KARMA 42

1.6K 67 4
                                    


🍁🍁🍁

Amarah masih menguasai hatinya, membuat Namira enggan untuk melakukan apapun termasuk berbicara dengan Bintang. Dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan dimanja orang tua juga kakaknya membuat hati Namira selalu berada di atas angin. Tidak ingin mengalah dan tidak mau kalah. Apapun keinginannya harus terpenuhi.

Dengan meluruhkan segala emosi dan gengsinya Bintang memutuskan untuk meminta maaf lebih dulu. Beranjak untuk menemui Namira, istrinya pasti sedang berada di kamar mereka. Karena Gaza juga masih tertidur pulas begitu dia dan Namira melihat kamar Gaza. Bintang berjalan mendekati Namira yang masih berdiam diri di balkon kamar mereka. Matanya melirik Gaza yang tengah tertidur di kasur besarnya dan Namira. Di kanan kirinya di pagari dengan bantal. Bintang tersenyum kecil, Namira memang selalu memperhatikan apapun tentang putra kecil mereka.

"Maaf," kata Bintang pelan. Dia memeluk Namira dari belakang. Menumpuhkan dagunya di bahu Namira. "Kakak tahu, kamu tidak ingin jauh dari Gaza. Kakak ngerti itu, tapi, kamu juga harus tahu, Gaza masih terlalu dini untuk kita bawa ke kemapun kita mau." Bintang memberikan penjelasan panjang lebarnya. Namun hanya diamnya Namira yang dia dapat.

"Kamu harus tahu, Namira. Rasa sayang orang tua kepada anaknya, terkadang bisa membuat anaknya dalam bahaya." Namira melepas kasar pelukan Bintang di tubuhnya. Ibu muda itu berbalik menatap Bintang dengan tajam.

"Jadi, maksud Kakak, Namira mau nyelakain Gaza? Iya?" Bintang menggeleng. Namira telah salah menangkap maksud Bintang.

"Kak, Gaza itu anak aku. Darah daging aku. Aku yang mengandung dia sembilang bulan lebih dan melahirkan dia dengan mempertaruhkan nyawa. Dan Kakak bilang aku mau nyelakain Gaza? Aku kecewa sama Kakak." Namira menghapus kasar air matanya, tidak sudi mendengar tuduhan Bintang atas dirinya.

Bintang tidak punya pilihan lain, Namira memang keras kepala. Persis seperti Yuda dan papa mertuanya. Dengan gerakan cepat Namira segera berada dalam pelukkan Bintang. Meski berusaha berontak, Namira tetap tidak bisa lepas. Yang ada hanya pelukkan Bintang makin kuat. Akhirnya Namira lelah dan memilih menangis sambil bersandar pada Bintang.

"Maaf Na, Kakak ga ada maksud kaya gitu." Bintang mengusap pipi Namira yang dibanjiri air mata.

"Terus apa?" tanya Namira ketus.

"Kakak tahu, kamu sayang sama Gaza,"

"Sayang banget, Kak," potong Namira cepat.

"Iya. Tapi kamu juga harus tahu. Di kampus, bukan hanya ada kamu dan teman-teman kamu. Gaza ga akan hanya berada di dekat kamu. Tapi pasti orang-orang juga akan meminta ijin untuk melihat atau bahkan mereka mengambil kesempatan untuk berfoto bareng sama Gaza. Kamu tahu, kalo Kakak ga suka Gaza terlalu diumbar-umbar di media sosial. Gaza bukan artis atau publik figur, Kakak ga suka anak kita dijadikan alat atau cara untuk berkomunikasi di media sosial." Namira menyimak dengan baik perkataan Bintang. Dia sendiri pernah melihat Bintang menolak dengan tegas ketika sahabat-sahabatnya ingin mengambil gambar Gaza. Pria itu tidak mengijinkan jika bukan untuk kepentingan keluarga. Seperti foto keluarga atau semacamnya. Baginya, Gaza itu itu harta berharganya dan tidak boleh orang lain mengusik hal itu.

"Kakak mohon, Na. Tolong mengerti, ini demi kebaikan Gaza. Putra kita, ya." Namira mengangguk pasrah. Apa yang dibilang Bintang memang benar.

