06 • Necklace

16.3K 1.3K 480
                                    

MEMBUKA pintu rumah, Bintang segera mengenakan sandalnya. Waktu telah menunjukkan pukul delapan malam dan bundanya, Bulan, mendadak mengidam nasi goreng yang berada persis di depan perumahan. Sebagai anak yang berbakti kepada orangtua, Bintang pun mematuhi perintah bundanya.

Namun baru saja selesai menutup pagar, tarikan seseorang membuat Bintang melotot kaget.

"Ikut gue."

Bintang panik. "Eh eh, mau kemana?"

Seseorang di hadapannya tidak menjawab dan tetap menarik tangannya menyusuri jalan lengang di area perumahan.

Bintang berdecak. "Gak usah narik-narik."

Tidak menggubris, seseorang itu tetap membawa Bintang hingga berhenti di taman yang berada tak jauh dari rumahnya. Alih-alih sepi, taman tersebut malah ramai dikunjungin meskipun waktu telah menunjukkan pukul delapan malam.

Bintang menyilangkan tangan di depan dada. "Apa?"

Sebuah kotak yang Langit berikan tentu saja mengundang kernyitan pada dahi cewe itu.

"Apa nih?"

"Buka aja."

Bintang mengambil kotak tersebut kemudian membukanya. Tarikan napas terkejut pun terdengar. Matanya membulat ketika mendapati sebuah kotak lagi di dalamnya, bedanya itu bukan kotak biasa.

"Kotak perhiasan?" tanya Bintang.

"Hm."

Seketika pikiran yang tidak-tidak pun memasuki otaknya. "Jangan bilang lo mau ngelamar gue? Astaga kita masih SMA. Lo mau ngasih gue makan apa? Kecoa?"

"Ngaco."

Bintang berdecak.

"Udah cepet buka," paksa Langit.

"Lo ngapain ngasih gue cincin?"

Langit menghela napas. "Ada ya kotak cincin bentuknya persegi panjang?"

Bintang menunduk, kembali melihat kotak perhiasan tersebut. "Terus ini apa?"

"Buka."

Perlahan tapi pasti, Bintang pun membuka kotak perhiasan tersebut dan hal pertama yang ia lihat adalah sebuah kalung berwarna silver dengan liontin bintang kecil yang cantik. Spontan, Bintang menutup mulutnya karena terkejut. Ia mengangkat kalung tersebut.

"Ini buat gue?" tanya Bintang dengan mata berbinar.

"Buat bunda."

Seketika senyuman Bintang pun pudar. Raut wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat.

"Kalo buat nyokap gue harusnya liontinnya bulan dong."

Langit terkekeh sebelum berjalan mendekati cewe itu. Meraih kalung tersebut, Langit pun berjalan ke belakang Bintang dan menyingkirkan rambut cewe itu ke depan. Dengan gesit, ia memasangkan kalung tersebut di leher Bintang.

"Berarti kalo liontinnya bintang buat siapa dong? Buyut gue gitu?" bisik Langit tepat di telinga Bintang membuat cewe itu melotot kaget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Berarti kalo liontinnya bintang buat siapa dong? Buyut gue gitu?" bisik Langit tepat di telinga Bintang membuat cewe itu melotot kaget. Berbalik badan, ia pun refleks memukul bahu Langit.

"Apa, sih!" seru Bintang. Langit tertawa keras membuat yang ditertawai cemberut kesal.

"Suka, gak?" tanya Langit.

"Suka apa?"

"Gue."

"Hah?"

"Ya kalungnya, lah."

"Oh." Bintang menunduk memegang liontin bintang kecil tersebut. "Suka."

"Bagus, deh."

Ketika sedang asyik-asyiknya merasa senang karena hadiah dadakan yang diberikan cowo di hadapannya, satu hal menyadarkan Bintang, membuat cewe itu memicingkan matanya ke arah Langit.

"Kesambet apaan lo tiba-tiba ngasih gue kalung?" tanya Bintang menyelidik.

Rasa senang dalam diri Langit pun hancur berganti dengan perasaan jengkel. Ia berdecak.

"Digalakin salah, dibaikin salah. Udah sini, balikin kalungnya. Biar gue jual lagi."

Sontak Bintang melotot kaget. Digenggamnya liontin bintang kecil itu dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya berusaha menghalau tangan Langit yang berusaha merampas kembali kalung tersebut.

"Gue cuma kaget aja ngeliat kebaikan dadakan lo mengingat lo selalu jahat sama gue," ucap Bintang beralasan.

"Gak selalu."

"Ya udah, sering."

"Bukannya bilang makasih."

"Oh iya." Bintang berdeham pelan sebelum tersenyum simpul. "Makasih, Lang."

Langit terdiam sejenak. "Jangan diilangin, ya."

Bintang mengangguk patuh seperti anak kecil yang sedang dinasihati membuat Langit terkekeh pelan dan mengacak rambut cewe itu dengan gemas.

Langit tiba-tiba saja mendekat. Menyadari perubahan tatapan cowo di hadapannya, Bintang pun tak dapat menahan jantungnya untuk berdetak normal seperti biasanya.

"Jangan lupa kalungnya dijaga. Itu jimat," bisik Langit tepat di telinga Bintang sebelum menepuk bahu cewe itu dan berlalu meninggalkannya. I

Untuk pertama kalinya, Langit menjadi alasan jantung Bintang berdetak melebihi batas normal.

TBC

Wah Bintang, ada apa dengan kamu?

Ada yang bisa menebak apa konflik yang kira-kira akan terjadi di cerita ini?

Jangan lupa vote dan comment yaa. Terima kasih sudah membaca. Sampai jumpa di chapter selanjutnya!

Sincerely,
G.

EXILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang