That should be me, holding your hand
That should be me, making you laugh
That should be me, this is so sad• EXILE •
"Air panas-air panas, minggir woi, misi, sori gak sengaja, bentar bro gue buru-buru, misi."
Langkah yang terburu-buru membuat murid-murid yang berada di koridor otomatis meminggir untuk memberi jalan. Langit dengan kliping di tangannya tampak terburu-buru.
Tak peduli harus menabrak arus para murid yang hendak turun tangga, Langit tetap melangkah naik hingga sampai di lantai dua. Melihat ruang OSIS telah beberapa langkah di depan mata, Langit pun mempercepat langkahnya.
"Oke, thank you."
"Iya, ke dalem aja."
"Oke, berarti masalah ini clear ya."
Melihat salah satu teman seangkatannya berdiri di depan ruang OSIS, Langit pun bertanya, "Proposal cup kasih ke siapa?"
Merasa diajak bicara, cewe itu pun menoleh.
"Eh, Langit." Senyum cewe itu mengembang. "Kenapa-kenapa?"
"Proposal cup kasih ke siapa?" ulang Langit datar.
Cewe itu melirik kliping yang Langit genggam. "Oh, kasih ke sekretaris aja."
"Mana orangnya?" tanya Langit tak mau membuang-buang waktu.
"Itu di dalem. Lo tau kan sekretaris pensi siapa?"
Langit yang terburu-buru hingga tidak memikirkan hal lain pun menghela napas berat ketika baru mengingat siapa sekretaris acara pentas seni sekolah.
"Oke, thanks. Gue ke dalem ya," ucap Langit yang dibalas anggukan oleh cewe itu.
Ruang OSIS memang tidak terlalu luas. Sekitar dua per tiganya ruang kelas. Dari pintu masuk, Langit dapat dengan mudah menemukan keberadaan sang sekretaris.
Dengan cepat, ia berjalan menghampirinya. Tepukan pada bahu membuat cewe itu spontan menoleh.
"Hardcopy proposal cup," ucap Langit seraya menyerahkan kliping yang ada di tangannya.
Bintang terdiam sejenak. Langit tebak, ia sedikit terkejut.
"Oh iya." Menormalkan ekspresi wajahnya, Bintang pun mengambil kliping tersebut. "Thanks ya."
Langit mengangguk sebelum memasukkan tangan ke dalam saku celana. Ia terdiam menatap cewe di hadapannya.
Merasa diperhatikan, Bintang refleks mengerutkan keningnya. Cewe itu menjentikkan jari di depan wajah cowo itu.
"Lang?"
Langit mengerjap. "Ya?"
"Udah, kan? Cuma mau ngasih proposal doang," tanya Bintang memastikan.
Langit mengangguk cepat. "Iya, itu doang kok."
Bintang menautkan alis seakan menyelidik. "Terus kenapa masih di sini?"
Langit baru akan menjawab sebelum tertahan akibat kedatangan seseorang di samping Bintang. Sebuah lengan bertengger di bahu Bintang secara tiba-tiba.
"Kenapa, Sayang?" tanya Samudra dengan mata tertuju pada Bintang.
Cewe itu mengerutkan kening. Tidak biasanya Samudra memanggilnya dengan sebutan sayang. Memilih mengabaikan, Bintang pun tersenyum sembari menjawab, "Gak tau itu si Lang-"
KAMU SEDANG MEMBACA
EXILE
Teen Fiction#3 in teenfiction (21/06/19) Menghabiskan hampir lima belas tahun dengan perempuan yang sama lagi dan lagi? Bagi Altair Langit Alderado, melihat kehebohan Bintang bukan sesuatu yang mengejutkan. Memergoki kecerobohan Bintang pun tak mempan membuat...