MERASAKAN kembali atmosfer sekolah membuat Langit senang bukan main. Ditambah lagi dengan perkembangan hubungannya dengan seseorang yang telah lama menaruh tempat di hatinya. Hari pertama kembali masuk sekolah terasa sungguh luar biasa.
Mengingat kejadian-kejadian kecil tadi pagi membuat rasa bahagianya semakin membuncah. Terlebih ketika rona merah pada pipi Bintang kembali muncul saat ia dengan sengaja merangkul, menggenggam, melempar rayuan dan berbagai aksi romantis lainnya.
Bintang benar-benar menggemaskan membuat Langit ingin bertemu dengannya saat ini juga.
Biasanya, ketika bel istirahat berbunyi, Langit akan bergegas menuju kantin atau Warung Atas bersama keempat temannya. Meskipun minus Ale jika tujuannya adalah Warung Atas. Namun mengingat hubungannya dengan Bintang telah resmi, Langit pun berinisiatif untuk menjemput Bintang di kelasnya terlebih dahulu.
"Eh, ada Langit tuh."
"Udah lama doi gak masuk sekolah."
"Aduh, ganteng banget."
"Beruntung banget ya Bintang."
Bisik-bisik tersebut tak Langit hiraukan. Ia tetap berjalan lurus ke arah Keisha dan Rara yang tengah berbincang tak jauh dari kelas Bintang.
"Kei, Ra!" panggil Langit membuat keduanya kompak menoleh. Langit pun melangkah mendekat.
"Lihat Bintang gak?" tanya Langit.
Langit dapat menangkap ekspresi terkejut dari kedua cewek di hadapannya. Merasa curiga, ia pun mengulang pertanyaannya.
"Gue nanya, lo berdua lihat Bintang gak?"
Suara berat Langit menelusuk indra pendengaran Keisha dan Rara. Meskipun Langit adalah temannya, namun mendengar nada menuntut tersebut tetap saja membuat jiwa perempuannya ciut seketika.
Keisha bimbang antara memberi tahu yang sebenarnya atau tidak. Sifat tempramen dan posesif Langit sudah menjadi rahasia umum terutama di lingkaran pertemanan mereka. Keisha yakin jika ia menyebut nama Samudra, emosi Langit akan melunjak berkali-kali lipat. Ia tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Alhasil, Keisha pun hanya menggaruk tengkuk sambil menyengir kaku. "Itu, Lang. Bintangnya ..."
"Kenapa Bintang?"
"Bintangnya ke itu. Aduh, gak tau ke mana. Tapi tadi dia ditarik sama ..."
"Sama siapa?"
"Sama itu ..."
"Siapa?" tanya Langit. Kali ini dengan nada yang lebih tegas.
"Sama Samudra."
Langit terdiam. Sedetik setelahnya, raut wajahnya berubah menjadi guratan penuh emosi. Rahangnya mengeras dengan tangan terkepal kuat.
"Ke mana?" tanya Langit dengan nada yang kentara sekali menunjukkan emosi yang siap meledak.
Kali ini Rara menggeleng. "Gak tahu."
Langit meninju dinding di sebelahnya. "Sialan."
Dan tanpa berlama-lama, Langit segera melangkahkan kaki menjauh. Dengan alis bertaut, wajah tegas serta tangan terkepal kuat, para siswa yang kebetulan berada di koridor otomatis meminggir, memberi jalan untuk Langit lewati.
Merasakan alarm bahaya, Keisha dan Rara segera mencari keberadaan keempat teman Langit. Tenaga keduanya tentu tak sebanding dengan tenaga khas seorang cowok dalam diri Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXILE
Teen Fiction#3 in teenfiction (21/06/19) Menghabiskan hampir lima belas tahun dengan perempuan yang sama lagi dan lagi? Bagi Altair Langit Alderado, melihat kehebohan Bintang bukan sesuatu yang mengejutkan. Memergoki kecerobohan Bintang pun tak mempan membuat...