tetap sayang sama bunda kamu sekalipun bunda suka cengeng. Jangan ngambek sayang, masih pagi." Dia mengecup bibir Namira pelan lalu tersenyum, senyum yang selalu dan selamanya hanya untuk wanita yang akan menghabiskan sisa hidupnya bersama Bintang.
Namira tersenyum lebar melihat sikap manis Bintang. Jemari pria itu mengusap pelan pipi Namira yang terlihat lebih kurus dari biasanya. Ada perasaan sedih ketika melihat tubuh itu terlihat lemah.
"Cepat sembuh, sayang." Kecupan panjang disematkan Bintang di dahi Namira membuat wanita itu merasa begitu dicintai.
"Ka, Namira sama dede bayi udah baikan. Kaka ga usah khawatir." Telapak tangannya merangkum wajah Bintang yang terlihat muram dan tampak lelah.
"Jangan sakit lagi, Na. Kaka takut. Takut kehilangan kamu dan anak kita."
"Iya ayah, dede sama bunda ga akan sakit lagi. Hmm." Senyuman khas Namira yang selalu membuatnya terlihat segar meski sedang sakit itu membuat Bintang menghembuskan napas pasrah. Dia harus sekuat batu karang untuk bisa menopang keluarga kecilnya di masa kini dan yang akan datang.
"Ka,"
"Hm."
Namira menguyah sarapan paginya sambil berpikir. Berpikir apakah bisa dia meminta diajak jalan-jalan ke luar kamar meski hanya beberapa menit saja. "Dedenya pengen jalan-jalan," kata Namira sambil mengusap perutnya. Dalam hati dia berdo'a agar Bintang percaya dengan aktingnya.
"Beneran? Ini mau dedenya, bukan mau bundanya?" Bintang yakin ini pasti akal-akalan istrinya saja.
"Kak," kedua irisnya sudah berkaca-kaca, "Namira bosan di kamar terus. Makan bubur terus. Ga enak. Ga ada rasanya. Ga suka. Ga mau lagi." Seketika tangisnya pecah. Sifat manja dan pengaruh hormon kehamilan semakin membuatnya sensitiv jika maunya tidak segera dikabulkan.
Bintang meletakan mangkok buburnya, "sayang, soal rasa itu nomor dua yang penting nutrisi dan vitamin yang terkandung di dalam makanan kamu dan dede bayi itu terpenuhi. Kaka janji, setelah kamu habisin buburnya kita keliling taman rumah sakit. Mau ya, makan lagi?"
Melihat Namira terpedaya omongannya membuat Bintang lega. Dia juga ingin melihat istrinya makan dengan lahap dan sesuai dengan keinginan ngidamnya. Tapi apa daya, kesehatan dan kesembuhan kedua orang yang berharga dalam hidupnya membuat Bintang harus sedikit tegas pada Namira.
Namira harus puas meski tetap menggunakan kursi roda sekalipun. Dengan telaten Bintang membantu Namira untuk duduk di bangku taman. Melihat air mancur di taman dan beberapa bunga anggrek yang baru mekar membuat suasana hatinya lega seketika.
Telapak tangan Bintang selalu mengusap pelan dan hati-hati perut Namira. Dan gerakan balasan dari tindakannya itu selalu di respon buah hatinya.
"Dia nendang, sayang." Namira menahan ringisan sakitnya ketika melihat raut bahagia Bintang. Pria itu bahkan mendekatkan kepalanya dengan perut Namira.
"Dede, ini ayah. Kamu dengar ayah, kan? Kamu lagi apa di dalam? Jangan nakal ya, sayang. Kasian bunda kamu."
Usapan halus di kepalanya membuat Bintang betah mengobrol dengan buah hatinya.
Namira tertawa saja melihat tingkah Bintang, "ka, dedenya ga bisa dengar."
"Ga papa, sayang. Ga papa dia belum bisa mendengar. Yang penting dia bisa merasakan, merasakan betapa ayah dan bundanya sangat menyayangi dan menantikan kehadirannya."
Serasa bagaikan menemukan oase di tengah gurun pasir, perasaan bahagianya sangat luar biasa.
"Makasih ayah. Makasih sudah menyayangi dan mencintai bunda dan dede sebesar ini."
"Jangan, Na. Jangan bilang makasih. Karna sebanyak apa pun rasa terima kasih dan ungkapan cinta kaka ke kamu dan dia tidak akan cukup untuk melukiskan betapa kalian sangat berarti dalam hidup kaka." Bintang mendekap tubuh berisi Namira. Perasaan yang tidak akan pernah bisa dia rasakan jika dulu dia memilih Nindi. Pilihan orang tua dan restu orang tua adalah kebagian dunia akhirat untuk rumah tangga anak-anak mereka.
"Seharusnya, kebahagian itu milikku. Bukan kamu. Aku. Yang seharusnya menjadi orang paling bahagia itu." Kebencian itu mengalir bagaikan aliran listrik. Dia dapat mematikan dalam waktu singkat.
"KEMBALIKAN MILIKKU!!!!!"
****(((tbc))))***
Yogyakarta, 6 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA [TAMAT]
RomanceDI UNPUBLISH SEBAGIAN PART. CERITA INI SEDANG DIREVISI SECARA BERTAHAP. MOHON MAAF UNTUK TYPONYA. HARAP BERSABAR. EYD acak adul, amburadul. Harap paham hehehee. MOHON BERSABAR DALAM MEMBACANYA, KARENA CERITA ADALAH SALAH SATU YANG TYPONYA MINTA...