"Kita tidak pernah tahu, bagaimana pendapat orang lain tentang kita. Jangan terlalu mengumbar apapun yang kita miliki di depan umum. Terutama itu di media sosial. Di sana banyak manusia berbulu domba. Memuja-muja dikomentar tapi di belakang menerkam dengan kejam."

"Iya Kak. Maafin Namira, Namira terlalu egois dan ga mau mengalah. Namira juga masih harus banyak belajar," ujarnya sambil menunduk. Bintang terlalu dewasa bagi dirinya.

"Kakak akan selalu ada buat kamu untuk membantu kamu belajar lebih baik lagi. Jangan nangis, ya. Nanti cantiknya berkurang." Bintang mengecup kening istrinya, mendekatkan wajahnya hingga hidungnya dan Namira.

"Kak."

"Kakak rindu kamu, Na."

Namira masih betah memejamkan matanya, wanita itu tertidur setelah melayani Bintang. Perlahan hawa dingin mulai menerkam kulit kakinya yang tidak tertutup selimut. Namira menguap pelan sambil membuka perlahan matanya. Senyumnya merekah begitu melihat wajah Gaza yang tertidur pulas di sampingnya. Hanya ada Gaza sementara ayah anak itu tidak ada. Namira mencari pakaiannya namun tidak ada. Seingatnya tadi pakaiannya terletak di lantai kamar. Jemarinya mengelus pelan pipi Gaza. Dalam hati dia berkata, "Bunda yang hamil dan melahirkan kamu, tapi kenapa kamu lebih mirip Ayah ketika lahir?" Setelah puas memandangi wajah Bintang versi mini. Namira menarik selimut untuk melanjutkan tidur lagi.

Bintang menutup telponnya sambil mendengus sebal. Aldo memang sudah menggangu waktu tidurnya, hanya untuk mendengar curhatan galaunya saja. Dia kembali melangkah menuju kamarnya. Di lihatnya kedua orang tercinta masih terlelap. Bintang ikut berbaring di sebelah Gaza. Dia di kiri dan Namira di kanan Gaza.

"Anak Ayah tukang tidur." Bintang mengecup bibir mungil Gaza dengan gemas. Menghasilkan erangan pelan dari Gaza.

"Bangun sayang, Ayah pengen main sama kamu," ujar Bintang sambil menggigit pelan hidung Gaza

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Bangun sayang, Ayah pengen main sama kamu," ujar Bintang sambil menggigit pelan hidung Gaza. Seakan tidak cukup dengan semua itu. Bintang lebih suka menggangu Gaza yang terlelap. Jemari mungil milik Gaza bergerak pelan begitu juga kelopak matanya. Senyumnya melebar begitu manik Gaza terbuka sempurna.

"Halo anak Ayah, tidurnya nyenyak ga?" Gaza tidak merespon apapun. Bayi itu hanya sesekali menguap lalu memandangi wajah ayahnya.

"Gemes banget, Ayah jadi pengen gigit Gaza," kata Bintang sambil mengecup seluruh wajah putranya.

Puk... Bantal guling kecil milik Gaza mendarat di kepala Bintang.

"Kakak, ga boleh gigit Gaza." Namira menatap Bintang dengan kesal. Rambutnya awut-awutan dan sebelah tangannya menahan selimut agar tidak melorot.

"Bercanda, Na. Kakak juga ga mungkin gigit Gaza," Bintang berbisik pelan di telinga Gaza, "tapi gigit Bundanya Gaza." Namira ingin memukul Bintang dengan bantal lagi, namun diurungkan. Perkataan Bintang membuatnya kehilangan keganasannya.

"Jangan ngajarin yang mesum sama anak aku." Namira mendekat pada Gaza. Mengecup pipi putranya bergantian.

"Gaza kan anak Kakak juga. Kan Kakak yang buatin bahan bakunya. Terus yang memproses. Kamu ga lupa kan?" Bintang menggoda Namira dengan menaik turunkan alisnya, sementara Namira memilih memeluk Gaza untuk menghindari godaan mesum suaminya.

*TBC*
Yogyakarta, 29 Juli 2019

Alur dipercepat.. 😎😎


KARMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang